Bila saya
punya pengalaman hidup. Berarti saya mempunyai banyak bahan untuk menulis.
#NasehatDiri
Walk
the talk
Apakah Anda pernah mendengar
istilah—walk the talk? Mantra ini sering sekali menjadi buah bibir para
penikmat dunia pengembangan diri. Seringnya para praktisi saling mengingatkan
satu sama lain. Atau nasehat kontemplatif kepada generasi yang mau mengikuti
jejak mereka. Yakni, “Sampaikan apa yang
telah Anda lakukan. Dan lakukan apa yang sudah Anda sampaikan”. Intinya
seperti itu.
Bila dalam kelas berbicara menjangkit
wacana seperti itu. Bagaimana dengan dunia tulis menulis? Apakah ada anjuran sama
bagi penulis untuk mewaspadai diri setiap menulis? Waspada terhadap kontain
yang akan dituangkan dalam artikel atau buku. Yaitu, menjaga diri, agar menulis
hanya hal-hal telah terlewati dari pemahaman yang ada.
Apakah
harus walk to write?
Bagaimana menurut Anda? Apakah
sewajarnya seseorang yang ingin menuliskan hal tertentu, harus sesuai dengan
hal yang telah dia badankan dalam kesehariannya? Katakan saja dalam konteks
mengasuh anak. Menjaga hubungan baik. Meningkatkan omset penjualan. Menulis
kreatif. Dan tema-tema lainnya?
Satu sisi saya setuju. Bahkan
saya berprinsip seperti itu. Akan tetapi, di sisi lain, saya membuat
pengecualian. Yaitu, tulisan berupa pemahaman yang mau kita bagikan berdasarkan
pengalaman mengikuti diskusi, seminar, atau membaca buku. Khusus dalam hal ini,
isi dari hal yang akan kita bagikan, meski kita sendiri belum melaksankannnya.
Maka, tidak perlu mewaspadai diri dalam menuliskannya. Tetap menulis kemudian
membagikannya.
Namun, dalam proses menyebarkan
informasi tersebut. Kita harus menyampaikan, bahwa materi kita ceritakan dalam
catatan yang sedang pembaca nikmati, merupakan hasil dari majalah yang kita
baca. Ide dari pelatihan yang kita ikuti.
Kiat
praktis supaya cepat menulis
Apalagi bagi pemula. Pemain
yang baru memutuskan untuk mengikat setiap sejarah kehidupan seperti saya.
Langkah awal agar cepat tercipta karya rajutan makna. Yaitu—menuliskan apa yang
saya dapatkan dari buku yang saya baca—merupakan strategi sangat tepat untuk
merealisasikan komitmen. Satu hari menulis satu artikel.
Nah, solusi model penulisannya,
meniru cara pak Hernowo mengikat makna. Saya mengamati, beliau dengan jujur dan
sangat jelas, menyampaikan informasi sumber makna beliau peroleh. Bukan hanya
dalam catatan beliau di facebook. Tetapi juga dalam buku mengikat makna. Secara
terang-terangan beliau menampilkan kaver buku dan kutipan langsung dari sebuah
buku tersebut.
Satu hari satu artikel
Inilah cara saya lakukan
sekarang, agar tetap bisa menulis setiap hari satu artikel. Entah itu
sehalaman, dua atau tiga halaman. Jadi, bagi Anda yang telah memiliki banyak
pengalaman hidup. Saran saya, segera tuangkan semua kisah Anda dalam tulisan.
Namun, bila belum, maka ukir saja pemahaman yang Anda peroleh. Baik dari bacaan
(sebutkan sumbernya) atau Anda dengar dari narasumber lain (Tuliskan siapa orangnya?).
Bila demikian, bukankah menulis
semudah bernafas?
Ciganjur, Jumaat, 4 Mei 2012
Bagikan