|
Nilai pemberian itu
bukan tertakar pada besar kecil. Akan tetapi keikhlasan dan keistiqamahannya.
#NasehatDiri
Training NSP
Hari ini saya mengikuti training tentang khazanah
keilmuan dan kebijaksanaan penyembuhan Nusantara. Nusantara Shamanic Psychotherapy. Bila Anda membaca kata shaman, mungkin terbayang di fikiran
Anda orang berpakaian warna hitam legam, sambil duduk di depannya ada dupa dan
kemenyan, juga berserta bunga-bungaan tertentu (tujuh warna).
Tapi, bukan demikian kelas yang
saya ikuti. Kelas ini seperti kelas / pelatihan umumnya. Bahkan yang menariknya,
kelas Nusantara Shamanic Psychotherapy,
seperti calon polisi mempelajari krimonologi. Belajar bukan untuk berbuat kriminal,
tetapi mengetahui apa itu kejahatan. Demikianlah dengan kelas NSP ini.
Belajar kedermawanan
Pada kesempatan ini, saya tidak
ingin menjelaskan dan memberitahukan kepada Anda, apa isi kelas tersebut?
Sehingga mungkin membuat Anda penasaran dan berhasrat mengikutinya. Tetapi,
saya mau sharing kepada Anda, Khazanah hikmah kehidupan selama training
berlangsung. Yakni pembelajaran tentang kedermawanan, yang saya dapatkan secara
tak langsung, dari seorang peserta pelatihan. Beliau dr.Kasim.
Saya tidak tau siapa beliau
sesungguhnya, tetapi awal perjumpaan saya dengan beliau, waktu saya mendapat
kesempatan untuk menjadi host di Smart FM, pada acara Provokasi. Saya sangat
berterima kasih kepada bapak Prasetya M brata, telah mengundang untuk
bercuap-cuap selama 40 menit dalam ruang kedap suara itu bersama beliau.
Sehingga, momen itu juga menjadi sebagai perwujudan salah satu impian saya.
Pertemuan kedua pada event NLP Conference kedua, dan selama 2
hari ini (rabu-kamis), saya dapat berinteraksi bersama beliau, dalam rangka
menikmati ilmu ”Ikhlas tanpa bertanya dan
yakin tanpa membandingkan” di kelas Nusantara
Shamanic Psychoterapy.
Dua orang yang patut kita iri
Sementara Anda terus melanjutkan
membaca cerita saya ini. Berbicara mengenai kedermawanan, saya teringat dengan
pesan inspirator mulia bapak Jamil Azzaini. Beliau sering mengingatkan ”Dalam hidup ini irilah kepada dua orang, pertama
orang kaya yang dermawan. Kedua, orang yang banyak bermanfaat bagi hidup”.
Dan kesadaran saya tentang pesan
tersebut, terlihat oleh saya pada perilaku spontanitas dr.Kasim. Ini terjadi pada
hari pertama pelatihan. Saat sesi istirahat untuk shalat dhuhur dan Ashar. Di Musholla
gedung tersebut tidak menyediakan sandal untuk berwudhu. Sehingga, setelah
shalat, para peserta menginjak sepatunya, agar tidak kotor melangkah ke
Musholla.
Nah pada hari kedua, saat ishoma. dr.Kasim mengeluarkan sandal
yang masih terbungkus plastik (baru)—yang beliau bawa dari rumah. Kemudian beliau
berikan kepada teman-teman yang mau wudhu duluan. Setelah itu berlanjut satu
persatu dengan peserta lain. Menurut saya, ini tanda perilaku spontanitas, memberi
mamfaat bagi bersama.
Tidak hanya itu yang saya sadari
jiwa kedermawanan beliau. Seperti biasa, terkadang sesi setelah makan,
menyebabkan mata peserta lebih ingin berkedip-kedip, alias sedikit mengantuk.
Diantara itu terdengar celetukan peserta, ”Enaknya
minum kopi nih?”.
Paket Nescafe lotte
Satu jam kemudian, selama sesi
sedang berlangsung, dan sebelum break siang. Ada orang datang mengantarkan
nescafe lotte isi 240ml, katanya pesanan dr.Kasim. Setelah paket itu saya
serahkan ke dr.Kasim, beliau langsung membagikan kepada seluruh peserta. Meski
pada dasarnya, panitia telah menyiapkan minum untuk coffee break sore.
Mungkin Anda mengira atau menganggap
itu biasa, tetapi bagi saya, sikap spontanitas beliau sungguh sangat
menginspirasi. Karena beliau melakukan itu bukan pada posisi sebagai penyelenggara, tetapi
sebagai peserta.
Apa inspirasinya? Biasanya kalau
saya jadi peserta, maka saya akan berharap penyelenggara untuk peka dengan keinginan
saya. Tapi beliau melakukan hal berbeda. Tersirat makna tak terucap di sana. ”Lakukan apa yang mampu dan bisa kerjakan.
Hindari menunggu, menunggu, dan menunggu”.
Ciganjur, 9 April 2011
|