Para pembaca yang budiman. Sebagaimana saya janjikan kepada Anda pada
posting sebelumnya. Ini dia lanjutan dari Mengapa Saya Menulis 1? Selamat
menikmati. Semoga bermanfaat.
Tambahan dari Nofa Nurdiayanti
- Menghilangkan stress
- Sebagai media merencanakan target yang ingin dicapai
- Untuk menuliskan komitmen
- Sebagai pengontrol target
- Alat memformulasikan ide baru
- Sebagai gudang informasi
- Alat penyimpan memori
- Alat memudahkan penyelesaian masalah
- Sebagai media refleksi dan kebijaksanaan
Warisan untuk anak cucu
Setelah
memahat sekian banyak alasan seseorang menulis. Saya merenung, ide yang manakah
kiranya cocok dengan diri saya? Di antara puluhan—bahkan, hampir mencapai angka
100—buah pikiran di atas. Cocok di sini lebih detailnya, suatu alasan yang
sangat melekat pada diriku. Kalau bahasa anak muda sekarang, ”Gue banget gituloh”.
Kemudian,
bukan hanya merenung. Tetapi, saya juga menetapkan sekitar lima sampai sepuluh
item. Di mana, keseluruhan pilihanku ini, saya anggap sesuai dengan saya.
Seperti saya katakan di atas. Selanjutnya, saya memilih lagi. Di antara pilihan
yang saya contreng. Yang manakah sangat utama bagi saya? Utama di sini, yang
mengandung prioritas tertinggi.
Terus,
saya menseleksi lagi menjadi yang terprioritas. Apalagi, keputusan akhirnya
nanti, hanya satu alasan saja. Bukan dua atau tiga. Mengapa hanya satu? Karena,
sesuai dengan hukum fokus. Contoh fokus paling gampang adalah, senter jaman
dulu yang bisa kita atur pencahayaannya. Jika melebar maka sinarnya meredup.
Tetapi, saat Anda mengecilkan pancaranya, maka cahayanya terang dan tajam.
Demikian
pula, dengan menulis. Saat saya menset pikiran hanya kepada satu hal. Maka,
seluruh energi, perhatian, dan kekuatan. Akan tercurahkan ke tujuanku (baca;
alasan). Oleh sebab itu. Saran saya kepada Anda. Pilihlah hanya satu pendorong
saja.
Seperti
saya, akhirnya memutuskan, ”Menulis adalah warisan bagi anak cucu.
Karena, lewat tulisan-tulisan yang saya tulis. Mereka dapat menelusuri jejak
kehidupanku”. Efek dari keputusan ini. Setiap hari, ada saja rasanya
bumbu untuk saya masak (baca; mengikat makna).
So,
bukankah menulis semudah bernafas. Jika setiap hari ada alasan memaksa Anda
menulis?
Ciganjur,
Kamis, 17 Mei 2012
Mari bersilaturahim. Follow @mind_therapist
Bagikan