Senin, 23 April 2012

Masih Perlukah Sopan Santun?


The map is not Territory, but Territory is the map.
(NLP Presupposition) 

Sharing Tsunami Survivor

Senin, 26 Maret 2012. Saya berangkat menuju Cilegon dari Bandung. Saya berangkat, tepat setelah selesai berbagi pengalaman tsunami, dampak tsunami secara fisik dan mental—kepada peserta pelatihan siap siaga bencana. Para peserta yang hadir rata-rata kepala desa (lurah) dan RT daerah lembang. Sebab, topik pembahasan siaga bencana, berhubungan erat dengan kondisi patahan lembang dinyatakan aktif oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). 

Awalnya, saya berniat berangkat dari Bandung menggunakan travel menuju Cilegon. Ternyata, travel yang langsung dari Bandung-Cilegon tidak ada. Namun, harus transit dulu Jakarta, dan menunggu waktu berangkat sesuai jadwal Jakarta-Cilegon. Akhirnya, saya memutuskan menggunakan bis dari terminal Lewipanjang.

Jam 13.30 saya berangkat dari Lewipanjang menumpangi Armada Excecutive. Tiba di terminal bayangan PCI jam 17.30wib. Perjalanan 4 jam, lebih cepat dari perkiraan saya. Tadinya saya menduga, bisa sampai di Cilegon jam 18.00  atau 19.00 maksimal. Lalu, saya menunggu jemputan—teman saya Pak Arif—kepala cabang LP3I Cilegon.

Gigih menawarkan

Selama menunggu jemputan. Saya mendapat pengalaman berharga dari abang-abang ojek di sana. Ada seorang ojeker, langsung merapat menuju bis saya tumpangi, sembari menawarkan jasanya “Ojek Pak” Katanya. Saya melangkah sambil mengangkat tas bawaan baju untuk 3 hari di Cilegon dan menjawab “Saya dijemput”.

Hal bermakna bagi saya—kegigihan dia dalam menawarkan jasanya. Meskipun sebenarnya saya kurang nyaman dengan cara tersebut. Padahal dia sudah tau jawaban saya—bahwa saya sedang menunggu jemputan. Akan tetapi, dia tetap ngotot menawarkan “Pakai ojek aja biar lebih cepat”. Saya hanya diam dan kekeh seperti jawaban sebelumnya “Saya sedang menunggu jemputan”. 

Lima menit saya di situ, tetapi teman saya belum juga tiba. Ojeknya menawarkan lagi “Pakai ojek aja, biar cepat. Sama saja kok dijemput dan naik ojek”. Dia menggunakan nada sedikit memaksa. Saya tetap sopan menjawab “Terima kasih saya dijemput”. Kemudian, saya meninggalkan tempat itu, berjalan kaki ke tempat lain, menunggu teman saya. Karena sangat tidak mungkin saya naik ojek tersebut. Lantaran saya tidak memiliki alamat rumah Pak Arif. 

Selang beberapa menit kemudian, mobil pak Arif menghampiri saya. Lalu kami menuju ke Kampus LP3I terlebih dahulu, karena beliau ada sesi bimbingan dengan mahasiswa tingkat akhir. Dan jam 20.00 kami pulang ke rumah beliau.

Roadshow Training Motivasi UN

Oh ya, tujuan saya ke Cilegon kali ini dalam rangka Roadshow training motivasi UN untuk siswa kelas 3—di empat sekolah kota Serang dan Pandeglang. Program ini merupakan persembahan LP3I ke sekolah-sekolah yang sudah bekerjasama dengan LP3I. Biasanya LP3I menawarkan ke sekolah-sekolah binaannya. Dan yang merespon, maka menentukan hari dan waktu serta tempatnya. 

Keesokan harinya, selasa 27 maret. Sekolah pertama kami kunjungi berada di Kota Serang. SMKN 1 Serang. Para peserta yang mengikuti, hampir seluruh siswa kelas 3 yang akan menghadapi ujian. Training berlangsung mulai jam 08.10 – 09.45 wib. Selesai dari sini kami bergegas melanjutkan ke SMK & SMA Prisma kota Serang. Pesertanya sekitar 280 siswa. Dan durasinya hampir sama seperti sebelumnya, jam 11.30 – 11.50.

Dan hari kedua, rabu 28 maret. Roadshow berlanjut ke SMA N1 Pandeglang. Sekolah ini mendapatkan penghargaan sekolah terbersih oleh pemerintah daerah Banten. Dan memang, sekolah ini sangat-sangat bersih menurut saya. Karena, sebelum training mulai, saya sempat ke kamar mandi. WC milik siswa, bersih sekali. Dibandingkan dengan sekolah lain pernah saya kunjungi.
Training mulai jam 09.00 – 10.30 wib. Dengan jumlah peserta 240 siswa. Setelah, kami menuju ke sekolah SMK PGRI Pandeglang. 

Sangat berkesan

Setibanya di SMK PGRI Pandeglang, kami disambut oleh guru-guru di sana. Kemudian kami langsung menuju ke ruang aula yang telah disiapkan spanduk, sound system dan infokus. Taklama setelah itu, siswa kelas 3 satu persatu memasuki ruang pelatihan. 

Tadinya saya mengira, akan mendapatkan tantangan luar biasa di sini. Karena, jadwal training mulai jam 11.00 dan selesai 13.00. Secara waktu—training akan melewati jam makan siang. Apalagi ada kredo sekolah swasta, siswanya kreatif. Sehingga, butuh usaha ekstra trainer untuk mengkondisikan mereka.

Tetapi, sungguh itu di luar dugaan saya. Siswanya santun dan sopan. Apalagi cara gurunya melayani kami. Team marketing yang ikut roadshow, mereka mendapat sungguhan makanan ringan dan minuman. Itu tidak kami dapatkan di 3 sekolah sebelumnya. 

Dan, selama saya bekerja sama dengan LP3I melakukan program pelatihan motivasi UN di sekolah-sekolah. Baru sekolah ini mendapat pelayanan hangat dari pihak guru. Malahan, ada sekolah di Jakarta, setelah kami mentraning siswanya. Ada guru yang mengharapkan uang dari LP3I. Alasannya sudah memberi izin untuk sosialisasi. 

Anak desa vs kota

Dari pengalaman ini, saya mencoba melakukan penghakiman berdasarkan realita yang saya alami. Mungkin, secara kemajuan tehnologi dan pergaulan. Anak-anak yang besar di kota lebih unggul dibandingkan desa. Tetapi, dalam hal tatakrama. Sopan santun kepada yang lebih tua. Saya merasakan, kehangatan penghormatan dari teman-teman di sekolah pelosok, sangat tinggi mereka apreasiasikan kepada tamu yang datang ke sekolah mereka.

Namun, saya menyadari, tidak semuanya seperti itu. Akan tetapi, berdasarkan pengalaman saya pribadi—berinteraksi langsung dengan mereka—seperti itulah realitanya. Sekali lagi saya nyatakan. Ini bukan generalisasi. Tetapi, hanya perbandingan kecil dari pengalaman interaksi yang pernah saya alami.

Ciganjur, 30 Maret 2012
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist I 270fe9b7 
Bagikan