Mimpiku
boleh tidak masuk akal. Tetapi, rencanaku harus tersusun rapi.
#NasehatDiri
Sekolah
tanpa UN
Menjelang
Ujian National SMU senin 16 April kemarin. Stasiun TV swasta menampilkan sistem
sekolah tanpa UN di belahan dunia Amerika Utara, Finlandia. Sungguh sangat
menarik, tatkala menyaksikan informasi tersebut. Saya langsung menetapkan
impian dan berdoa kepada sang Maha Kuasa. Agar saya bisa belajar di sana. Saya
berharap bisa merasakan langsung, suasana di kelas yang di asuh oleh guru-guru
yang mencintai pekerjaannya.
Bukan hanya
tanpa UN. Bahkan di Finlandia di segmen berita tersebut disampaikan—bahwa ujian
bukanlah penentu kecerdasaan seorang siswa—sehingga terkotak dalam pintar dan
bodoh. Akan tetapi, ujian merupakan tolak ukur keberhasilan seorang guru dalam mengajar. Sementara test kepada
siswa, hanya satu mata pelajaran saja. Itupun, materinya sesuai dengan siswa
itu sukai dan kuasai. Artinya, si siswa sendiri yang menentukan materi yang
akan ditest.
Miskin DO
Sehingga
sangatlah wajar, bila di Finlandia tidak ada istilah siswa yang DO. Tidak
seperti Negara yang saya cintai. DO merupakan kosa kata wajib disampaikan oleh
pihak sekolah dan kampus. Kata DO pengganti cambuk untuk menyemangati agar
kuliah cepat selesai dan lulus dengan nilai terbaik.
Hal yang
menambah motivasi saya untuk bisa duduk dalam ruang kelas sebagai voluntir di
sekolah-sekolah Finlandia, setelah saya membaca artikel di mizan.com; Sekolah
di Finlandia terbaik di Dunia, walau tanpa UN.
Dalam
artikel tersebut, mizan.com merilis informasi aksi-aksi kejutan Finlandia
dengan pencapaian anak-anak sekolah di sana. Yakni, siswa terbaik dalam hal
bidang ilmu pengetahuan di kancah dunia. Minat membaca masyarakatnya luar biasa
sekali. Sehingga tidaklah heran, bila di Mall ada perpustakaan. Dan di titik
tertentu terdapat perpustakaan keliling. Agar masyarakt dekat dengan buku dan
mudah membacanya.
Tanpa ada tugas rumah (PR)
Hal menarik
lainnya yang jauh berbeda dengan Indonesia. Siswa di Finlandia tidak harus
menggunakan baju seragam. Mereka bebas menggunakan pakaian casual. Bukan hanya
mereka, tetapi gurunya juga. Supaya mendukung suasana santai dan mengkondisikan
atmosfer nyaman.
Selain itu,
sesi tatap muka di kelas hanya berdurasi 4 jam. Dan siswa tanpa ada tugas
pribadi yang harus dikerjakan di rumah. Alasanya, agar siswa benar-benar
memperoleh masa-masa remajanya secara sempurna. Lebih menariknya lagi, siswa
belajar tanpa ada pemisahan tingkatan. Kecuali belajar pendidikan dasar selama
9 tahun di tingkatan awal. Di tambah tidak ada kata gori kelas unggulan atau
reguler.
Bangga menjadi guru
Terkait
tenaga pengajar. Guru-guru di sana adalah orang-orang pilihan. Rata-rata telah
mendalami pembelajaran sesuai kemampuan mereka hingga ke level master. Dan
seleksi agar bisa menjadi guru, harus ditempuh dengan amat ketat. Karenanya,
pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang terhormat dan bergengsi di sana.
Setara dengan pengacara dan dokter. Serta, Negara juga mendukung penuh.
Kemudian,
pemerintah memiliki
kebijakan untuk menumbuhkan minat dan kultur membaca di negaranya, yakni dengan
hadiah berupa buku bergambar untuk para orang tua yang baru saja memiliki anak. Dan salah
satu bentuk nyata dukungan pemerintah untuk memajukan pendidikan. Pemerintah Finlandia bahkan
menganggap—mengambil
dana pendidikan dari siswanya adalah hal yang tidak terpuji—karena pendidikan adalah hak
bagi semua warga negara dan jadi kewajiban bagi pemerintah untuk memenuhinya.
Inilah
alasan saya sangat menginginkan, suatu saat nanti saya bisa berada di sana.
Bagaimana dengan Anda?
Ciganjur,
Sabtu, 28 April 2012
Bagikan