Sabtu, 28 April 2012

Budaya Partisipasi; 5 Tipe Partisipator


Catatan ini merupakan lanjutan dari Budaya Partisipasi 1 sebelumnya.
 
Berdasarkan pengalaman yang telah menjadi pengamalan pribadi. Ada 5 model partisipator pasti muncul setiap adegan spektakuler kerja sosial ini.  

Partisipator waktu

Pertama, model partisipator waktu. Maksudnya, partisipator ini dalam setiap kegiatan murni sosial. Tanpa ada embel-embel komersial di dalamnya. Dia pasti memenuhi setiap menerima ajakan untuk mengikuti acara tersebut. Alasannya, secara waktu memang orang ini memiliki waktu luang lebih. Akan tetapi, kehadirannya jelas sebagai namanya partisipator. Dia hanya berpartisipasi tanpa melakukan apapun. 

Bila di acara tersebut suasannya berdiri. Maka dia berada di garis paling belakang. Seandainya duduk lesehan. Maka tempatnya bersadar di dinding atau tiang penyangga. Dia hadir tapi tak bermakna apa-apa. Aneka respon acap kali dia berikan “InsyAllah saya hadir”.

Partisipator Ide

Kedua, model partisipator ide. Partisipator semacam ini. Tatkala menerima undangan untuk berpartisipasi, langsung menjawab iya. Dan dia menawarkan kontribusinya berupa ide-ide semata. Jawaban sering terucap olehnya “InsyAllah saya siap bantu pemikiran”. Hal ini terjadi, karena dia merasa dirinya berkompeten di bidang tersebut. Barangkali juga, lantaran profesinya tukang memberi saran. Maka, amal bernilai ibadahpun dia kerjakan seperti kerapnya. 

Partisipator Uang

Ketiga, model partisipator uang. Tipe seperti ini sudah jelas. Dari rumah yang dia tempati saja, atapnya lebih tinggi dari perumahan sekitarnya. Bahkan, menara mushola saja kalah jangkung. Tembok pagarnya, sejajar atap rumah tetangga. Kendaran dia gunakan ke tempat kerja, mengantar anak ke sekolah, dan menemani istri belanja ke Mall. Setera dengan nilai 3 rumah tetangganya.

Jumlah nominal partisipasinyapun, bila dikonversikan dengan pendapatan rata-rata pegawai biasa. Orang-orang sering mengistilahkan dengan “Sedekahnya saja 3 tahun aku bekerja”. Kenyataannya, memang dia memiliki uang melebihi dari cukup. 

Akan tetapi, terkadang, mereka menempati gubug. Alat transportasinya motor bebek biasa, malahan menggunakan kayuhan kakinya. Bahkan berjenis tafak (tapak kaki maskudnya). Dan, setiap menperoleh ajakan ikut ambil bagian, dia sering merespon “Dana atau biayanya butuh berapa?”.

Partisipator Tenaga

Keempat, model partisipator tenaga. Tenaga yang saya maksud di sini, langsung melibatkan diri secara utuh. Fisiknya ada dalam setiap pementasan. Ciri orang ini, biasanya sering disebut-sebut sebagai pribadi-pribadi yang talk less do more. Sedikit bicara banyak kerjanya. Bukan NATO. No Action Talk Only

Cendrung juga, tidak memilih-milih kerjaan. Selama dia mampu, maka dia akan mengerjakannya. Bila mengetahui, dia bertanya kepada yang makfum di situ. Seandainya peran tersebut sangat riskan, memang harus ahlinya yang melakukan. Baru dia diam, menyimak, memperhatikan, agar bisa melakukannya. Sikapnya terhadap kegiatan bakti ini, berpola pertanyaan “Bagaimana kalau pagar ini saya yang merapikan? Selain inipun, insyAllah saya siap”.

Partisipator Doa

Kelima, model partisipator doa. Model yang terakhir ini, terlihat agak religius. Terkadang terdengar lumayan spiritualis. Kontribusinya sudah sangat jelas Anda fahami. Dan tanpa perlu ceramah panjang lebar, saya yakin Anda sudah mengerti. 

Doa adalah munajat kepada sang khalik, berupa permohonan atau bentuk syukur. Biasanya, kalimat terucap dari mulutnya setelah mendengar kabar himbauan partisipasi “InsyAllah saya bantu dengan doa”. Bahkan kadang kala kontan merespon “Semoga lancar, mudahan-mudahan berhasil”.

Bersambung ke Budaya Partisipasi 3

Ciganjur, Selasa 4 April 2012
Bagikan