Bunda Tati duduk 3 dari kiri |
Rela meninggal
menjalankan misi
Dalam kriteria
tersebut tercantum. Usia tidak boleh 57 tahun ke atas. Sehingga, pihak panitia
meminta maaf kepada Bunda Tati, bahwa beliau tidak bisa mengikuti misi
kemanusiaan ini.
Nah, yang menginspirasi
saya adalah, pernyataan beliau untuk meyakinkan panitia. Meskipun beliau sudah
tidak muda lagi. Tetapi beliau mempunyai modal semangat ingin membantu itu
saja. Bahkan, bunda Tati sampai mengucapkan,
“Saya
rela, seandainya Aceh tempat peristirahatan saya. Dan
saya ikhlas, selama saya menjalankan misi ini, saya meninggal di sana. Tolong,
kirim saya ke sana”.
Mendengar
cerita beliau ini. Saya merinding. Haru. Karena jiwa kemanusiaan dalam diri
beliau. Padahal, kalau menggunakan logika. Orang-orang yang akan beliau tolong,
bukan keluarganya. Bertemupun tidak pernah. Tetapi, ini atas nama kemanusiaan.
Dan keinginan melakukan hal terbaik semasa hidupnya.
Tiba di Aceh
Akhirnya, pihak
panitia mengizinkan Bunda Tati untuk ikut rombongan. Sebanyak 200 pelamar,
panitia hanya bisa mengirim 20 orang. Bantuan kemanusiaan ini berlangsung tiga
minggu setelah tsunami.
Kemudian,
setelah mendarat di Banda Aceh. Beliau bersama relawan lainnya langsung di
kirim ke Nagan raya. Wilayah tempat kelahiran pahlawan Aceh Teuku Umar, Aceh
Barat.
Banyak hal yang
beliau lakukan di sana. Bermain bersama anak-anak. Melakukan proses terapi
lewat bercerita. Menemani para lansia. Mendengarkan keluh kesah mereka dan sebagainya.
Sehingga, terjalinlah
hubungan harmonis antara relawan dengan penduduk di sana. Saya yakin, hal ini
karena kepiawaian beliau dalam berkomunikasi dan membangun hubungan baik dengan
orang.
Bahkan sampai
saat ini, masih terjalin silaturahim. Seperti pada saat anak kepala desa
menikah. Bunda tati mendapat undangan untuk menghadiri pernikahan
tersebut.
Ultimate Achievement
Oh ya, satu hal
lagi. Setelah beliau selesai menjalankan misinya dan kembali ke
Jakarta. Bunda Tati bilang sama saya. “Rahmad,
saya belum pernah mengalami kebahagiaan dalam hidup, melebihi ketenangan,
kedamaian, dan kepuasan hidup. Seperti setelah selesai menuntaskan misi
kemanusiaan di Aceh”. Ucap beliau dengan nada suara penuh dalam.
Ungkapan
beliau, seolah menguatkan opini saya. Bahwa, kepuasan hidup tidak bisa di
dapatkan dari rumah mewah. Karir bagus. Jabatan tinggi. Bahkan kekayaan
sekalipun. Kecuali berbuat baik, menolong, dan membantu sesama tanpa pamrih.
Kebahagiaan,
kedamaian, ketentraman dan kepuasan hidup ini. Saya menyebutnya dengan Ultimate Achievements.
Ciganjur, Rabu, 23 Mei
2012
Bagikan