Saat Anda berusaha Menghindari Kegagalan, sama artinya
Anda sedang berusaha Menolak Keberhasilan.
#NasehatDiri
Training Ease Your
Nervouse
Setahun
lebih sudah, saya bergabung dengan Tantowi Yahya Public Speaking School sebagai
asociate trainer di sana. Dan tahun ini merupakan tahun kedua bagi saya di lembaga
pelatihan komunikasi dan MC ini. Alhamdulillah, sampai saat ini masih
dipercayakan untuk menyampaikan materi Ease
Your Nervouse. Yaitu tehnik mengatasi gerogi, cemas, was-was dan rasa takut
lainnya saat berada di depan umum (public
speaking).
Sebagaimana
lazimnya, setiap bulan TYPSS membuka kelas public speaking I (malam), program
reguler ini diadakan di malam hari, setiap selasa dan kamis. Kemarin, selasa,
10 April 2012 saya mengisi untuk sesi teori.
Biasanya
saya berangkat dari rumah jam 16.00 dan sampai di Mayapada Tower Sudirman jam
17.30. Saya menggunakan jasa bus way hingga ke Dukuh atas, dan dari DA saya
melanjutkan kembali ke Mayapada. Terkadang melanjutkan busway turun di Halte
Karet. Kadang juga menggunakan angkutan umum biasa, kopaja atau metro mini.
Bahkan, bila saya sampai di DA jam 17.00, saya memutuskan jalan kaki ke sana,
supaya tidak terlalu cepat tiba di ruang pelatihan.
Silaturahim
ke Bu Nelvi
Akan tetapi,
kemarin selasa, saya tidak langsung berangkat menuju tempat training. Namun
saya memutuskan bersilaturahim dengan teman saya, Bu Nelvi Kurnia, Agency
Manager asuransi prudential. Kantor Agency group beliau bernaung di Wisma
Sentana dekat Mid Palza. Pagi hari saya menulis di kolom status fb beliau “Salam, saya nanti malam mengisi di daerah
Sudirman jam 18.00wib. Apakah mungkin kita bersilaturahim sebelumnya?”
tanya saya.
Hanya
berselang 2 menit kemudian, saya perhatikan icon pemberitahuan fb saya berwarna
merah. Tanda ada yang mengometari dan terhubung dengan fb saya. Kemudian saya
arahkan kursor ke icon tersebut dan “klik”. Ternyata itu pemberitahuan balasan
dari teman saya “Oke Coach, insyAllah
bisa. Kita ketemu jam 15.00 ya, jam 13.00 saya ada di Al-Azhar”. Sayapun
langsung mengkomfirm “Oke kita ketemu jam
15.00 di Wisma Sentana”.
Konseling
agent
Bila
biasanya saya berangkat setelah shalat ashar, maka kemarin jam 13.00, saya sudah
melaju bergegas dari rumah. Seperti biasa, perjalanan dari rumah ke halte
pertanian menggunakan angkot M20, dari sana melanjutkan dengan busway. Dan bagi
Anda buswayer (orang-orang pengguna jasa busway) pasti tau. Kalau pagi hari
sesak menyesak itu suatu hal yang lumrah. Berbeda di siang hari seperti saya
berangkat kemarin. Banyak kursi kosong.
Saya
bersyukur, sebelum jam 15.00 telah tiba di kantor bu Nelvi. Sehingga, sambil
menunggu beliau balik dari Al-Azhar, saya menuju ke Basemen untuk minum
secangkir kopi. Sekaligus menanti shalat ashar di mushola. Posisinya sejajar
bersebelahan kantin. Setelah selesai menunaikan ibadah shalat ashar berjamaah.
Saya naik ke lantai 2 menuju Agency Pru Power Vision. Di sana saya bertemu
dengan bu Nelvi dan dikenalkan dengan 2 shahabat beliau yang merupakan guru di
sekolah Al-Azhar. Juga aktif sebagai agen pru.
Saya bertemu
dengan beliau awalnya hanya niat untuk bersilaturahim saja. Karena, menyambung
silaturahim, pasti banyak hikmah dan manfaat akan saya dapatkan. Dan langsung
seketika itu, manfaat saya dapatkan, bu Nelvi meminta saya membantu 2 orang
team beliau itu. Apa kira-kira mental block dalam diri mereka, sehingga belum
produktif? Kemudian, kami mencari ruang kosong yang biasa dipakai untuk
persentasi, dan sharing kendala yang dihadapi oleh kedua team ini.
Membangun
keakraban
Pertama-tama
saya memperkenalkan diri dan membangun hubungan selaras dengan dua teman baru
saya ini. Sebut saja namanya ibu Tiara dan Juwita. Saya mengatakan kepada
mereka “Nama saya Rahmadsyah, saya
Trainer Self Potentials Optimizer dan Mind-Therapist, aktifitas bisnis saya
bergerak di bidang pendidikan, sama seperti dengan bu Tiara dan juwita. Dan
saya teman bu Nelvi”. Saya sampaikan dengan nada rendah dan tempo pelan.
Lalu mereka
merespon sambil tertawa-tawa kecil (menandakan suasana ini santai dan
menyenangkan) “Kami juga teman bu Nevli,
kami lebih duluan mengenal dia”. Langsung saja, saya memanfaatkan jawaban
mereka untuk menambah keakraban “Oh ya,
betul. Kalau begitu kita sama ya. Sama-sama berteman”. Ucap saya sambil
terseyum dan mengikuti tawa seperti mereka.
