Jumat, 06 Januari 2012

Pelajaran Berharga Dari Office Boy McD


Masih ingatkah Anda dengan cerita do what you like, like what you do?

Minggu pertama di bulan Desember lalu, saya mempunyai agenda bertemu dengan beberapa shahabat lama dan rekan kerja untuk menyiapkan persiapan pelatihan. Semenjak tinggal di Ciganjur, setelah menikah setahun yang lalu. Setiap ada meeting, saya sering mengajak untuk bertemu di seputaran Cilandak dan Pejaten.

Hari senin, selasa, dan rabu yang lalu. Secara berturut-turut, saya mengatur pertemuan dengan teman dan relasi bisnis di McDonalds, Cilandak Mall. Alasan saya mengajak meeting di sana, selain karena dekat dengan rumah, juga disebabkan, adanya layanan internet gratis. (free wifi ^_^)

Biasanya saya mengambil posisi tempat duduk di sudut-sudut ruangan, outlet cepat saji tersebut. Lantaran, hanya tempat itu saja yang mempunyai chock kontak untuk charge BB atau Laptop.

Petugas bersergam putih

Sementara itu, mata saya melihat sesuatu yang berbeda dari biasanya di ruangan ini. Mata saya menangkap, ada seorang anak muda, tinggi badannya sekitar 167cm. Usianya menurut saya sekitar 20 tahun. Bentuk wajahnya bulat. Mata agak sipit. Rambutnya tipis ada kuchelan di depan. Hidungnya sedikit mancung. Tubuhnya sedikit agak kurus, tapi ideal dengan tinggi badannya. Dia mengenakan baju kemeja lengan pendek berwarna putih. Lelaki itu mengenakan celana hitam panjang. Sepatu hitam pantofel. Dan, di dada kanannya, ada kertas berukuran sebensar kartu nama berwarna putih. Di tengah-tengahnya, ada tulisan bertuliskan tangan, Sarip.

Saya bisa menebak, nama yang ditulis dengan tangan di atas kertas, sisi dada kanan, pasti miliknya. Seperti biasa dipakai oleh peserta pelatihan. Selain dia, ada seorang gadis seumurannya, juga menggenakan seragam yang sama. Tetapi, saya lebih sering melihat Sarip. (Bukan karena kegantengannya lho. Statemen ini butuh saya nyatakan, supaya Anda tidak menciptakan makna sendiri. He… he..)

Bertemu dengan pengusaha muda

Pada hari rabu sore jam 14.00, saya menanti seorang shahabat, pengusaha muda dari Bogor di tempat yang sama. Hari itu, mata saya melihat lagi Sarip, sedang melakukan aktifitasnya. Entah kenapa, mata saya terus melirik setiap langkah dan gerakannya. Dari senin sampai dengan rabu, meski saya hanya satu sampai dua jam berada di tempat itu. Saya memperhatikan, Sarip selalu membawa sapu, lap meja, dan terkadang semprotan kecil di tangannya.

Hari rabu kemarin, penglihatan saya terus mengikuti setiap langkahnya, dengan pengamatan periveral. Tatkala memegang sapu di tangan kanan, dan dush di tangan kirinya. Sarip berkeliling dari satu sudut ke sudut yang lain. Terkadang keluar ruangan, menyapu di meja-meja luar.

Sementara setiap pelanggan selesai menikmati makanan dan minumannya. Sarip memegang semprotan di tangan kirinya. Lalu segera melepaskan cairan dalam semprotan, sambil diikuti dengan sapuan lap di tangannya yang satu lagi.

Plukk tamparan kemuka saya

Sekian saat kemudian, saya duduk diam dan bertanya kepada diri. “Apa yang membuat saya tertarik untuk mengamati pekerjaan Sarip? Bukankah itu sudah biasa?” Tidak sampai 5 menit kemudian. “Plukkk…” Saya mengerti, mengapa perilaku itu muncul. Ternyata, ada sisi dalam diri saya, mengajari dan memberi tamparan kecil seperti tangan imajiner di depan saya.

Karena, setelah saya mencoba memposisikan diri menjadi Sarip. Ternyata ada ego yang hadir, “Ogah ah melakukan ini, gengsi dong”. Dan, saya langsung mendamaikan diri “Terima kasih, maafkan aku, aku mencintaimu”. Lalu, sang penasehat dalam diri mengingatkan saya, sambil berkata dengan nada rendah dan pelan, “Perhatikan, Sarip dengan sepenuh hati melakukan pekerjaannya”.

Apakah Anda Bekerja Sepenuh Hati?

Mendengar nasehatdiri seperti itu, saya mencoba membenarkan diri “Bukankah aku sudah sepenuh hati menjalani pekerjaanku?” Tiba-tiba, sipenasehat dalam diri seperti sedang tersenyum sembari menjawab “Kamu sudah sepenuh hati dalam bekerja, tapi belum totalitas”.

Mendapat jawaban seperti itu, pikiran saya langsung merujuk rekaman training motivasi yang pernah saya ikuti di Senayan. Tentang konsep “100%”. Dan saya sangat faham, maksud dari “totalitas”. Sungguh rasanya sangat-sangat aneh, masa sepenuh hati tapi tidak totalitas? Dan ternyata, saya belum totalitas dalam mengoptimalkan seluruh potensi dalam diri saya.

Terima kasih Sarip, apa yang telah engkau lakukan, memberi pelajaran berharga untuk saya.  Shahabat, apakah Anda sudah sepenuh hati dalam bekerja?

Ciganjur, 9 Desember 2011

Ikuti Workshop KOMUNIKASIH, 28 januari 2012

Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist
Dapatkan e-book “Explore Your Potentials” Gratis, Klik download
Bagikan