The map is not Territory, but Territory is the map.
(NLP Presupposition)
Sharing Tsunami Survivor
Senin, 26 Maret
2012. Saya berangkat menuju Cilegon dari Bandung. Saya berangkat, tepat setelah
selesai berbagi pengalaman tsunami, dampak tsunami secara fisik dan
mental—kepada peserta pelatihan siap siaga bencana. Para peserta yang hadir
rata-rata kepala desa (lurah) dan RT daerah lembang. Sebab, topik pembahasan
siaga bencana, berhubungan erat dengan kondisi patahan lembang dinyatakan aktif
oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).
Awalnya,
saya berniat berangkat dari Bandung menggunakan travel menuju Cilegon.
Ternyata, travel yang langsung dari Bandung-Cilegon tidak ada. Namun, harus
transit dulu Jakarta, dan menunggu waktu berangkat sesuai jadwal
Jakarta-Cilegon. Akhirnya, saya memutuskan menggunakan bis dari terminal
Lewipanjang.
Jam 13.30
saya berangkat dari Lewipanjang menumpangi Armada
Excecutive. Tiba di terminal bayangan PCI jam 17.30wib. Perjalanan 4 jam,
lebih cepat dari perkiraan saya. Tadinya saya menduga, bisa sampai di Cilegon
jam 18.00 atau 19.00 maksimal. Lalu,
saya menunggu jemputan—teman saya Pak Arif—kepala cabang LP3I Cilegon.
Gigih menawarkan
Selama
menunggu jemputan. Saya mendapat pengalaman berharga dari abang-abang ojek di
sana. Ada seorang ojeker, langsung merapat menuju bis saya tumpangi, sembari
menawarkan jasanya “Ojek Pak” Katanya.
Saya melangkah sambil mengangkat tas bawaan baju untuk 3 hari di Cilegon dan
menjawab “Saya dijemput”.
Hal bermakna
bagi saya—kegigihan dia dalam menawarkan jasanya. Meskipun sebenarnya saya
kurang nyaman dengan cara tersebut. Padahal dia sudah tau jawaban saya—bahwa
saya sedang menunggu jemputan. Akan tetapi, dia tetap ngotot menawarkan “Pakai ojek aja biar lebih cepat”. Saya
hanya diam dan kekeh seperti jawaban sebelumnya “Saya sedang menunggu jemputan”.
Lima menit
saya di situ, tetapi teman saya belum juga tiba. Ojeknya menawarkan lagi “Pakai ojek aja, biar cepat. Sama saja kok
dijemput dan naik ojek”. Dia menggunakan nada sedikit memaksa. Saya tetap
sopan menjawab “Terima kasih saya
dijemput”. Kemudian, saya meninggalkan tempat itu, berjalan kaki ke tempat
lain, menunggu teman saya. Karena sangat tidak mungkin saya naik ojek tersebut.
Lantaran saya tidak memiliki alamat rumah Pak Arif.
Selang
beberapa menit kemudian, mobil pak Arif menghampiri saya. Lalu kami menuju ke Kampus
LP3I terlebih dahulu, karena beliau ada sesi bimbingan dengan mahasiswa tingkat
akhir. Dan jam 20.00 kami pulang ke rumah beliau.
Roadshow Training Motivasi UN
Oh ya,
tujuan saya ke Cilegon kali ini dalam rangka Roadshow training motivasi UN
untuk siswa kelas 3—di empat sekolah kota Serang dan Pandeglang. Program ini
merupakan persembahan LP3I ke sekolah-sekolah yang sudah bekerjasama dengan
LP3I. Biasanya LP3I menawarkan ke sekolah-sekolah binaannya. Dan yang merespon,
maka menentukan hari dan waktu serta tempatnya.
Keesokan
harinya, selasa 27 maret. Sekolah pertama kami kunjungi berada di Kota Serang.
SMKN 1 Serang. Para peserta yang mengikuti, hampir seluruh siswa kelas 3 yang
akan menghadapi ujian. Training berlangsung mulai jam 08.10 – 09.45 wib.
Selesai dari sini kami bergegas melanjutkan ke SMK & SMA Prisma kota
Serang. Pesertanya sekitar 280 siswa. Dan durasinya hampir sama seperti
sebelumnya, jam 11.30 – 11.50.
Dan hari
kedua, rabu 28 maret. Roadshow berlanjut ke SMA N1 Pandeglang. Sekolah ini
mendapatkan penghargaan sekolah terbersih oleh pemerintah daerah Banten. Dan
memang, sekolah ini sangat-sangat bersih menurut saya. Karena, sebelum training
mulai, saya sempat ke kamar mandi. WC milik siswa, bersih sekali. Dibandingkan
dengan sekolah lain pernah saya kunjungi.
Training
mulai jam 09.00 – 10.30 wib. Dengan jumlah peserta 240 siswa. Setelah, kami
menuju ke sekolah SMK PGRI Pandeglang.
Sangat berkesan
Setibanya di
SMK PGRI Pandeglang, kami disambut oleh guru-guru di sana. Kemudian kami
langsung menuju ke ruang aula yang telah disiapkan spanduk, sound system dan infokus. Taklama
setelah itu, siswa kelas 3 satu persatu memasuki ruang pelatihan.
Tadinya saya
mengira, akan mendapatkan tantangan luar biasa di sini. Karena, jadwal training
mulai jam 11.00 dan selesai 13.00. Secara waktu—training akan melewati jam
makan siang. Apalagi ada kredo sekolah swasta, siswanya kreatif. Sehingga,
butuh usaha ekstra trainer untuk mengkondisikan mereka.
Tetapi,
sungguh itu di luar dugaan saya. Siswanya santun dan sopan. Apalagi cara gurunya
melayani kami. Team marketing yang
ikut roadshow, mereka mendapat sungguhan makanan ringan dan minuman. Itu tidak
kami dapatkan di 3 sekolah sebelumnya.
Dan, selama
saya bekerja sama dengan LP3I melakukan program pelatihan motivasi UN di
sekolah-sekolah. Baru sekolah ini mendapat pelayanan hangat dari pihak guru.
Malahan, ada sekolah di Jakarta, setelah kami mentraning siswanya. Ada guru
yang mengharapkan uang dari LP3I. Alasannya sudah memberi izin untuk
sosialisasi.
Anak desa vs kota
Dari
pengalaman ini, saya mencoba melakukan penghakiman berdasarkan realita yang saya
alami. Mungkin, secara kemajuan tehnologi dan pergaulan. Anak-anak yang besar
di kota lebih unggul dibandingkan desa. Tetapi, dalam hal tatakrama. Sopan
santun kepada yang lebih tua. Saya merasakan, kehangatan penghormatan dari teman-teman
di sekolah pelosok, sangat tinggi mereka apreasiasikan kepada tamu yang datang
ke sekolah mereka.
Namun, saya
menyadari, tidak semuanya seperti itu. Akan tetapi, berdasarkan pengalaman saya
pribadi—berinteraksi langsung dengan mereka—seperti itulah realitanya. Sekali
lagi saya nyatakan. Ini bukan generalisasi. Tetapi, hanya perbandingan kecil
dari pengalaman interaksi yang pernah saya alami.
Ciganjur, 30
Maret 2012
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist I 270fe9b7
Bagikan