Identifikasi
masalah dan tujuan
Kemudian
saya melanjutkan “Jadi apa yang bisa kita
sharingkan nih bu?”. Ibu Juwita langsung memulai “Begini pak Rahmad. Saya setiap mau prospek ada perasaan takut. Jadi
bagaimana cara menghilangkan rasa takut saat berjualan?”.
Kemudian
saya menjelaskan “Begini bu ya,
sebelumnya ingin saya sampaikan. Saya setiap ada orang terapi atau konseling
mengenai pikiran yang menghambat melangkah, jarang sekali menbantu untuk
menghilangkan pikiran tersebut. Karena, saya yakin, setiap pikiran yang kita
miliki pada dasarnya baik. Cuma terkadang bukan pada tempatnya saja dan
mudhoratnya lebih banyak. Contohnya saja, “Malas”. Sebenarnya malas itu baik,
tubuh mau kita tidak lelah hanya mau santai saja. Cuma itu kurang tepat, banyak
membuat pekerjaan kita jadi terbengkalai. Tapi bayangkan, kalau kita malas
mengatakan kejelekan orang lain, itu sungguh baik sekali kan?”
Ibu Juwita
dan Tiara mengangguk mengiyakan penjelasan saya. Kemudian saya memperjelas mentalblock pada beliau berdua “Nah, hal bijak kita lakukan adalah
mengetahui, apa sebenarnya yang ibu takutkan? dan menyadari, apakah alasan
takut itu berafedah atau tidak?” Saya mengarahkan telapak tangan kanan saya
terbuka ke atas—ke arah ibu tiara—isyarat supaya beliau duluan menjawabnya.
“Apa pak ya, bingung saya” Sambil
melihat-lihat ke atas mencari tau apa yang beliau takutkan. Lalu saya menaikkan
alis saya sedikit sambil terseyum “Pasti
ada lho bu”. Kata saya. “Oh ya, saya
takut ditolak” kata beliau. Kemudian saya menggali lebih dalam “Sebenarnya apa yang ibu takutkan?”. “Eeeemm, saya takut gagal pak”. Jawab beliau.
Spontan saya
merespon “Ooo bagus. Kalau begitu, yang
membuat ibu selama ini belum produktif, tidak memprospek, karena ibu
menghindari penolakan. Dan ibu menghindari penolakan karena tidak mau gagal,
benar begitu?”. Saya menjelaskan itu—menvisualkanya dengan menggunakan tangan
kanan saya—sambil menggelombang ke belakang setiap stepnya. Tidak bergerak,
takut ditolak, dan takut gagal. “Iya”
ibu tiara menjawab dan mengangukkan kepalanya.
“Terus, apa yang ibu inginkan?” tanya
saya lagi. “Saya mau berhasil pak”.
Kemudian saya menarik mudur tangan saya sedikit dari simbolik step yang beliau
takutkan. Dan saya sampaikan “Jadi yang
ibu mau ini bu ya, berhasil. Dan cara memperolehnya dengan berjualan bu kan?”.
Setelah ibu tiara mengiyakan, saya menciptakan paradigma baru kepada beliau.
Dan menggunakan analog marking tadi.
Takut
gagal = menggagalkan keberhasilan
“Perhatikan ini bu ya, tadi ibu sudah
menyadari, ibu tidak memprospek karena menghindar ditolak. Dan takut ditolak
karena ibu tidak mau gagal. Sementara ibu Tiara mau berhasil. Dan syarat
berhasil adalah dengan memprospek atau melakukan penjualan. Berarti, (saya
meninggikan suara saya sedikit) saat ibu takut gagal = ibu telah menggagalkan
keberhasilan ibu iyakan?” Beliau mengangguk dan menjawab “Iya pak ya”.
“Jadi, apa yang ibu Tiara putuskan sekarang?”
Saya bertanya agar beliau mengambil keputusan. “Ya saya harus prospek dan menjual” Jawab beliau. Lalu saya
menegaskan “Tidak keharusan lho bu. Ini
bu yang menjalankan. Dan ibu perhatikan kembali, pada saat ibu melakukan
prospek, kemungkinan yang akan terjadi adalah dua hal. 50% ditolak (gagal) dan
50% beli (berhasil). Tapi, saat ibu tidak memprospek dan menjual. Maka itu
artinya ibu sudah menggagalkan keberhasilan 100%”. “Iya pak benar”. Jawab bu Tiara.
Setelah
memastikan ibu Tiara mempunyai sudut pandang baru. Kemudian, saya, Bu Nelvi dan
kedua temannya, berdiskusi tentang passion. Sampai jam 17.00 ada leader lain
mengetok pintu ruangan memberitahunkan, bahwa kelas tempat kami ngobrol mau
dipakai untuk persentasi produk kepada agen.
Keluar dari
sana saya langsung menuju tempat pelatihan Ease Your Nervouse. Sementara ibu
Nelvi, Tiara dan Juwita, pulang ke tujuannya masing-masing (rumah).
Ciganjur,
Rabu, 11 April 2012
Note:
Seminggu setelah terapi, saya bertemu dengan Leader mereka. Info dari beliau,
alhamdulillah selesai terapi, sekarang sudah berani bertemu orang untuk
prospekting.
Bagikan