Minggu, 29 Januari 2012

Bang Haji Rhoma Irama; Jujurlah Pada Karyamu!


“Sungguh terrrlaaaluuu”

Apabila Anda terlahir sebelum tahun 2005, saya yakin, Anda pasti kenal sosok yang satu ini. Dia seorang ayah bertubuh besar, tinggi 168, kulit putih, bersuara agak ngebas, rambut ikal, dianugahi sebagai raja dangdut hingga saat ini. Pengemarnya dari berbagai macam kalangan. Anak-anak hingga orang dewasa. Dari satpam sampai direktur. Bahkan, beberapa artis/pelawak, sering menirukan gaya bicara beliau. Beliaulah, Bang Haji Rhoma Irama.

Bagi Anda pecinta dangdut, tentu bisa menyanyikan dengan sangat fasih dan lancar beberapa lagu beliau. Atau mungkin, di antara Anda saat ini, ada yang sedang mendengarkan lagu si Raja dangdut ini. Saya mengucapkan selamat menikmati. Tetapi, bagi Anda yang sedang bekerja, matikan dulu pemutar musiknya ya, biar fokus…fokus…fokus dan fokus. Setelah itu baru nikmati lagi.

Pas Mantap

Saya sendiri menyukai dangdut. Tapi tidak semua dangdut saya nikmati. Hanya beberapa saja yang memang pas dan nyaman di hati. Dan, hampir semua lagu ciptaan bang Rhoma, cocok di telinga saya. Apalagi lagu terbarunya, “Azza” saya sangat menyukainya. Bagaimana dengan Anda?

Sementara itu, selain menikmati lagu-lagu ciptaan Bang Rhoma, baru-baru ini ada hal lain yang saya nikmati dari beliau. Ada hal yang menyentuh batin saya, setelah menyaksikan acara Pas Mantap yang di hostkan oleh Sule, Parto dan Andre. Kala itu bintang tamunya di hadiri oleh Prof Dangdut, Andrew. Penulis buku “The history of dangdut”.

Yang membuat sanubari saya tergelitik, karena jawaban Bang Rhoma, setelah mendapat pertanyaan dari Sule. “Bang Haji, apa yang membuat lagu-lagu bang Haji tetap eksis dari generasi ke generasi, bahkan sampai saat ini?” Kemudian Bang Haji Rhoma Irama menjawab dengan suara yang ngebas tidak menggebu-gebu.

"Saya saat menciptakan sebuah lagu tanpa tendensi apapun. Tidak berharap laku di pasar, supaya tenar, dan bukan karena permintaan. Tetapi jujur menyampaikan apa adanya. Dan apa yang saya sampaikan, saya lakukan terlebih dahulu."
 
Karya jiwa-jiwa yang merdeka

Sungguh, jawaban itu menjadi renungan bagi diri saya. Karena, bila berbicara dari konteks bisnis. Apalagi lebih spesifiknya dunia penjualan. Ada hukum tak tertulis dan lumrah di maklumi oleh semua penjual. “Juallah apa yang pelanggan butuhkan”. Hukum ini terdengar sangat bertolak belakang dengan jiwa penuh merdeka, seperti yang Bang Rhoma sampaikan.

Akan tetapi, di sisi lain. Karya-karya besar yang masih dikenang hingga saat ini. Bila kita menelik dibalik kemahsyuran grand design tersebut, maka kita akan memperoleh informasi. Maha karya tersebut tercipta karena dedikasi, cinta dan passion sang penciptanya. Sebuah karya yang terlahir dari jiwa-jiwa yang merdeka. Tanpa terikat kontrak. Tidak dibentengi ego kemahsyuran. Tanpa diselimuti belenggu-belenggu fatamorgana. Kecuali atas dasar ingin mempersembahkan yang terbaik.

Produk training yang menjual

Setelah mendengar jawaban si raja dangdut. Saya merenungi produk-produk training yang pernah saya selenggarakan dan tersimpan dalam katalog training. Seperti “Terapi Berpikir Positif, Explore Your Potentials, The Limit is Nothing, Grab Your Customer’s Needs, Ease Your Nervous dan Mengajar dengan Otak Kanan” Kemudian saya bertanya kepada diri sendiri. “Apakah produk ini saya buat atas dasar permintaan dan tedensi laku di pasar? Ataukah karena passion yang mengalirkan jiwa saya dalam produk tersebut?”

Saya teringat dengan nasehat sang guru di Pontren NLP. “Mad, bila engkau hendak menulis buku atau mebuat karya (produk training). Usahakanlah tertanam niat dalam dirimu seperti para pendahulu telah melakukannya. Contoh, kitab “Al-hikam” yang kamu baca. Ibnu Athailah telah menuliskannya jauh sebelum kamu lahir. Tetapi, masih terbaca oleh zamanmu sekarang, bahkan anak-anakmu kelak”.

Ini tentang keyakinan

Akhirnya saya menyimpulkan. Ini bukan persoalan dilematis antara teori bisnis dengan keterlepasan ego dalam berkreasi. Tetapi, ini permasalahan keyakinan. Ini tentang kejujuran dan proses menghadirkan jiwa dalam segenap aktifitas dan karya yang saya ciptakan. Seperti kata Aji “Dwi Sapta, my blood, my way, and my soul”.

Apakah jiwa Anda telah merasuki separuh karya Anda?

Ciganjur, 22 Desember 2011 
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist

Bagikan