![]() |
| Nur Avelyna |
Bayi
adalah makhluk terjujur di dunia.
(Unknown)
Learning
by doing
Bagi Anda
yang pernah mengikuti pembelajaran workshop NLP secara intensive. Entah
berdurasi dua hari, atau program sertifikasi selama 5-14 hari. Baik itu dalam negeri
atau luar negeri.
Beberapa di antara Anda tentu mendapat pengalaman praktek, di
mana sang intruktur menganjurkan kepada Anda supaya segera berlatih. Abaikan
mengenai teori. Atau mungkin ada yang belum jelas dengan tehnik baru saja
dibahas. Paling penting Anda mempraktekkannya. Iyakan?
Mungkin,
itulah konsep learning by doing.
Belajar langsung dari pengalaman. Karena, sebaik-baiknya cara belajar, yakni
segera memaplikasikan ilmu yang baru saja dipelajari. Sebab, setelah
melakukanlah baru bisa mengevaluasi dan menganalisa. Inilah yang sedang saya
alami sekarang ini. Yaitu, mempraktekkan sedikit ilmu tentang pengasuhan anak.
Dan itu sungguh mengasyikkan.
KursusNLP
dengan mengasuh anak
Di antara
hal yang mengasyikkan itu, saya bisa mempelajari dengan seksama materi NLP
sudah 3 tahun lalu saya pelajari. Pengamatan saya selama 3 minggu ini kepada
putri saya. Ternyata, mengasuh anak adalah sarana yang sangat-sangat cepat dan
tepat meningkatkan ketrampilan NLP. Kenapa?
Bukankah
Anda masih ingat dengan sejarah Richard Bandler sampai ke titik penyimpulan NLP
bersama Grinder? Ya, persis. NLP berawal dari penasaran. State (kondisi) curiosity (rasa
ingin tahu sangat kuat) dalam sanubari guru kita Richard Bandler. Memang, saat
itu penasarannya bukan mengasuh anak. Tetapi rasa ingin tau tentang, apa
sebenarnya yang paling manusia inginkan? Jawabanya adalah perubahan.
Flexiblity:
gunakan cara lain bila belum berhasil
Demikianpula
yang terjadi kepada putra-putri kita. Tentu bagi Anda yang sudah mempunyai
momongan, menyadarinya bukan? Saya mencermati perilaku putri saya tatkala ingin
ayahnya
(saya) supaya mengendongnya. Dia menangis dengan berbagai macam cara. Sampai
wajahnya memerah dan suara tangisnya menghilang, kemudian keras lagi (kejer kata orang betawi).
Bukan hanya
suara, mimik wajah juga berubah. Matanya berkaca-kaca. Kaki menendang-nedang. Dia
berusaha menggerakan-gerakan kepalanya. Apalagi tangannya, selalu terangkat ke
atas, sambil mengikutkan menaikkan bahunya. Dia memberi tahu, kalau dia menginginkan
saya mengendongnya. Cara-cara yang dia lakukan itu, mengingatkan saya dengan
pilar NLP, flexibilty. Dan salah satu
presuposisi (asusmi) nya, “Bila cara yang
telah dilakukan belum berhasil, maka ganti caranya, sampai tujuan tercapai”.
Komunikasi
persuasi
Hal lainnya,
saya belajar dari putri saya—konteks komunikasi
persuasif. Seperti sudah kita sadari bersama, bahwa bayi berinteraksi dengan
orang sekitarnya melalui suara tangisan dan bahasa tubuhnya. Nah, kitapun juga
mengetahui, bahwa saat kita berkomunikasi, orang mampu menangkap informasi dan
mengingatnya dengan baik, apa yang kita sampaikan lewat kata-kata, cuma 7%. Lalu,
intonasi, nada suara, volume, tempo, dan jeda dalam penyampaian 38%. Sementara
bahasa tubuh (ekpresi, mimik,) sebesar 55%.
Itu berarti,
bahasa tubuhlah cara komunikasi yang akan sangat mudah membuat pasangan bicara,
memahami dan mengingat apa yang kita sampaikan. Hal itulah yang saya perhatikan
pada bayi. Ekspresi warna wajah, benar-benar berubah. Kondisi tenang, gak
nyaman karena popoknya basah. Saat dia haus. Dan ketika mau digendong. Ekspresi
ini sungguh beda sekali.
Kalibrasi
Perubahan
wajah (ekpresi) pada putri saya Nur
Avelyna—membuat saya teringat kembali dengan materi NLP—kalibrasi. Bukankah
Anda masih ingat, saat latihan terapi di kelas? Intruktur menghimbau, supaya
kita mengamati penuh, apapun yang terjadi pada klien? Micromotionnya tidak boleh kita abaikan sedikitpun.
Bahkan,
terkadang, saat pertama sekali belajar kita penasaran, bagaimana mengetahui
kalau teman kita sudah trance? Dan
pengajar menyampaikan, tatkala seseorang masuk ke kondisi trance, maka ekpresi wajah pasti sangat kelihatan. Kadangkala
bibirnya ada yang berubah warnanya. Dan, perubahan warna wajah itulah—saya
perhatikan pada si bayi.
Oleh karena
itu, saran saya kepada Anda yang penasaran akan ilmu NLP, namun belum sempat
belajar secara khsusus. Mulai sekarang yang masih punya anak berusia 0 – 3
tahun. Sering-seringlah mengamati, ekspresi, nada suara, perilaku dan lainnya.
Sehingga, saat Anda mendapat kesempatan belajar di kelas yang Anda inginkan. Tidak
ada yang aneh dan heran lagi bagi Anda. Karena Anda sudah terbiasa
melakukannya.
Putriku Nur
Avelyna. Apa lagi yang akan engkau ajarkan kepada ayahmu
ini nak? (Curiosity mode on).
Ciganjur, Selasa, 6 februari 2012
Mari
bersilaturahim, follow @mind_therapist I 270FE9B7
Note: Catatan ini saya tulis saat anak saya berusia 26
hari.
Bagikan
