Jumat, 06 Juli 2012

Sampai Kapan Bersembunyi?


STEI Tazkia Bukit Sentul
Saat ujian terus menghampiri hidupku. Bahkan bentuknya sama (itu lagi-itu lagi). Maka, itu pertanda, aku belum memetik hikmah dari pembelajaran sebelumnya.

#NasehatDiri

Undangan Training

Kamis, 24 Mei 2012. Sehabis pulang dari pelatihan di Sudirman. Saya melihat ke alat komunikasi kesayangan saya, ada tanda kotak amplop berwarna biru langit berkedip-kedip. Itu artinya ada sms baru. Lalu saya membuka dan membaca isi pesan tersebut. 

“Assalamu’alaikum. Kak Rahmad saya Ami. Kami berniat mengundang kakak untuk menjadi pembicara motivasi pada acara Family Gahtering dan doa bersama menghadapi ujian. Hari Senin 28 Mei, 04.00 sore”.
Lalu saya membalas, 

“Acaranya di mana dan kapan?”.

Sms dari seberang sana masuk kembali ke dalam inbox saya.

“Acara di kampus Sentul, ruang teater. InsyAllah pak Yasid juga hadir”.

Terhinggap rasa takut

Membaca balasan dari Ami. Saya sempat menunda niat mengiyakan tawaran pembicara di sana. Karena, ada perasaan takut menghinggapiku. Saya takut bertemu dengan para dosen. Apalagi, Pak Yasid, beliau petinggi di kampus. Saya sudah mengira, pertanyaan yang akan beliau ajukan “Mad, kapan mau menyelesaikan kuliahnya?”.

Selain itu, saya menciptakan film seram karya saya sendiri dalam pikiranku. Saya merekayasa, nanti akan ada omongan “Mad, antum bagaimana memotivasi adik-adik. Kamu sendiri saja belum lulus”. Oleh sebab itu, saya berusaha untuk menghindarinya. Ada pikiran terbesit, “Lebih baik tidak bertemu”.

Sampai kapan terus bersembunyi?

Akan tetapi, di sisi lain. Saya menelaah kembali. Sampai kapan saya akan terus bersembunyi? Sampai kapan saya berusaha menghindari dari kenyataan. Realitasnya, sampai saat ini saya belum menyelesaikan skripsi. Dan saya yakin—hal serupa—suatu waktu akan datang kembali kepada saya. Lantas, apakah saya harus menghindarinya lagi?

Tidak. Akhirnya, saya memutuskan sesuai niat saya pertama. Menerima tawaran menjadi pembicara. Niat saya datang bukan memotivasi mereka belajar. Karena itu belum sesuai dengan pribadiku. Namun, ada hal lain yang sangat pas. Yaitu, bagaimana cara survive dalam hidup? Because I am tsunami survivor.

Hari Senin. Setelah meeting dengan pak Basuki HRD Career Development Allianz di Kuningan. Saya berangkat ke Bogor menggunakan transportasi kereta komuterline. Sepertinya sudah setahun lebih saya tidak menikmati perjalanan menggunakan angkutan ini. Pukul 12.30 saya tiba di Stasiun Bogor. Lalu saya shalat dhuhur, dan makan siang terlebih dahulu.

Tiba di kampus

Selanjutnya, saya berangkat ke Botani Square. Sebab, bis yang menuju ke Bukit Sentul bermukim di sana. Sembari menanti bis Sentul-Bogor belum menepi di terminal. Saya bermain sejenak ke Gramedia Botani Square. Kebiasaan saya di sini, selain mencari buku yang mau saya baca. Terkadang, juga melihat-lihat buku terbaru. Selain itu, keliling Gramedia. Bagaikan pupuk motivasi menulis buku bagiku.

Setelah itu, saya kembali ke tempat menanti bis. Jam 14.30 wib ada bis berwarna putih baru sampai dari Sentul. Kemudian, saya dan penumpang yang lain segera menaiki kendaraan yang telah lama kami nanti-nantikan. Selang 10 menit kemudian, bis berangkat. Kira-kira sekitar pukul 14.50 bis tiba di bukit sentul. Saya turun di bundaran Belanova Mall. Dan jalan kaki sedikit ke Kampus Tazkia.

Tidak lama saya di sana, adzan Ashar berkumandang. Saya bersama orang-orang sekitar mesjid melaksanakan shalat jamaah bersama. Sudah pasti seluruh citivitas akademika. Selesai shalat, saya berjumpa dengan Pak Andang. Beliau bidang kurikulum waktu saya masih aktif kuliah dulu. 

Di luar dugaan

Dan di pojok kiri mesjid, ada Pak Yasid dan pak Rego. Saya mendekati beliau berdua, salaman ta’dhim murid kepada guru. Sungguh, saat bertemu beliau berdua. Tidaklah seperti saya pikirkan—seperti saya film seram yang saya rekayasa sebelumnya. 

Malahan, saya mendapat masukan langkah-langkah yang harus saya persiapkan ke depan. Termasuk, judul skripsi. (Nah, khusus yang ini sesuai prediksi. He… he… he…)

Pukul 16.00wib saya menuju tempat acara. Di sana saya berjumpa dengan kakak kelas yang menjadi dosen juga staff, Kak Farid. Rupanya, kak Farid menggantikan pak Yasid untuk menyampaikan materi tentang management dan prospek mahasiswa Bisnis Management. Setelah beliau, baru giliran saya sharing tentang perbedaan Kampus formal dan informal. Saya menyebut Life University untuk informal.

Dalam perjalanan pulang kembali ke Jakarta. Saya merenung. Ketakutan bukan untuk dihindari. Tetapi justru harus kita jalani. Dari peristiwa ini, saya memahami juga. Ternyata, pemenang itu yang mampu menjadi tuan atas dirinya sendiri. 

Ciganjur, Selasa, 29 Mei 2012

Ikuti Mini Workshop Transform Suffering Into Ultimate Healing, Info klik di sini...
Bagikan