Sabtu, 12 Mei 2012

Silent Sitting; Cara Mengatasi Kejenuhan


Bila mengistirahatkan tubuh secara teratur bisa menyegarkan fisik. Maka, demkian juga dengan pikiran, kian melakukan kian menjernih.

#NasehatDiri

Upacara Bendera

Hal-hal yang saya suka saat masih sekolah di tingkat dasar (SD) adalah, kegiatan rutin setiap hari senin pagi—upacara bendera. Saya menyukainya karena, saat ritual itu dipersembahkan, saya dan teman-teman bisa menyanyikan lagu indonesia raya. Meskipun, setelah ritual itu keseringan, sehingga berubah menjadi kebosanan. Akan tetapi, saya tetap menikmatinya dengan canda dan tawa. 

Malahan, terkadang berharap, supaya bapak inspektur upacara lama-lama berorasi. Karena, mata pelajaran pertama hari senin pagi, saya kurang suka dengan gurunya. Sehingga, dengan lamanya inspektur menyampaikan amanatnya, waktu pelajaranpun menjadi terpotong. Dengan sendirinya, penyiksaan batin, tidak terlalu lama saya alami di dalam kelas.

Selain itu, tentunya, Anda sangat menghafal rukun-rukun dalam ritual upacara ini. Pembacaan pancasila, UUD45, amanat pembina, menyanyikan lagu indonesia raya dan mengheningkan cipta. Anda masih ingatkan?

Silent sitting

Saya mendengar istilah silent sitting dari teman saya, Ibu Melly Kiong. Beliau seorang ibu yang sangat besar perhatiannya terhadap masa depan anak-anak. Bukan hanya buah hatinya sendiri, tetapi juga anak-anak indonesia lainnya. Yaitu dengan mengkampanyekan cara-cara pengasuhan yang tepat sesuai perkembangan zaman anak. Beliau mengadakan pelatihan, group facebook, bahkan menulis buku pengalamannya mendidik Mathiew, putra kesayangannya.

Ibu Melly menceritakan silent sitting kepada saya, saat kami bertemu di acara pertemuan Anak Berkebutuhan Khusus—di Sunter. Silent sitting adalah kondisi hening—menyadari setiap nafas masuk dan keluar—serta menyapa diri sendiri. Kegiatan ini tidak lama, hanya beberapa menit saja. Paling lama 5 menit. 

Sementara ibu Melly sendiri—mengetahui tehnik ini saat berbagi inspirasi dengan para guru dan anak-anak SD (saya lupa sekolahnya). Di sekolah ini, para siswa setiap pagi sebelum belajar, akan melakukan silent sintting sejenak. Paling lama selama 5 menit. Para siswa mengerjakan secara bersama-sama. Termasuk para dewan guru. 

Sekolah dasar ini, menerapkan—silent sitting—setelah seorang guru melakukan kunjungan studi banding ke Thainland. Sang guru memperhatikan aktifitas kebiasaan anak-anak di sekolah dasar tempat tujuan beliau. Sang guru bertanya tujuan dan manfaat ke guru-guru di sana. Lalu, beliau berinisiatif, menerapkan hal serupa di sekolahnya.

Singkat cerita, setelah para siswa menerapkan program ini, ternyata daya tangkap anak-anak lebih meningkat. Selain dari faktor penunjang lain. Seperti; sarana, metode penyampaian para guru, kurikulum dan lainnya.  

Mengheningkan cipta

Kembali dengan cerita upacara bendera. Sebagaimana kita menyadari bersama. Dalam tatanan agenda pengibaran merah putih, tercatat prosesi mengheningkan cipta untuk para leluhur yang telah mengorbankan, jiwa, harta dan nyamanya demi bangsa. Makanya inspektur mengucapkan “Untuk mengenang jasa para arwah pahlawan. Mengheningkan cipta mulai”.

Nah, mendengar cerita dari ibu Melly kiong, saya langsung teringat dengan ritual “hening” saat upacara. Ternyata tanpa saya sadari, sebenarnya sekolah telah mengajarkan kepada saya bagaimana cara menenangkan diri walau hanya sejenak. Namun sayang, proses itu tidak terkomunikasikan, manfaat dan faedah melakukannya.

Bercengkrama dengan diri

Bapak Rhenald kasali dalam catatannya pernah menyampaikan. Proses berbicara kepada diri sendiri, bila melakukan secara berkesinambungan setiap hari, walau hanya 5 menit. Maka, dampaknya akan meningkatkan kesadaran diri. Hal tersebut sangat berfaedah bagi mereka yang mau mengikatkan sensifitasnya. Terutama untuk membiasakan diri mempertajam intuisi. Beliau menambahkan, jika intuisi semakin terasah, maka—saat kita mengambil keputusan—semakin cekatan.

Selain itu, bila kita mau merujuk ke konsep kinerja pikiran. Ternyata, para ahli telah meneliti, belajar terus menerus selama 1 jam, tidaklah membuahkan hasil signifikan. Baik dalam hal pemahaman atau proses penyimpanan di memori. Akan tetapi, belajar setiap 15 menit, kemudian mengambil jeda sejenak, setelah itu melanjutkan kembali pelajarannya, penemuan membuktikan—itu lebih ramah otak. Dan kualitas rekamannya, menancap lama di memori jangka panjang.

Mengatasi kejenuhan

Dalam aspek lain, saya pribadi sering melakukan silent sitting, tatkala pikiran saya sedang sumpek. Semeraut. Tidak jelas arah. Bosan. Apalagi saat ide-ide tidak bermunculan. Maka yang saya lakukan, duduk menenangkan diri dan menyadari diri saya seutuhnya. Saya lebih fokus kepada hal-hal dalam diri saya, dibandingkan di luar diri saya. 

Walhasil, pikiran jadi jernih kembali dan tenang. Ide-idepun bermunculan. Contohnya tulisan ini. Saya menulis catatan ini setelah saya duduk sejenak mendamaikan diri. Selain dari rutinitas harian yang saya lakukan setiap selesai shalat shubuh atau sebelum tidur malam hari.

Nah, bagi Anda yang sedang jenuh. Saya merekomendasikan melakukan menghening sejenak seperti saat kita menghening cipta dulu—upacara bendera.

Ciganjur, Senin, 16 April 2012
mari silaturahim, follow @mind_therapist I 270fe9b7 
Bagikan