Minggu, 15 April 2012

Mengubah Nasib Dengan Merobek Pola Lama


Tugasmu hanya menyelesaikan apa yang telah kamu inginkan.
#Nasehat Sang Guru

Mengapa malas menulis?

Hapir dua minggu lebih. Tepatnya dari semenjak tanggal 9 maret 2012 yang lalu. Saya menelisik di folder ruang private catatan saya—tanpa ada tambahan stok terbaru di sana.

 Folder ruang private ini merupakan tempat saya menyetok tulisan-tulisan yang saya tulis tanpa memikirkan salah atau benar. Baik itu eyd, atau susunan dan pilihan katanya. Intinya, menulis bebas—lepas dari beban. Terpenting adalah, semua ide dalam pikiran saya, saya dapat menuangkan ke dalam lembaran putih bersih seukuran A4.

Saya berusaha mengamati sesuatu yang terjadi pada diri saya. Apa faktor penghambat ini? 

Padahal, 14 hari sudah berlalu, banyak peristiwa bermakna telah saya jalani. Biasanya, setiap mengalami suatu peristiwa—baik secara langsung (pengalaman fisik), mendengar atau membacanya. Saya langsung mengikatnya (baca; menulis). Tidak peduli itu panjang atau pendek. Apalagi memperdulikan omongan orang lain. 

Kemudian, saya hening sejenak menenangkan diri. Seperti biasanya saya lakukan dan ceritakan di blog ini. Saya duduk sambil bersila dan memejamkan mata saya. Saya menyadari setiap nafas masuk dan keluar. Perlahan-lahan pergejolakan jiwa dalam diri, mulai terasa semakin jelas. Sampai beberapa saat kemudian—Saya menyadari faktor utama kemalasan saya melakukan kegiatan mengikat makna.

Konsep baru buku The Tsunami Effect

Ternyata, itu akibat kemarahan dan kekecewaan pada diri saya. Pasalnya, pada Jumaat 9 maret saya bertemu dengan pihak penerbit yang mengerjakan proyek buku pardana saya. (InsyAllah terbit pertengahan bulan mei). Pada pertemuan tersebut, kami membicarakan progress buku. Saya berharap petemuan itu menjadi tatap muka—berita gembira untuk saya. 

Akan tetapi, rupanya pihak penerbit menemukan ide baru—konsep yang lebih menjual menurut mereka. Oleh sebab itu, saya harus membuat tulisan tambahan. Meskipun tidak merombak keseluruhan isi buku. Tetapi, tambahan ini tidak sreg bagi saya. Sebab, berbeda dengan konsep saya rencanakan.

Selain itu, menurut saya. Penambahan ide, mau tidak mau harus merombak beberapa kata pada tiap bab. Supaya ada kaitan antara satu dengan yang lain. Dan itu, membutuhkan waktu lagi untuk merenovasinya. Namun, penerbit memberi tawaran. Berupa kerjasama menjalankan proyek ini. Yaitu, saya menuliskan tambahan bab satu dan dua. Sementara pengait dengan bab-bab selanjutnya—mereka sendiri yang akan merangkainya.

Antara skripsi & menulis buku

Tidak saya duga. Rupanya, projek perombakan ini membuat saya hilang gairah menuliskan bab satu dan dua. Bahkan, berimbas kepada aktifitas menulis kegiatan bermakna bagi saya. Setelah saya menyadari akar masalahnya. Lalu saya mendamaikan diri saya sendiri. Agar saya bisa kembali menulis mengeluarkan setiap uneg-uneg yang ada di dalam sini. 

Nah, selama proses menyelaraskan emosi ini. Saya mendapatkan warning dari sang bijak. Pesan yang masuk mengingatkan saya—supaya berhati-hati terhadap keputusan apapun akan saya putuskan mengenai kelanjutkan projek buku The Tsunami Effect. Karena, menurutnya, bila saya menghentikan (tidak menyelesaikan) dengan segera buku ini. Bisa jadi, itu akan menciptakan program (pola) baru pada diri saya. 

Yaitu, tidak menyelesaikan apa yang sudah saya mulai. Hal ini, sebelumnya terjadi dengan kuliah. Sebab saya memutuskan untuk berhenti setelah 3 kali judul proposal skripsi ditolak. Dan mengakhiri kuliah saya sebelum saya selesai menulis skripsi.

Warning ini saya terima dengan bahagia. Bahkan, menumbuhkan semangat baru bagi saya. Supaya segera menuntaskan revisi bab satu dan dua. Lantaran, misinya bukan lagi hanya menyelesaikan buku. Tetapi, saya mau menciptakan pola baru. Yaitu, menyelesaikan apa yang telah saya mulai. Apapun itu hasilnya. 

Wahai sang bijak yang terus menemaniku dan bersedia membantuku. Terima kasih atas nasehat dan petuah-petuahmu.

Ciganjur, Rabu 21 maret 2012
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist I 270fe9b7
Bagikan