Selasa, 10 April 2012

Dua Orang Patut Kita Iri

Nilai pemberian itu bukan tertakar pada besar kecil. Akan tetapi keikhlasan dan keistiqamahannya.
#NasehatDiri

Training NSP

Hari ini saya mengikuti training tentang khazanah keilmuan dan kebijaksanaan penyembuhan Nusantara. Nusantara Shamanic Psychotherapy. Bila Anda membaca kata shaman, mungkin terbayang di fikiran Anda orang berpakaian warna hitam legam, sambil duduk di depannya ada dupa dan kemenyan, juga berserta bunga-bungaan tertentu (tujuh warna).

Tapi, bukan demikian kelas yang saya ikuti. Kelas ini seperti kelas / pelatihan umumnya. Bahkan yang menariknya, kelas Nusantara Shamanic Psychotherapy, seperti calon polisi mempelajari krimonologi. Belajar bukan untuk berbuat kriminal, tetapi mengetahui apa itu kejahatan. Demikianlah dengan kelas NSP ini.

Belajar kedermawanan

Pada kesempatan ini, saya tidak ingin menjelaskan dan memberitahukan kepada Anda, apa isi kelas tersebut? Sehingga mungkin membuat Anda penasaran dan berhasrat mengikutinya. Tetapi, saya mau sharing kepada Anda, Khazanah hikmah kehidupan selama training berlangsung. Yakni pembelajaran tentang kedermawanan, yang saya dapatkan secara tak langsung, dari seorang peserta pelatihan. Beliau dr.Kasim.

Saya tidak tau siapa beliau sesungguhnya, tetapi awal perjumpaan saya dengan beliau, waktu saya mendapat kesempatan untuk menjadi host di Smart FM, pada acara Provokasi. Saya sangat berterima kasih kepada bapak Prasetya M brata, telah mengundang untuk bercuap-cuap selama 40 menit dalam ruang kedap suara itu bersama beliau. Sehingga, momen itu juga menjadi sebagai perwujudan salah satu impian saya.

Pertemuan kedua pada event NLP Conference kedua, dan selama 2 hari ini (rabu-kamis), saya dapat berinteraksi bersama beliau, dalam rangka menikmati ilmu ”Ikhlas tanpa bertanya dan yakin tanpa membandingkan” di kelas Nusantara Shamanic Psychoterapy.

Dua orang yang patut kita iri

Sementara Anda terus melanjutkan membaca cerita saya ini. Berbicara mengenai kedermawanan, saya teringat dengan pesan inspirator mulia bapak Jamil Azzaini. Beliau sering mengingatkan ”Dalam hidup ini irilah kepada dua orang, pertama orang kaya yang dermawan. Kedua, orang yang banyak bermanfaat bagi hidup”.

Dan kesadaran saya tentang pesan tersebut, terlihat oleh saya pada perilaku spontanitas dr.Kasim. Ini terjadi pada hari pertama pelatihan. Saat sesi istirahat untuk shalat dhuhur dan Ashar. Di Musholla gedung tersebut tidak menyediakan sandal untuk berwudhu. Sehingga, setelah shalat, para peserta menginjak sepatunya, agar tidak kotor melangkah ke Musholla.

Nah pada hari kedua, saat ishoma. dr.Kasim mengeluarkan sandal yang masih terbungkus plastik (baru)—yang beliau bawa dari rumah. Kemudian beliau berikan kepada teman-teman yang mau wudhu duluan. Setelah itu berlanjut satu persatu dengan peserta lain. Menurut saya, ini tanda perilaku spontanitas, memberi mamfaat bagi bersama.

Tidak hanya itu yang saya sadari jiwa kedermawanan beliau. Seperti biasa, terkadang sesi setelah makan, menyebabkan mata peserta lebih ingin berkedip-kedip, alias sedikit mengantuk. Diantara itu terdengar celetukan peserta, ”Enaknya minum kopi nih?”.

Paket Nescafe lotte

Satu jam kemudian, selama sesi sedang berlangsung, dan sebelum break siang. Ada orang datang mengantarkan nescafe lotte isi 240ml, katanya pesanan dr.Kasim. Setelah paket itu saya serahkan ke dr.Kasim, beliau langsung membagikan kepada seluruh peserta. Meski pada dasarnya, panitia telah menyiapkan minum untuk coffee break sore.

Mungkin Anda mengira atau menganggap itu biasa, tetapi bagi saya, sikap spontanitas beliau sungguh sangat menginspirasi. Karena beliau melakukan itu bukan pada posisi sebagai penyelenggara, tetapi sebagai peserta.

Apa inspirasinya? Biasanya kalau saya jadi peserta, maka saya akan berharap penyelenggara untuk peka dengan keinginan saya. Tapi beliau melakukan hal berbeda. Tersirat makna tak terucap di sana. ”Lakukan apa yang mampu dan bisa kerjakan. Hindari menunggu, menunggu, dan menunggu”.

Ciganjur, 9 April 2011
Bagikan