“Sungguh terrrlaaaluuu”
Apabila Anda terlahir sebelum
tahun 2005, saya yakin, Anda pasti kenal sosok yang satu ini. Dia seorang ayah
bertubuh besar, tinggi 168, kulit putih, bersuara agak ngebas, rambut ikal, dianugahi
sebagai raja dangdut hingga saat ini. Pengemarnya dari berbagai macam kalangan.
Anak-anak hingga orang dewasa. Dari satpam sampai direktur. Bahkan, beberapa
artis/pelawak, sering menirukan gaya bicara beliau. Beliaulah, Bang Haji Rhoma
Irama.
Bagi Anda pecinta dangdut,
tentu bisa menyanyikan dengan sangat fasih dan lancar beberapa lagu beliau.
Atau mungkin, di antara Anda saat ini, ada yang sedang mendengarkan lagu si
Raja dangdut ini. Saya mengucapkan selamat menikmati. Tetapi, bagi Anda yang
sedang bekerja, matikan dulu pemutar musiknya ya, biar fokus…fokus…fokus dan
fokus. Setelah itu baru nikmati lagi.
Pas Mantap
Saya sendiri menyukai dangdut. Tapi
tidak semua dangdut saya nikmati. Hanya beberapa saja yang memang pas dan
nyaman di hati. Dan, hampir semua lagu ciptaan bang Rhoma, cocok di telinga
saya. Apalagi lagu terbarunya, “Azza”
saya sangat menyukainya. Bagaimana dengan Anda?
Sementara itu, selain menikmati
lagu-lagu ciptaan Bang Rhoma, baru-baru ini ada hal lain yang saya nikmati dari
beliau. Ada hal yang menyentuh batin saya, setelah menyaksikan acara Pas Mantap
yang di hostkan oleh Sule, Parto dan Andre. Kala itu bintang tamunya di hadiri
oleh Prof Dangdut, Andrew. Penulis buku “The
history of dangdut”.
Yang membuat sanubari saya
tergelitik, karena jawaban Bang Rhoma, setelah mendapat pertanyaan dari Sule. “Bang Haji, apa yang membuat lagu-lagu bang
Haji tetap eksis dari generasi ke generasi, bahkan sampai saat ini?”
Kemudian Bang Haji Rhoma Irama menjawab dengan suara yang ngebas tidak
menggebu-gebu.
"Saya
saat menciptakan sebuah lagu tanpa tendensi apapun. Tidak berharap laku di
pasar, supaya tenar, dan bukan karena permintaan. Tetapi jujur menyampaikan apa
adanya. Dan apa yang saya sampaikan,
saya lakukan terlebih dahulu."
Karya jiwa-jiwa yang merdeka
Sungguh, jawaban itu menjadi
renungan bagi diri saya. Karena, bila berbicara dari konteks bisnis. Apalagi
lebih spesifiknya dunia penjualan. Ada hukum tak tertulis dan lumrah di maklumi
oleh semua penjual. “Juallah apa yang
pelanggan butuhkan”. Hukum ini terdengar sangat bertolak belakang dengan
jiwa penuh merdeka, seperti yang Bang Rhoma sampaikan.
Akan tetapi, di sisi lain.
Karya-karya besar yang masih dikenang hingga saat ini. Bila kita menelik
dibalik kemahsyuran grand design
tersebut, maka kita akan memperoleh informasi. Maha karya tersebut tercipta
karena dedikasi, cinta dan passion
sang penciptanya. Sebuah karya yang terlahir dari jiwa-jiwa yang merdeka. Tanpa
terikat kontrak. Tidak dibentengi ego kemahsyuran. Tanpa diselimuti
belenggu-belenggu fatamorgana. Kecuali atas dasar ingin mempersembahkan yang
terbaik.
Produk training yang menjual
Setelah mendengar jawaban si
raja dangdut. Saya merenungi produk-produk training yang pernah saya
selenggarakan dan tersimpan dalam katalog training. Seperti “Terapi Berpikir Positif, Explore Your
Potentials, The Limit is Nothing, Grab Your Customer’s Needs, Ease Your Nervous
dan Mengajar dengan Otak Kanan” Kemudian
saya bertanya kepada diri sendiri. “Apakah
produk ini saya buat atas dasar permintaan dan tedensi laku di pasar? Ataukah
karena passion yang mengalirkan jiwa saya dalam produk tersebut?”
Saya teringat dengan nasehat
sang guru di Pontren NLP. “Mad, bila
engkau hendak menulis buku atau mebuat karya (produk training). Usahakanlah
tertanam niat dalam dirimu seperti para pendahulu telah melakukannya. Contoh,
kitab “Al-hikam” yang kamu baca. Ibnu Athailah telah menuliskannya jauh sebelum
kamu lahir. Tetapi, masih terbaca oleh zamanmu sekarang, bahkan anak-anakmu
kelak”.
Ini tentang keyakinan
Akhirnya saya menyimpulkan. Ini
bukan persoalan dilematis antara teori bisnis dengan keterlepasan ego dalam
berkreasi. Tetapi, ini permasalahan keyakinan. Ini tentang kejujuran dan proses
menghadirkan jiwa dalam segenap aktifitas dan karya yang saya ciptakan. Seperti
kata Aji “Dwi Sapta, my blood, my way,
and my soul”.
Apakah jiwa Anda telah merasuki
separuh karya Anda?
Ciganjur, 22 Desember 2011
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist