Rabu, 29 Februari 2012

Attitude is Everythings

Weakness of attitude becomes weakness of character.
Albert Einstein

Mengajar = belajar

Sebulan yang lalu, saya mengajar kelas Ease Your Nervous di Tanthowi Yahya Public Speaking School. Pada angkatan tersebut, perserta dari berbagai macam background. Ada konsultan keuangan, pejabat tinggi perusahaan (CEO), dan profesional manager. 

Hampir semua pembicara hebat seperti Krishnamurti Mindset Motivator, Mario Teguh, Jamil Azzaini, dan lainnya setuju, juga saya. Tatkala kita mengajar, sebenarnya kitalah yang sedang belajar dari peserta. Belajar beraneka ragam kondisi dan fenomen yang terjadi di kelas. Seperti penjelasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Juga, sharing dari pengalaman peserta. Dan ini, sungguh-sungguh bermakna.

Attitude = 100%

Contohnya saja, pembelajaran hidup yang saya pelajari dari seorang peserta yang bekerja di perusahaan minyak dunia. Beliau sudah lebih dari 7 tahun berkontribusi di perusahaan tersebut. Sebut saja nama beliau Edy. Pak Edy menyambung cerita nyata akan pentingnya attitude, setelah saya membahas tentang attitude seorang pembicara. Tapi, sebelumnya, saya ingin mengingatkan Anda kembali dengan teka teki, kata dan angka berikut ini.

Saya sangat yakin Anda sudah pernah membaca dan mengentahuinya. Sebuah teka-teki yang membuat hidup kita 100% menjadi totalitas. Masih ingatkan?

Seperti ini, anggap saja A=1, B=2, C=3, D=4, E=5, F=6, G=7 … Y=25 dan Z = 26. Bila kita memilih satu kata dalam bahasa ingris, apa kira-kira yang bisa membuat hidup kita 100% totalitas? 

Mari kita amati bersama.
Pertama bila kita ambil kata HARDWORK, kemudia kita jumlahkan
H+A+R+D+W+O+R+K  =  8+1+18+4+23+15+18+11 =  98%
ternyata hasilnya belum mencapai 100%

Selanjutnya kata,
K+N+O+W+L+E+D+G+E = 11+14+15+23+12+5+4+7+5 = 96%
L+O+V+E=12+15+22+5=54%

L+U+C+K = 12+21+3+11 = 47%
Lantas kata apa yang bisa mencapai 100%? Apakah Leadership? Money? Tidak. Kata-kata itupun tidak mencapai 100%. 

Terus kata apa?
Ternyata yang bisa mencapai 100% ada pada kata ATTITUDE,
A+T+T+I+T+U+D+E = 1+20+20+9+20+21+4+5 = 100

No Mercy for Attitude

Kembali dengan cerita Pak Edy. Beliau menyampaikan, aturan di tempat kerjanya, bila seseorang pekerja melakukan kesalahan karena melanggar SOP, atau keteledoran kerja, bahkan mungkin melakukan kesalahan fatal karena kurangnya pengetahuan. Maka sangsinya masih dikatagorikan sebagai human error. Maksudnya, masih bisa ditoleransi, namun tetap ada konsewensi yang harus dipertangungjawabkan oleh pekerja tersebut.

Berbeda halnya bila itu karena attitude. Contoh, pernah ada karyawan mengajukan klaim kwitansi biaya kacamata pada sebuah optik ke perusahaan. Padahal yang bersangkutan tidak pernah memakai kacamata saat bekerja. Uang pengganti belum cair. Dan saat pengaduan aproval ke atasan, bukannya persetujuan. Malahan, keluar surat pemutusan kerja. Saat beliau tanya ke atasannya orang luar negeri tersebut. “Kenapa tidak ada konfirmasi atau peringatan?” dengan tegas pimpinan menjawab “No mercy for bad attitude”.

Kita berteman tapi bukan berpartner

Mendengar cerita Pak Edy. Saya teringat dengan pertanyaan seorang pemirsa yang hadir di program tapping Mario Teguh Golden Ways. “Pak Mario, apa yang harus kita lakukan terhadap karyawan yang pernah berlaku curang (tidak jujur) di perusahaan?” Bapak Mario memberi saran “Maafkan dia, tapi jangan izinkan dia mengulangi perbuatannya lagi, dengan cara menjadikan dia hanya sebagai teman, tapi bukan sebagai karyawan Anda lagi (pecat).”

Demikianpula seorang teman trainer yang menetap di Bogor. Daurie Bintang. Setiap diskusi tentang tangungjawab trainer. Dia selalu membahas tentang attitude. Contoh kasus, ada temannya yang mau mengikuti training, tapi belum mempunyai uang untuk mengikuti saat itu. Maka teman saya Daurie memberi keringanan kepada calon peserta membayar secara mengangsur. Dan cara pembayaran, berapa kali serta berapa lama? si calon peserta mau ikut pelatihan sendiri yang menentukan.

Singkat cerita, tibalah hari angsuran pertama. Ternyata saat Daurie mengecek di rekeningnya, tidak ada transferan yang masuk. Langsung saat itu Rie memutuskan memaafkan temannya. Tetapi, ada keputusan baru terhadap temannya itu. Dia adalah seorang teman, tapi tidak pantas sebagai partner, terutama dalam bisnis. 

Attitude is everythings

Saya bahkan pernah berpikir. Bila ada mahasiswa terpintar dan pas-pasan, dalam hal angka yang tertera di ijazah. Saya yakin, saat mereka lulus dan melamar kerja. Maka, HRD akan memutuskan untuk menerima siapa yang pantas bekerja, bukan karena angka yang mereka peroleh, tetapi lebih karena attiude yang melekat pada diri mereka. Karena, attitude lebih utama dibandingkan hal lainnya. Atau bahasa kerennya attitude is everythings. Anda setuju?

Ciganjur, Minggu, 19 Februari 2012
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist BB 270fe9b7
Bagikan