Suatu
perisitwa, maknanya sangat tergantung pada suatu konteks.
#Kesadaran
Makna
Terkadang
saya bertanya kepada diri sendiri, “apa
sebenarnya yang sedang aku lakukan?” saat mengkonsistenkan diri dalam
aktifitas mengikat makna. Suatu ritual menulis pengalaman hidup, yang saya yakini
bermakna bagi saya.
Pertanyaan
ini menyapa saya, bukan saja saat jari jemari menunjukkan keindahan
goyangannya. Seperti tarian indah Agnes Monica. Akan tetapi juga setelah saya
menulis ulang (baca mengedit) kata-kata yang telah terangkum pada ukuran kertas
A4—dua sampai tiga halaman. Tulisan ini biasanya saya ambil dalam folder “Note Ruang Private” di driver :D.
Saya membaca
perlahan-lahan, terkadang cerita sehari-hari itu tidak terlalu bermakna. Karena
itu peristiwa kejadian rutin saya alami. Akan tetapi saya tidak memperdulikan
hal itu. Saya terus mengikat makna. Entah itu berbobot, bagus, pantas, entah
embel-embel lainnya. Saya berkomitmen tetap menuliskan pengalaman
sehari-hari—meskipun cuma sebesar zarrah kebermaknaannya bagi saya.
Dalam
Angkot 02 Pondok Labu-Lenteng
Saya sangat
menyadari, bukan terkadang, tapi pantas saya sebut sering. Pengalaman yang saya
abadikan, sangat remeh temeh. Sebut saja cerita—detik-detik saya pulang—dari
memberikan pelatihan “Psychology of Money”
untuk teman-teman karyawan dan therapist di Natura Clinic Depok.
Hikayatnya,
hari kamis yang lalu, 12 April 2012. Saya berkomitmen silaturahim dengan bang
Aris Permana, pemilik Natura Clinic. Bentuk silaturahimnya, selain bertatap
sapa, saya juga mengajukan diri membagikan sedikit pemahaman ilmu yang saya
kuasai kepada team beliau. Harapan, menjadi manfaat dan keberkahan.
Alhamdulillah,
silaturahim saya ke sana berlangsung dari mulai jam 11.00 hingga 13.00. Kemudian,
selesai acara, kami makan bersama sambil ngobrol-ngbrol memperat hubungan
pershahabatan di restoran depan Natura Clinic.
Tidak lama setelah selesai
menyantap aneka sambal dan ikan bawal di restoran tepat depan Natura Clinic,
saya bergegas mohon pamitan pulang. Karena, sorenya, jam 18.00 saya akan mengajar
kelas Ease Your Nervouse sesi kedua.
Program reguler Public Speaking I Thantowi
Yahya Public Speaking School di Mayapada Tower Sudirman.
Sebagaimana
sering saya riawayatkan kepada Anda. Sekarang ini, saya masih menggunakan jasa
angkutan umum untuk perjalanan menuju tempat pelatihan. Dan pulang dari Depok,
saya naik Angkot 02 berwarna merah, Lenteng-Pondok Labu.
Nak
Jangan Nakal
Nah, dalam
angkot, saya mendapat pengalaman bermakna—tentang pola bahasa—dalam rahim
pengasuhan anak. Begitu mobil saya tumpangi melewati pasar lenteng, ada ibu
muda, suami dan anaknya baru berusia sekitar 4 tahun—menyetop mobil yang saya domplengi
dan naik ke dalam.
Bibir sang
anak berwarna merah seperti luka terkoyak. Kemudian, ada seorang ibu-ibu dalam
angkot berusia 50’an bertanya “Bibirnya
kenapa?”. Sang ibu muda menjawab “Jatuh
tadi pas lari-lari di pasar”. Kemudian ibu-ibu (50’an) menganjurkan supaya
segera menabur gula pasir agar bibirnya cepat rapat kembali. Selang 400 meter
kemudian, ibu muda bersama suami dan anaknya turun.
Lalu, si
ibu-ibu (50’an) ngomong kepada anak kecil di sampingnya (dugaan saya cucu
beliau). “Makanya Nanda jangan
nakal—tidak lari-lari, bisa seperti itu”. Mendengar pola kalimat nasehat
kepada anak seperti itu, telinga saya langsung terdengar bunyi sirene “wiew…wiew…wiew…” Tanda ada kurang beres.
Maksud saya, ada sesuatu yang saya dengar—di mana menurut saya, kalimat
tersebut kurang memberdayakan kepada pendengarnya. Terutama sang anak.
Mari kita
amati strukturnya “Makanya Nanda jangan
nakal” (pikiran kreatif pendengar pasti menganalisa—jangan nakal terus apa
dong?). Berarti, pola bahasa ini belum jelas intruksinya. Dan lebih parahnya
lagi, sang ibu mengasosiasikan nakal dengan lari-lari. Sementara si anak juga
melihat efek dari kondisi itu. Saya hanya mengira-ngira, bila nasehat ini
berulang-ulang masuk kepada sang anak. Seperti apa reaksinya dalam hal “Lari”?
Peringatan
Selama dalam
angkot hingga sampai ke tempat tujuan. Saya mensyukuri sejarah ini. Karena,
saya menyikapi peristiwa ini, tak ubahnya peringatan dari Allah. Agar saya
mengkomunikasikan sesuatu kepada anak saya, dengan pola bahasa yang
memberdayakan bagi perkembangan pikiran, emosi, dan perilakunya.
Ciganjur, 13
April 2012
Mari silaturahim, follow @mind_therapist I 270fe9b7
Bagikan