Selasa, 07 Februari 2012

Hal Lain Yang Menghambat Saya Menulis



“Kamu adalah sebaik-baik ummat, yang diciptakan untuk ummat manusia”
# Al-Ayat

Sebelumnya, saya pernah menceritakan kepada Anda, apa yang menyebabkan saya pernah berhenti menulis. Hampir 4 bulan lebih lamanya, saya stagnan. Tidak ada catatan harian tentang pengalaman hidup sehari-hari, tertuang dalam lembaran putih microsoft word notebook saya. Pada kesempatan kali ini, saya mau sharing juga kepada anda, hal lain, yang pernah membuat saya ragu-ragu dan hilang semangat menulis.

Sifat dasar manusia, ingin diapresiasi

Fitrah sebagai manusia, memiliki perasaan dan ego untuk dihargai dan mendapatkan apresiasi. Bahkan, Tuhan saja memberikan apresiasi untuk manusia di depan para Malaikatnya, bahwa sebaik-baiknya penciptaan yang pernah Allah kreasikan, adalah manusia. Dan dengan terang-terangan dalam kalam-Nya yang lain. “Kamu adalah sebaik-baik ummat, yang diciptakan untuk ummat manusia”.

Sangatlah wajar, makhluk sempurna mempunyai rasa untuk diapresiasi. Kalau saya sendiri menanggapi. Justru karena adanya ego untuk mendapatkan penghargaan, itulah pertanda,  manusia itu sempurna. Sebab, bila seseorang tidak memiliki perasaan tersebut, maka dia bukanlah manusia. Bisa jadi Malaikat. Tanpa ada dorongan nafsu dalam dirinya.

Meskipun ego ingin dihargai suatu kelumrahan. Namun, bila bukan pada tempatnya, apalagi berlebihan, maka sudah bukan lagi suatu kewajaran. Oleh sebab itu, sebaik-baiknya perbuatan adalah pertengahannya. Tidak terlalu sedikit, dan juga banyak. Dan sedikit-banyak itu, setiap orang, standarnya bisa berbeda-beda. Sebab, itu termasuk dalam tatanan nilai-nilai yang dipegang dalam hidup. Beserta, prinsip hidup yang dibawa ke mana-mana.

Saya mengalaminya

Demikianlah yang saya alami dalam konteks menulis. Mungkin, hampir semua penulis, berharap dan ingin, agar tulisannya ada yang membaca. Sebagaimana kita bahas di atas. Itu sangat lumrah dan manusiawi. Bahkan, salah satu penghalang seseorang memulai menulis, karena takut tidak ada yang membaca. Sayapun mengharapkan itu terjadi. Nah, apakah Anda mengalami hal serupa?

Kemudian, lebih parahnya lagi, bukan hanya itu. Ada harapan lain bergejolak dalam diri. Saya mempunyai keinginan, supaya blog saya www.kursusnlp.com ada yang mengunjungi setiap harinya. Sejujurnya, salah satu alasan saya menulis dan memposting artikel di sana, supaya domain saya bisa terlist di search engine, berkat tulisan-tulisan dan bahan bacaan yang di cari oleh pembaca di google.com 

Itu sempat terjadi selama beberapa bulan, awal tahun 2011. Januari – Maret. Hampir setiap hari saya membuka website saya, kemudian melihat laporan statistik, hari ini berapa orang pengunjung yang datang. Artikel apa saja yang mereka klik. Bila statistiknya mencapai angka 300, maka ada emosi senang berputar-putar dalam diri saya. Tapi begitu di bawah 100 (visit today), maka, perasaan malas tak bergairah, menari-nari dalam sini. Akibat malas itu, bila ada ide baru hadir, terlepas begitu saja. Saya tidak termotivasi untuk segera mengikatnya. Seperti saat kita tidak nafsu makan. Makanan terlezat apapun terhidang, maka, kita biarkan saja. Hal ini sempat saya alami sampai dengan bulan Agustus 2011. 

Pendorong utama saya menulis

Sampai, suatu hari saya duduk dengan kaki bersila, mata saya menatap lembaran kosong warna putih di layar screen notebook. Saya menarik nafas panjang, dan melepaskannya secara perlahan-lahan. Lalu saya menyelam ke dalam diri, sambil bertanya, “Apa sebenarnya yang aku cari?” Tiba-tiba, muncul layar lebar di hadapan saya berupa imanjinasi pikiran. Dalam layar tersebut berisi harapan dan keinginan saya, terutama konteks menulis. Berbagai macam secene alasan, yang mendorong saya menulis, bergantian tampil, seperti slide show. Terakhir, ada slide bergerak dengan amat lambat, lengkap dengan gambar seperti saya inginkan itu terjadi. Pada tampilan tersebut tertulis; 

Yang mendorong saya menulis, saya mau meninggalkan jejak kepada generasi saya lewat catatan harian. Sehingga, generasi setelah saya, mereka mengetahui siapa sesungguhnya sepuh mereka. Dan apa saja yang saya lakukan?

Lalu saya membuka kembali mata saya, sambil bersyukur kepada Allah, masih mengizinkan sang otak merekam cita-cita saya tersebut. Sehingga, saya bisa merecall nya berulang-ulang, kapanpun saya mau. Ungkapan terima kasih kepada diri, saya ingat mengucapkan sambil mengelus-elus dada saya “Terima kasih ya, sudah mengingatkan kembali misi saya dalam menulis”.

Komitmen untuk diri sendiri

Setelah itu, memasuki bulan sepetember awal. Saya membuat komitmen kepada diri saya sendiri, untuk menuangkan setiap akitifitas yang bermakna kepada diri saya. Entah pengalaman pribadi, atau saya mendapat pembelajaran dari mendengar, melakukan dan membaca tulisan orang lain. Sebagaimana konsep mengikat makna yang saya peroleh dari bukunya bapak Hernowo. Beliau mencontohkannya, pada catatan FB beliau sendiri. Setiap hari, tidak pernah absen, selalu ada tulisan yang beliau bagikan. 

Semenjak itu, saya menanamkan kepada diri, “Saya menulis karena saya mau. Dan isi tulisan yang saya tuangkan untuk diri saya, bukan untuk orang lain”. Alhamdulillah, saya bisa menjalankanya, meskipun tidak setiap hari menulis, tapi minimal, setiap bulannya, ada 13 catatan bisa saya rangkum, ide-ide yang berseliweran di kepala saya.

Mohon sambung doa, semoga ini istiqamah saya jalankan.
Ciganjur, Senin 16 Januari 2012
Mari silaturahim, follow @mind_therapist I BB; 270fe9b7
Bagikan