Rabu, 15 Februari 2012

Jangan Mau Sukses, Resikonya Berat



Dream team saya pernah pecah karena kekuarangan uang. Dan Dream Team saya pernah pecah juga karena kebanyakan uang. Semuanya butuh kebijaksanaan dalam diri.

#Ippho Right Santosa

Siapa yang tidak mau sukses?
Rasanya, hampir semua orang ingin sukses, betulkan?
Apapun status, kondisi dan keberadaan seseorang saat ini. Menjadi sukses tetap tertulis dalam harapan dan doanya. Saya termasuk juga di dalamnya. Apakah Anda juga? 

Sukses dan resiko

Ngomong-ngomong tentang sukses. Saya teringat dengan postingan Coach Tjia di milist NLP yang saya ikuti. Yang intinya. Beliau mewarning kepada siapa saja yang sedang mengejar cita-citanya menjadi sukses. Warningnya lebih bersifat anjuran waspada. Supaya, setiap pelaksanaan dan aktifitas dalam rangka mewujudkan cita-cata, selalu dalam kondisi penuh kesadaran. Menyadari bahwa, apapun tindakan kita, ada konsekwensi yang harus kita pertangungjawabkan.   

Dan tahukah Anda, apa konsewensi yang akan Anda tanggung ketika menjadi sukses nanti? Silahkan Anda mengira-ngira dan menebaknya. Karena, saya sendiri tidak tau apa yang akan terjadi kepada diri saya kelak. Tetapi, saya punya prinsip. Bahwa belajar kehidupan bukan pada pengalaman pribadi saya saja. Namun pengalaman hidup orang lain adalah ibrah bagi saya juga. 

Oleh sebab itu, saya menduga dan mengira-ngira. Mungkin, resiko yang akan saya tangung atau saya hadapi, ketika saya sudah berdiri di titik kesuksesan menurut pemikiran saya (standar dan pengertian). Tidak jauh seperti Kevin, putra Adie Ms dan Memes. Bukan bermaksud menceritakan keluarga orang lain. Karena saya termasuk tipe lelaki yang tidak suka rumah tangga saya dicampuri oleh orang luar. Tetapi, justru saya mau belajar dari cerita ini.

Belajar dari kesuksesan Kevin Viera

Sebelum melambung dengan kesibukannya bersama Viera. Adie Ms menceritakan, pertemuan antara dia dengan anaknya, lebih sering terjadi secara face to face. Karena dalam kamus Adie Ms, pertemuan langsung tak bisa tergantikan oleh media apapun. 

Handphone, e-mail, Skype, Twitter, atau Facebook tidak ada yang bisa menggantikan kenikmatan, manfaat, dan kenangan pertemuan langsung. Saya tidak pernah punya kenangan berkomunikasi dengan seseorang melalui e-mail, telepon atau internet, sekuat saat berkomunikasi langsung, menanggapi ekspresi wajah masing-masing. Intinya, komunikasi langsung, face to face tidak bisa tergantikan bahkan dengan teknologi canggih pun. Nilainya beda,” tegas pendiri Twilite Orchestra ini.

Tetapi lain cerita, setelah Kevin bersama Vieranya harus memiliki kesibukan yang sangat padat. Pertemuan rutin seperti dulu, sudah mulai berkurang. Tetapi, Adie mensiasati, apapun kondisinya, tetap berusaha mempunyai waktu bertemu dengan anaknya. 

“Memang sih sekarang karena kesibukan Kevin, mau tidak mau waktu mengobrol jadi jauh berkurang. Tapi yang utama, saya berusaha memfasilitasi dia dengan waktu yang saya miliki untuk berkomunikasi. Kami sering mengobrol tengah malam saat seisi rumah sudah lelap,” papar pria pemilik nama lengkap Addie Mulyadi Sumaatmaja ini.

Waktu bersama keluarga berkurang

Dan kevinpun menceritakan kesibukannya bersama Viera. Satu hari, Vierra bisa manggung tiga kali di tempat yang berbeda. Belum lagi pembuatan video klip dan lain-lain. Kevin sempat berujar, rasanya seperti tidak tinggal serumah dengan orangtuanya.

“Iya nih, saking sibuknya. Tinggal serumah jadi seperti tidak serumah. Biasanya aku cuma punya waktu satu jam sehari untuk bertemu mereka. Itu pun tengah malam. Makanya pasti ada hal-hal yang hilang. Seperti momen makan malam. Biasanya kami makan malam bersama sekeluarga sambil bercanda, ngobrol. Sering kangen saat-saat seperti itu.”

Petikan-petikan wawancara yang saya dapatkan dari Tabloid Bintang di atas. Memberi gambaran bagi saya. Setidaknya, ada hal yang harus saya persiapkan pada diri saya dalam menyikapi dan menjalani titik kesuksesan saya. Yaitu, waktu yang hanya berputar dua kali 12 jam dalam sehari. Tidak akan bisa saya isi lagi seperti kehidupan saya sekarang. 

Saya pernah mengalami

Shalat Shubuh, dan maqrib bisa berjamaah dengan istri, karena saya banyak beraktifitas di rumah. Kegiatan di pagi hari, sibuk mengajak jari-jemari saya menari di atas keyboard (menulis). Semua kondisi ini bisa saya alami dengan penuh sukacita. Tapi, saya tidak bisa membayangkan, jika pengalaman seperti pada bulan juni 2011 yang lalu terulang lagi dalam hidup saya. Hampir setiap hari saya mendapat kesempatan untuk menjadi pembicara di berbagai tempat. Perusahaan, sekolah, kampus dan pengajian.

Satu sisi saya sangat mensyukuri. Karena itulah bentuk dari doa-doa yang telah Allah ijabahkan. Namun, di sisi lain. Saya merasa hidup saya ada yang hilang. Berangkat pagi setelah shubuh dan pulang malam setelah isya. Bertemu istri badan sudah lelah. Inginnya langsung menutup kelopak mata, supaya keesokan harinya bisa segar bugar. Momen itu, banyak menguras waktu saya dengan orang lain, dibanding dengan keluarga.

Butuh bertanggung jawab

Dari kondisi ini, saya menyadari. Bahwa, setiap kondisi memliki suka dan duka pada kondisinya masing-masing. Seperti kata Ippho santosa. "Dream team saya pernah pecah karena kekuarangan uang. Dan Dream Team saya pernah pecah juga karena kebanyakan uang. Semuanya butuh kebijaksanaan dalam diri".

Oleh karena itu, mari kita menyadari setiap konsekwensi dari perilaku kita. Kemudian, kita bertangungjawab sepenuhnya untuk hal itu.

Ciganjur, Selasa 24 Januari 2012
Note: Terima kasih kepada Adie Ms dan Kevin, penjelasan kepada Tabloid Bintang, memberi pelajaran berharga bagi saya.
Bagikan