Selasa, 29 Mei 2012

Mengapa Saya Menulis? 2


Para pembaca yang budiman. Sebagaimana saya janjikan kepada Anda pada posting sebelumnya. Ini dia lanjutan dari Mengapa Saya Menulis 1? Selamat menikmati. Semoga bermanfaat.

Tambahan dari Nofa Nurdiayanti

  1. Menghilangkan stress
  2. Sebagai media merencanakan target yang ingin dicapai
  3. Untuk menuliskan komitmen
  4. Sebagai pengontrol target
  5. Alat memformulasikan ide baru
  6. Sebagai gudang informasi
  7. Alat penyimpan memori
  8. Alat memudahkan penyelesaian masalah
  9. Sebagai media refleksi dan kebijaksanaan

Warisan untuk anak cucu

Setelah memahat sekian banyak alasan seseorang menulis. Saya merenung, ide yang manakah kiranya cocok dengan diri saya? Di antara puluhan—bahkan, hampir mencapai angka 100—buah pikiran di atas. Cocok di sini lebih detailnya, suatu alasan yang sangat melekat pada diriku. Kalau bahasa anak muda sekarang, ”Gue banget gituloh”.

Kemudian, bukan hanya merenung. Tetapi, saya juga menetapkan sekitar lima sampai sepuluh item. Di mana, keseluruhan pilihanku ini, saya anggap sesuai dengan saya. Seperti saya katakan di atas. Selanjutnya, saya memilih lagi. Di antara pilihan yang saya contreng. Yang manakah sangat utama bagi saya? Utama di sini, yang mengandung prioritas tertinggi.

Terus, saya menseleksi lagi menjadi yang terprioritas. Apalagi, keputusan akhirnya nanti, hanya satu alasan saja. Bukan dua atau tiga. Mengapa hanya satu? Karena, sesuai dengan hukum fokus. Contoh fokus paling gampang adalah, senter jaman dulu yang bisa kita atur pencahayaannya. Jika melebar maka sinarnya meredup. Tetapi, saat Anda mengecilkan pancaranya, maka cahayanya terang dan tajam.

Demikian pula, dengan menulis. Saat saya menset pikiran hanya kepada satu hal. Maka, seluruh energi, perhatian, dan kekuatan. Akan tercurahkan ke tujuanku (baca; alasan). Oleh sebab itu. Saran saya kepada Anda. Pilihlah hanya satu pendorong saja.

Seperti saya, akhirnya memutuskan, ”Menulis adalah warisan bagi anak cucu. Karena, lewat tulisan-tulisan yang saya tulis. Mereka dapat menelusuri jejak kehidupanku”. Efek dari keputusan ini. Setiap hari, ada saja rasanya bumbu untuk saya masak (baca; mengikat makna).

So, bukankah menulis semudah bernafas. Jika setiap hari ada alasan memaksa Anda menulis?

Ciganjur, Kamis, 17 Mei 2012 
Mari bersilaturahim. Follow @mind_therapist 
Bagikan