Saling
memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian saling mencintai.
(HR al-Bukhari, al-Baihaqi,
Abu Ya’la)
Saling memberi
hadiah
Seperti
telah kita ketahui bersama. Tatkala kita memberi hadiah kepada seseorang dengan
penuh keikhlasan. Maka banyak peristiwa kebahagian terjadi dalam hidup kita. Di
antaranya adalah bertumbuhnya cinta. Dan, kegiatan saling memberi hadiah, bisa
menjadi tanda, betapa kuatnya sikap saling menghargai antar sesama. Seperti
aktifitas saling tukar cokelat dan kado ultah.
Bayangkan—bila
itu bisa kita lakukan—bukan hanya pada hari tertentu. Tetapi menjadi kebiasaan
sehari-hari sesuai kemampuan. Betapa indahnya hidup ini, ya kan?
Meskipun
seperti itu, saya sangat memaklumi. Dalam belahan dunia ini. Entah di mana
persisnya keberadaannya? Tentu ada orang-orang yang senantiasa selalu, mengisi
hidupnya dengan memberi, memberi dan memberi. Mungkin itu dekat dengan rumah
saya tempati. Desa saya tinggal. Kecamatan. Kabupaten. Provinsi. Negara. Bahkan
mungkin belahan benua. Hal yang pasti terjadi, ada pribadi-pribadi seperti itu.
Tentu Anda setuju dengan sayakan?
Training Ease Your Nervouse
Sementara
itu, pada pertengahan Desember 2011 yang lalu. Saya mempunyai kesempatan
mengisi training tentang Ease Your
Nervouse di Hotel IBIS Slipi—merupakan cakupan pembahasan di public
speaking I. Kegiatan ini, telah menjadi agenda rutin dari Tanthowi Yahya Public Speaking School. Saya
salah satu asociate trainer di sana. Pada kesempatan itu, saya mengajar pada sesi
kedua dan ketiga.
Pada saat
sesi break siang, jam 12.00 – 13.00. Saya memutuskan mengisi perut saya
terlebih dahulu dengan hidangan makanan yang tersedia di ruang khusus (restoran)
di Hotel tersebut. Setelah memastikan perut saya kenyang. Kemudian saya turun
ke basemen untuk melaksanakan shalat dhuhur.
Pengalaman bermakna
Nah, di
musholla kecil lantai basement ini. Sambil membuka sepatu, dan kaos kaki. Saya
mendengar percakapan yang sangat bermakna bagi saya. Tentang, menghargai dengan
penghargaan bernilai. Bukan sebaliknya—seperti pada judul catatan ini—penghargaan
yang tak menghargai.
Apa
sebenarnya pembicaraan itu, sehingga sangat bermakna bagi saya? Bila saya menyampaikan
kepada Anda. Saya tidak tau apakah itu bermakna dan bernilai bagi Anda? Tapi,
bagi saya sungguh sangat-sangat bernilai.
Ceritanya,
ada seorang pegawai sebuah perusahaan (saya tidak tau mereka bekerja di mana?) sedang
duduk merehatkan tubuhnya di dalam ruang shalat. Dia menyapa temannya
menggunakan kata-kata ungkapan “Selamat
ya atas penghargaan karyawan terbaik”.
Akan tetapi,
teman yang disapa merespon dengan nada sinis “Penghargaan apaan, managemen gak niat menghargai”. Ucapnya. Lalu si
pegawai melanjutkan bertanya “Maksudmu?”
dengan penuh tanda tanya. Alis dan dahinya agak mengerut.
Penghargai yang tak bernilai
“Iya, managemen gak niat. Memang aku akui kalau
hadiahnya lumayan berharga bagiku, tiket pesawat garuda PP ke tujuan kampung
halaman. Akan tetapi, masa berlakunya tinggal 6 hari lagi. Kalau tidak aku
gunakan, tiket tersebut hangus. Bayangkan saja, kapan aku mengurus cuti dan
menggunakan tiket tesebut? Managemen menganggap itu sangat bernilai sekali.
Tapi, gak niat kalau begini namanya”. Karyawan yang mendapat hadiah menjelaskan kepadanya.
Saya merasa
sangat bersyukur sekali mendengar perbincangan dua karyawan tersebut. Sebab itu
pembelajaran hidup yang amat berharga. Yakni tentang cara menghargai orang lain
dengan penghargaan sebenarnya. Hal ini membikin saya teringat dengan kalam
ilahi yang maknanya.
Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
(Q.s.
Ali Imran [3]: 92)
Selesai
shalat, saya kembali ke ruang pelatihan. Dan melanjutkan materi sesi praktek
mengatasi rasa cemas saat berbicara di depan umum. Alhamdulillah, dengan
cara-cara terapi sederhana perserta mampu mengenlola kecemasannya. Sehingga,
membuat mereka bisa tampil penuh percaya diri.
Ciganjur, 28
Maret 2012
Bagikan