Ikhlas +
Ridha = Keberkahan.
Dikdoank
Fokus
Pagi Indosiar
Hari kamis
yang lalu. Saya menyaksikan fokus pagi di Indosiar. Topik pembahasan pada hari
itu tentang pendidikan. Dengan narasumber Dikdoank. Mungkin Anda bertanya-tanya
bagaimana bisa Dikdoank berbicara mengenai pendidikan? Sementara Anda lebih
akrab mengenalnya sebagai musisi? Iya Anda benar dalam hal ini.
Akan tetapi,
patut kita sadari bersama. Selain musisi, Dikdoank adalah pemerhati pendidikan
anak. Dia pencetus sekolah alam di Ciputat—Kandank Jurank Doank. Memang ini
bukan sekolah formal. Akan tetapi, di tempat ini, anak-anak akan berlatih
mengenal potensi dalam dirinya. Lewat proses bermain, dan mengolah rasa. Dikdoank
mendirikan tempat itu—diselimuti cita-cita—agar generasi indonesia menjadi
generasi pencipta, bukan penjiplak.
Dari program
ini, ada hal menarik bagi saya. Tatkala Host fokus pagi bertanya “Apa saja kendala yang dihadapi selama proses
mengembangkan sekolah ini?” Jawaban Dikdoank benar-benar menjadi hikmah
kehidupan bagi saya. Semakin melengkapi, bagaikan stir, spion, mesin, roda pada
mobil.
“Kekeliruan saya pertama-tama merintis adalah
mengharapkan bantuan dari orang lain. Dan karena itu keraguan sempat menjamui saya.
Lalu saya memutuskan menjalankan terus. Dan saya mendapatkan pengalaman
berharga. Pada akhirnya, semua menjadi berkah. Bila kita sudah ikhlas, tuhan
meridhai, maka keberkahan hasilnya”.
Gelisah
Selain
hikmah kehidupan. Kata-kata Dikdoank, bagaikan jawaban langsung kauniah dari
Allah dari pertanyaan saya. Tepatnya dari kegelisahan yang saya alami. Apa yang
saya hiraukan?
Permulaan
April hingga menggenapi minggu ke-dua bulan ini. Ada rasa semacam orang
gelisah, haru, dan prihatin dalam diri saya. Rasa itu seperti ada yang
berdenyut pilu di area jantung. Lalu saya bertanya kepada diri saya sendiri
(saya menyebutnya sang bijak). “Apa
maksudnya ini?”.
Kemudian ada
suara dalam diri saya “Ayo
berbagi…berbagi…terus berbagi”. Saya langsung menangkap signal yang
dimaksud oleh suara tersebut. Berbagi di sini adalah menyebarkan ilmu yang
telah saya ketahui dan sebagiannya telah saya amalkan. Selanjutnya suara itu
bertanya kepada saya “Bagaimana kamu akan
mempertanggung-jawabkan di hari pembalasan kelak, ketika Allah bertanya tentang
ilmumu?”.
Pertanyaan
ini semakin menambah pengalaman batin. Pertama-tama saya diamkan rasa itu.
Tapi, kian hari kian bergejolak. Akhirnya saya putuskan berbagi pengalaman
batin kepada dua orang. Pertama pembimbing spritual saya. Dan kedua pembimbing
karir dan bisnis. Masukan-masukan dari beliau berdua, mengunjungkan pemikiran
saya pada sebuah tindakan nyata. Suatu aktifitas kecil, namun nyata.
Niat
tulus saja
Lalu, sayapun memutuskan hal-hal yang akan saya kerjakan. Saya menyampaikan niat
saya, untuk menjalankan seperti anjuran beliau berdua. Hal ini saya lakukan,
karena sudah menjadi tradisi di perguruan (baca pondok pesantren). Setiap
mengerjakan sesuatu misi dalam hidup, memohon doa, restu, dan dukungan dari
guru.
Sungguh luar
biasa, dua hari kemudian. Tepatnya setelah saya azamkan (baca; benar-benar mau
menjalankan). Ada seorang adik kelas di kampus STEI TAzkia, sebut saja namanya
Khaidir. Dia mengirim sms, intinya, dia berharap—agar saya mau mengajarkan NLP
yang saya kuasai kepadanya—dari pilihan kata smsnya, dia semangat untuk
mempelajari. Sayapun langsung menyetujui.
Seketika itu
juga, saya memjamkan mata. Saya menghening sambil bersyukur “Ya Allah, doaku langsung Engkau jawab.
Ridhai hamba menjalankan misi ini”.
Ciganjur, Senin,
9 April 2012
Bagikan