|
STEI Tazkia Bukit Sentul |
Saat
ujian terus menghampiri hidupku. Bahkan bentuknya sama (itu lagi-itu lagi).
Maka, itu pertanda, aku belum memetik hikmah dari pembelajaran sebelumnya.
#NasehatDiri
Undangan Training
Kamis, 24 Mei 2012.
Sehabis pulang dari pelatihan di Sudirman. Saya melihat ke alat komunikasi
kesayangan saya, ada tanda kotak amplop berwarna biru langit berkedip-kedip.
Itu artinya ada sms baru. Lalu saya membuka dan membaca isi pesan tersebut.
“Assalamu’alaikum.
Kak Rahmad saya Ami. Kami berniat mengundang kakak untuk menjadi pembicara
motivasi pada acara Family Gahtering dan doa bersama menghadapi ujian. Hari Senin
28 Mei, 04.00 sore”.
Lalu saya membalas,
“Acaranya di mana dan kapan?”.
Sms dari
seberang sana masuk kembali ke dalam inbox saya.
“Acara di kampus Sentul, ruang
teater. InsyAllah pak Yasid juga hadir”.
Terhinggap rasa takut
Membaca balasan dari Ami.
Saya sempat menunda niat mengiyakan tawaran pembicara di sana. Karena, ada
perasaan takut menghinggapiku. Saya takut bertemu dengan para dosen. Apalagi,
Pak Yasid, beliau petinggi di kampus. Saya sudah mengira, pertanyaan yang akan beliau
ajukan “Mad, kapan mau menyelesaikan
kuliahnya?”.
Selain itu, saya
menciptakan film seram karya saya sendiri dalam pikiranku. Saya merekayasa,
nanti akan ada omongan “Mad, antum
bagaimana memotivasi adik-adik. Kamu sendiri saja belum lulus”. Oleh sebab
itu, saya berusaha untuk menghindarinya. Ada pikiran terbesit, “Lebih baik tidak bertemu”.
Sampai kapan terus
bersembunyi?
Akan tetapi, di
sisi lain. Saya
menelaah kembali. Sampai kapan saya akan terus bersembunyi? Sampai kapan saya
berusaha menghindari dari kenyataan. Realitasnya, sampai saat ini saya belum
menyelesaikan skripsi. Dan saya yakin—hal serupa—suatu waktu akan datang
kembali kepada saya. Lantas, apakah saya harus menghindarinya lagi?
Tidak. Akhirnya, saya
memutuskan sesuai niat saya pertama. Menerima tawaran menjadi pembicara. Niat
saya datang bukan memotivasi mereka belajar. Karena itu belum sesuai dengan
pribadiku. Namun, ada hal lain yang sangat pas. Yaitu, bagaimana cara survive dalam hidup? Because I am tsunami survivor.
Hari Senin. Setelah
meeting dengan pak Basuki HRD Career Development Allianz di Kuningan. Saya
berangkat ke Bogor menggunakan transportasi kereta komuterline. Sepertinya
sudah setahun lebih saya tidak menikmati perjalanan menggunakan angkutan ini.
Pukul 12.30 saya tiba di Stasiun Bogor. Lalu saya shalat dhuhur, dan makan
siang terlebih dahulu.
Tiba di kampus
Selanjutnya, saya
berangkat ke Botani Square. Sebab, bis yang menuju ke Bukit Sentul bermukim di sana.
Sembari menanti bis Sentul-Bogor belum menepi di terminal. Saya bermain sejenak
ke Gramedia Botani Square. Kebiasaan saya di sini, selain mencari buku yang mau
saya baca. Terkadang, juga melihat-lihat buku terbaru. Selain itu, keliling Gramedia.
Bagaikan pupuk motivasi menulis buku bagiku.
Setelah itu, saya kembali
ke tempat menanti bis. Jam 14.30 wib ada bis berwarna putih baru sampai dari
Sentul. Kemudian,
saya dan penumpang yang lain segera menaiki kendaraan yang telah lama kami
nanti-nantikan. Selang 10 menit kemudian, bis berangkat. Kira-kira sekitar
pukul 14.50 bis tiba di bukit sentul. Saya turun di bundaran Belanova Mall. Dan
jalan kaki sedikit ke Kampus Tazkia.
Tidak lama saya
di sana, adzan Ashar berkumandang. Saya bersama orang-orang sekitar mesjid melaksanakan
shalat jamaah bersama. Sudah pasti seluruh citivitas akademika. Selesai shalat,
saya berjumpa dengan Pak Andang. Beliau bidang kurikulum waktu saya masih aktif
kuliah dulu.
Di luar dugaan
Dan di pojok kiri mesjid,
ada Pak Yasid dan pak Rego. Saya mendekati beliau berdua, salaman ta’dhim murid
kepada guru. Sungguh, saat bertemu beliau berdua. Tidaklah seperti saya
pikirkan—seperti saya film seram yang saya rekayasa sebelumnya.
Malahan, saya
mendapat masukan langkah-langkah yang harus saya persiapkan ke depan. Termasuk, judul skripsi.
(Nah, khusus yang ini sesuai prediksi. He… he… he…)
Pukul 16.00wib saya
menuju tempat acara. Di sana saya berjumpa dengan kakak kelas yang menjadi
dosen juga staff, Kak Farid. Rupanya, kak Farid menggantikan pak Yasid untuk
menyampaikan materi tentang management dan prospek mahasiswa Bisnis Management.
Setelah beliau, baru giliran saya sharing tentang perbedaan Kampus formal
dan informal. Saya
menyebut Life University untuk
informal.
Dalam perjalanan pulang
kembali ke Jakarta. Saya merenung. Ketakutan bukan untuk dihindari. Tetapi
justru harus kita jalani. Dari peristiwa ini, saya memahami juga. Ternyata,
pemenang itu yang mampu menjadi tuan atas dirinya sendiri.
Ciganjur, Selasa, 29 Mei
2012
Ikuti Mini Workshop Transform Suffering Into Ultimate Healing, Info klik di sini...
Bagikan