Masih ingatkah Anda dengan cerita do
what you like, like what you do?
Minggu pertama di bulan Desember lalu, saya
mempunyai agenda bertemu dengan beberapa shahabat lama dan rekan kerja untuk
menyiapkan persiapan pelatihan. Semenjak tinggal di Ciganjur, setelah menikah
setahun yang lalu. Setiap ada meeting, saya sering mengajak untuk bertemu di
seputaran Cilandak dan Pejaten.
Hari senin, selasa, dan rabu yang lalu.
Secara berturut-turut, saya mengatur pertemuan dengan teman dan relasi bisnis
di McDonalds, Cilandak Mall. Alasan saya mengajak meeting di sana, selain
karena dekat dengan rumah, juga disebabkan, adanya layanan internet gratis. (free wifi ^_^)
Biasanya saya mengambil posisi tempat duduk
di sudut-sudut ruangan, outlet cepat saji tersebut. Lantaran, hanya tempat itu
saja yang mempunyai chock kontak untuk charge BB atau Laptop.
Petugas
bersergam putih
Sementara itu, mata saya melihat sesuatu
yang berbeda dari biasanya di ruangan ini. Mata saya menangkap, ada seorang
anak muda, tinggi badannya sekitar 167cm. Usianya menurut saya sekitar 20
tahun. Bentuk wajahnya bulat. Mata agak sipit. Rambutnya tipis ada kuchelan di
depan. Hidungnya sedikit mancung. Tubuhnya sedikit agak kurus, tapi ideal
dengan tinggi badannya. Dia mengenakan baju kemeja lengan pendek berwarna putih.
Lelaki itu mengenakan celana hitam panjang. Sepatu hitam pantofel. Dan, di dada
kanannya, ada kertas berukuran sebensar kartu nama berwarna putih. Di
tengah-tengahnya, ada tulisan bertuliskan tangan, Sarip.
Saya bisa menebak, nama yang ditulis dengan
tangan di atas kertas, sisi dada kanan, pasti miliknya. Seperti biasa dipakai
oleh peserta pelatihan. Selain dia, ada seorang gadis seumurannya, juga
menggenakan seragam yang sama. Tetapi, saya lebih sering melihat Sarip. (Bukan
karena kegantengannya lho. Statemen ini butuh saya nyatakan, supaya Anda tidak
menciptakan makna sendiri. He… he..)
Bertemu
dengan pengusaha muda
Pada hari rabu sore jam 14.00, saya menanti
seorang shahabat, pengusaha muda dari Bogor di tempat yang sama. Hari itu, mata
saya melihat lagi Sarip, sedang melakukan aktifitasnya. Entah kenapa, mata saya
terus melirik setiap langkah dan gerakannya. Dari senin sampai dengan rabu,
meski saya hanya satu sampai dua jam berada di tempat itu. Saya memperhatikan,
Sarip selalu membawa sapu, lap meja, dan terkadang semprotan kecil di
tangannya.
Hari rabu kemarin, penglihatan saya terus
mengikuti setiap langkahnya, dengan pengamatan periveral. Tatkala memegang sapu
di tangan kanan, dan dush di tangan
kirinya. Sarip berkeliling dari satu sudut ke sudut yang lain. Terkadang keluar
ruangan, menyapu di meja-meja luar.
Sementara setiap pelanggan selesai
menikmati makanan dan minumannya. Sarip memegang semprotan di tangan kirinya. Lalu
segera melepaskan cairan dalam semprotan, sambil diikuti dengan sapuan lap di tangannya
yang satu lagi.
Plukk
tamparan kemuka saya
Sekian saat kemudian, saya duduk diam dan
bertanya kepada diri. “Apa yang membuat
saya tertarik untuk mengamati pekerjaan Sarip? Bukankah itu sudah biasa?”
Tidak sampai 5 menit kemudian. “Plukkk…” Saya mengerti, mengapa perilaku itu
muncul. Ternyata, ada sisi dalam diri saya, mengajari dan memberi tamparan
kecil seperti tangan imajiner di depan saya.
Karena, setelah saya mencoba memposisikan
diri menjadi Sarip. Ternyata ada ego yang hadir, “Ogah ah melakukan ini, gengsi dong”. Dan, saya langsung mendamaikan
diri “Terima kasih, maafkan aku, aku
mencintaimu”. Lalu, sang penasehat dalam diri mengingatkan saya, sambil berkata
dengan nada rendah dan pelan, “Perhatikan,
Sarip dengan sepenuh hati melakukan pekerjaannya”.
Apakah
Anda Bekerja Sepenuh Hati?
Mendengar nasehatdiri seperti itu, saya
mencoba membenarkan diri “Bukankah aku
sudah sepenuh hati menjalani pekerjaanku?” Tiba-tiba, sipenasehat dalam
diri seperti sedang tersenyum sembari menjawab “Kamu sudah sepenuh hati dalam bekerja, tapi belum totalitas”.
Mendapat jawaban seperti itu, pikiran saya
langsung merujuk rekaman training motivasi yang pernah saya ikuti di Senayan.
Tentang konsep “100%”. Dan saya
sangat faham, maksud dari “totalitas”. Sungguh rasanya sangat-sangat aneh, masa
sepenuh hati tapi tidak totalitas? Dan ternyata, saya belum
totalitas dalam mengoptimalkan seluruh potensi dalam diri saya.
Terima kasih Sarip, apa yang telah engkau
lakukan, memberi pelajaran berharga untuk saya. Shahabat, apakah Anda sudah sepenuh hati dalam
bekerja?
Ciganjur, 9 Desember 2011
Ikuti Workshop KOMUNIKASIH, 28
januari 2012
Mari
bersilaturahim, follow @mind_therapist
Dapatkan
e-book “Explore Your Potentials”
Gratis, Klik download
Bagikan
