Weakness of attitude becomes weakness of character.
Albert Einstein
Albert Einstein
Mengajar = belajar
Sebulan yang
lalu, saya mengajar kelas Ease Your Nervous di Tanthowi Yahya
Public Speaking School. Pada angkatan tersebut, perserta dari berbagai macam
background. Ada konsultan keuangan, pejabat tinggi perusahaan (CEO), dan profesional
manager.
Hampir semua
pembicara hebat seperti Krishnamurti Mindset Motivator, Mario Teguh, Jamil
Azzaini, dan lainnya setuju, juga saya. Tatkala kita mengajar, sebenarnya
kitalah yang sedang belajar dari peserta. Belajar beraneka ragam kondisi dan
fenomen yang terjadi di kelas. Seperti penjelasan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Juga, sharing dari pengalaman peserta. Dan
ini, sungguh-sungguh bermakna.
Attitude = 100%
Contohnya
saja, pembelajaran hidup yang saya pelajari dari seorang peserta yang bekerja
di perusahaan minyak dunia. Beliau sudah lebih dari 7 tahun berkontribusi di
perusahaan tersebut. Sebut saja nama beliau Edy. Pak Edy menyambung cerita
nyata akan pentingnya attitude,
setelah saya membahas tentang attitude seorang pembicara. Tapi, sebelumnya,
saya ingin mengingatkan Anda kembali dengan teka teki, kata dan angka berikut
ini.
Saya sangat
yakin Anda sudah pernah membaca dan mengentahuinya. Sebuah teka-teki yang
membuat hidup kita 100% menjadi totalitas. Masih ingatkan?
Seperti ini,
anggap saja A=1, B=2, C=3, D=4, E=5, F=6, G=7 … Y=25 dan Z = 26. Bila kita
memilih satu kata dalam bahasa ingris, apa kira-kira yang bisa membuat hidup
kita 100% totalitas?
Mari kita
amati bersama.
Pertama bila
kita ambil kata HARDWORK, kemudia kita jumlahkan
H+A+R+D+W+O+R+K
= 8+1+18+4+23+15+18+11
= 98%,
ternyata hasilnya belum mencapai 100%
Selanjutnya kata,
K+N+O+W+L+E+D+G+E
= 11+14+15+23+12+5+4+7+5 = 96%
L+O+V+E=12+15+22+5=54%
L+U+C+K = 12+21+3+11 = 47%
L+U+C+K = 12+21+3+11 = 47%
Lantas kata apa yang bisa mencapai 100%? Apakah
Leadership? Money? Tidak. Kata-kata itupun tidak mencapai 100%.
Terus kata apa?
Ternyata yang bisa mencapai 100% ada pada kata
ATTITUDE,
A+T+T+I+T+U+D+E
= 1+20+20+9+20+21+4+5 = 100
No Mercy for Attitude
Kembali dengan cerita Pak Edy. Beliau menyampaikan,
aturan di tempat kerjanya, bila seseorang pekerja melakukan kesalahan karena
melanggar SOP, atau keteledoran kerja, bahkan mungkin melakukan kesalahan fatal
karena kurangnya pengetahuan. Maka sangsinya masih dikatagorikan sebagai human error. Maksudnya, masih bisa
ditoleransi, namun tetap ada konsewensi yang harus dipertangungjawabkan oleh
pekerja tersebut.
Berbeda halnya bila itu karena attitude. Contoh,
pernah ada karyawan mengajukan klaim kwitansi biaya kacamata pada sebuah optik
ke perusahaan. Padahal yang bersangkutan tidak pernah memakai kacamata saat
bekerja. Uang pengganti belum cair. Dan saat pengaduan aproval ke atasan,
bukannya persetujuan. Malahan, keluar surat pemutusan kerja. Saat beliau tanya
ke atasannya orang luar negeri tersebut. “Kenapa
tidak ada konfirmasi atau peringatan?” dengan tegas pimpinan menjawab “No
mercy for bad attitude”.
Kita berteman tapi bukan berpartner
Mendengar cerita Pak Edy. Saya teringat dengan
pertanyaan seorang pemirsa yang hadir di program tapping Mario Teguh Golden
Ways. “Pak Mario, apa yang harus kita
lakukan terhadap karyawan yang pernah berlaku curang (tidak jujur) di
perusahaan?” Bapak Mario memberi saran “Maafkan
dia, tapi jangan izinkan dia mengulangi perbuatannya lagi, dengan cara
menjadikan dia hanya sebagai teman, tapi bukan sebagai karyawan Anda lagi
(pecat).”
Demikianpula seorang teman trainer yang menetap di
Bogor. Daurie Bintang. Setiap diskusi tentang tangungjawab trainer. Dia selalu
membahas tentang attitude. Contoh kasus, ada temannya yang mau mengikuti
training, tapi belum mempunyai uang untuk mengikuti saat itu. Maka teman saya
Daurie memberi keringanan kepada calon peserta membayar secara mengangsur. Dan
cara pembayaran, berapa kali serta berapa lama? si calon peserta mau ikut
pelatihan sendiri yang menentukan.
Singkat cerita, tibalah hari angsuran pertama.
Ternyata saat Daurie mengecek di rekeningnya, tidak ada transferan yang masuk. Langsung
saat itu Rie memutuskan memaafkan temannya. Tetapi, ada keputusan baru terhadap
temannya itu. Dia adalah seorang teman, tapi tidak pantas sebagai partner,
terutama dalam bisnis.
Attitude is everythings
Saya bahkan pernah berpikir. Bila ada mahasiswa
terpintar dan pas-pasan, dalam hal angka yang tertera di ijazah. Saya yakin,
saat mereka lulus dan melamar kerja. Maka, HRD akan memutuskan untuk menerima
siapa yang pantas bekerja, bukan karena angka yang mereka peroleh, tetapi lebih
karena attiude yang melekat pada diri mereka. Karena, attitude lebih utama
dibandingkan hal lainnya. Atau bahasa kerennya attitude is everythings. Anda setuju?
Ciganjur, Minggu, 19 Februari 2012
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist BB 270fe9b7
Bagikan