“Kamu adalah sebaik-baik ummat,
yang diciptakan untuk ummat manusia”
# Al-Ayat
Sebelumnya, saya pernah
menceritakan kepada Anda, apa yang menyebabkan saya pernah berhenti menulis. Hampir 4 bulan lebih lamanya,
saya stagnan. Tidak ada catatan harian tentang pengalaman hidup sehari-hari,
tertuang dalam lembaran putih microsoft
word notebook saya. Pada kesempatan kali ini, saya mau sharing juga kepada
anda, hal lain, yang pernah membuat saya ragu-ragu dan hilang semangat menulis.
Sifat dasar manusia, ingin diapresiasi
Fitrah sebagai manusia,
memiliki perasaan dan ego untuk dihargai dan mendapatkan apresiasi. Bahkan,
Tuhan saja memberikan apresiasi untuk manusia di depan para Malaikatnya, bahwa
sebaik-baiknya penciptaan yang pernah Allah kreasikan, adalah manusia. Dan
dengan terang-terangan dalam kalam-Nya yang lain. “Kamu adalah sebaik-baik ummat, yang diciptakan untuk ummat manusia”.
Sangatlah wajar, makhluk
sempurna mempunyai rasa untuk diapresiasi. Kalau saya sendiri menanggapi.
Justru karena adanya ego untuk mendapatkan penghargaan, itulah pertanda, manusia itu sempurna. Sebab, bila seseorang
tidak memiliki perasaan tersebut, maka dia bukanlah manusia. Bisa jadi
Malaikat. Tanpa ada dorongan nafsu dalam dirinya.
Meskipun ego ingin dihargai
suatu kelumrahan. Namun, bila bukan pada tempatnya, apalagi berlebihan, maka
sudah bukan lagi suatu kewajaran. Oleh sebab itu, sebaik-baiknya perbuatan
adalah pertengahannya. Tidak terlalu sedikit, dan juga banyak. Dan
sedikit-banyak itu, setiap orang, standarnya bisa berbeda-beda. Sebab, itu termasuk
dalam tatanan nilai-nilai yang dipegang dalam hidup. Beserta, prinsip hidup yang
dibawa ke mana-mana.
Saya mengalaminya
Demikianlah yang saya alami
dalam konteks menulis. Mungkin, hampir semua penulis, berharap dan ingin, agar
tulisannya ada yang membaca. Sebagaimana kita bahas di atas. Itu sangat lumrah
dan manusiawi. Bahkan, salah satu penghalang seseorang memulai menulis, karena
takut tidak ada yang membaca. Sayapun mengharapkan itu terjadi. Nah, apakah Anda
mengalami hal serupa?
Kemudian, lebih parahnya lagi, bukan
hanya itu. Ada harapan lain bergejolak dalam diri. Saya mempunyai keinginan, supaya
blog saya www.kursusnlp.com ada yang mengunjungi setiap
harinya. Sejujurnya, salah satu alasan saya menulis dan memposting artikel di
sana, supaya domain saya bisa terlist di search
engine, berkat tulisan-tulisan dan bahan bacaan yang di cari oleh pembaca
di google.com
Itu sempat terjadi selama
beberapa bulan, awal tahun 2011. Januari – Maret. Hampir setiap hari saya
membuka website saya, kemudian melihat laporan
statistik, hari ini berapa orang pengunjung yang datang. Artikel apa saja yang
mereka klik. Bila statistiknya mencapai angka 300, maka ada emosi senang
berputar-putar dalam diri saya. Tapi begitu di bawah 100 (visit today), maka, perasaan malas tak bergairah, menari-nari dalam
sini. Akibat malas itu, bila ada ide baru hadir, terlepas begitu saja. Saya
tidak termotivasi untuk segera mengikatnya. Seperti saat kita tidak nafsu
makan. Makanan terlezat apapun terhidang, maka, kita biarkan saja. Hal ini sempat
saya alami sampai dengan bulan Agustus 2011.
Pendorong utama saya menulis
Sampai, suatu hari saya duduk
dengan kaki bersila, mata saya menatap lembaran kosong warna putih di layar screen notebook. Saya menarik nafas
panjang, dan melepaskannya secara perlahan-lahan. Lalu saya menyelam ke dalam
diri, sambil bertanya, “Apa sebenarnya
yang aku cari?” Tiba-tiba, muncul layar lebar di hadapan saya berupa
imanjinasi pikiran. Dalam layar tersebut berisi harapan dan keinginan saya,
terutama konteks menulis. Berbagai macam secene alasan, yang mendorong saya
menulis, bergantian tampil, seperti slide show. Terakhir, ada slide bergerak
dengan amat lambat, lengkap dengan gambar seperti saya inginkan itu terjadi. Pada
tampilan tersebut tertulis;
“Yang mendorong saya menulis,
saya mau meninggalkan jejak kepada generasi saya lewat catatan harian.
Sehingga, generasi setelah saya, mereka mengetahui siapa sesungguhnya sepuh
mereka. Dan apa saja yang saya lakukan?”
Lalu saya membuka kembali mata
saya, sambil bersyukur kepada Allah, masih mengizinkan sang otak merekam
cita-cita saya tersebut. Sehingga, saya bisa merecall nya berulang-ulang, kapanpun saya mau. Ungkapan terima kasih
kepada diri, saya ingat mengucapkan sambil mengelus-elus dada saya “Terima kasih ya, sudah mengingatkan kembali
misi saya dalam menulis”.
Komitmen untuk diri sendiri
Setelah itu, memasuki bulan
sepetember awal. Saya membuat komitmen kepada diri saya sendiri, untuk
menuangkan setiap akitifitas yang bermakna kepada diri saya. Entah pengalaman
pribadi, atau saya mendapat pembelajaran dari mendengar, melakukan dan membaca
tulisan orang lain. Sebagaimana konsep mengikat makna yang saya peroleh dari
bukunya bapak Hernowo. Beliau mencontohkannya, pada catatan FB beliau sendiri.
Setiap hari, tidak pernah absen, selalu ada tulisan yang beliau bagikan.
Semenjak itu, saya menanamkan kepada
diri, “Saya menulis karena saya mau. Dan
isi tulisan yang saya tuangkan untuk diri saya, bukan untuk orang lain”.
Alhamdulillah, saya bisa menjalankanya, meskipun tidak setiap hari menulis,
tapi minimal, setiap bulannya, ada 13 catatan bisa saya rangkum, ide-ide yang
berseliweran di kepala saya.
Mohon sambung doa, semoga ini
istiqamah saya jalankan.
Ciganjur, Senin 16 Januari 2012
Mari silaturahim, follow @mind_therapist I BB; 270fe9b7