Kamis, 10 Mei 2012

Misteri Uang Masuk dan Keluar


Terkadang, saat saya sibuk mengejar-ngejar uang. Malah dia lari sekencang-kencangnya. Akan tetapi, saat saya santai duduk diam. Malahan dia mendekati saya dari berbagai arah. Bahkan memaksa saya menerima kedatangannya. 

#NasehatDiri

Uang itu penting

Siapa yang tidak membutuhkan uang? Hampir tidak ada. Karena, semua orang, siapapun dia, entah anggota DPR. Menteri. Gubernur. Satpam. Sopir. Guru. Dokter. Perawat. Pelukis. penggali kubur. Designer. Tentara. pengawal pribadi. Petani. Dai. Pendeta, dan orang-orang di sekeliling kita. Semuanya membutuhkan uang. Tentu termasuk Anda dan saya di dalam nya, iyakan?

Berbicara mengenai uang. Memang sesuatu yang sangat disukai oleh beberapa orang. Juga tidak disenangi oleh sebagian kalangan. Suka dan benci. Ini terjadi akibat cara seseorang berinteraksi dengan uang. Bisa jadi, lantaran memiliki pengalaman kurang menyenangkan di masa lalu. 

Seperti; bangkrut, dibohongi, rumah tangga hancur gara uang, program orang tua (yang memiliki otoritas), dan kejadian lain yang mengantarkannya kepada sikap tersebut. Persis sebagaimana pernah saya alami. Dulu, saya kurang bershahabat dengan uang—karena  cara pandang saya tentang uang—kurang memberdayakan hidup saya.

Dari pengalaman itu, saya meyakini—bahwa uang itu bisa menjadi raja bagi seseorang, atau sebagai budak—sangat tergantung, bagaimana cara orang tersebut menyikapi dan memperlakukan uang? 

Uang bukan prasyarat bahagia

Katakan saja cara mengartikan tentang uang. Dalam setiap training pembahasan tentang belief dan value. Saya selalu menggunakan uang sebagai contohnya. Biasanya intruksi yang sering saya arahkan berupa ”Bisa Anda menuliskan sekarang menurut pendapat Anda sendiri—uang adalah…?” 

Hasil dari latihan ini, banyak ragam definisi terukir. Dan rata-rata peserta menyikapi uang sebagai alat atau prasyarat kehidupan. Terutama syarat bahagia. Seperti;

Uang adalah alat untuk memenuhi kebutuhan supaya bahagia”.
Uang adalah sesuatu yang sangat penting. Tiadanya sama halnya hidup tak berarti”. 

Anda pasti bisa menyimak dua contoh di atas, betul? Bagaimana pandangan Anda mengenai contoh tersebut? Kira-kira apa yang terjadi pada kehidupan orang yang mempunyai pola pikir seperti itu? Kalau menurut saya—hidupnya cenderung hampa dan menderita—tatkala uang mulai menipis di dompet, rekening, dan tempat penyimpanan uang di rumahnya.

Memang, bercakap tentang uang tidak akan ada habisnya. Dari cara menyikapi seperti saya ceritakan di atas—hingga ke langkah-langkah memperoleh uang. Macam ragam topik, kiat, trik, tips dan metode membahas tentang itu. Sementara sekarang, saya mau sharing pengalaman saya dalam hal—misteri uang masuk dan keluar. 

Self employee 

Bila saya meninjau konsep alur kas kuadran Robert T Kyosaki. Maka ada 4 kuadran tempat uang berputar. Dan setiap kuadran memiliki cara masuk dan keluar. Demikian juga ukurannya. Bahkan, jenis pertambahan dan perkembangan uang, juga dibahas dari setiap kuadran tersebut. 

Keempat kuadran tersebut; 

1.   Employee (karyawan); kuadran seseorang yang bekerja kepada orang lain. Dan dia bukan pemilik dari pekerjaan tersebut. Uang masuk kelompok ini, terjatah dan terukur. Apakah harian atau bulanan. Contoh pegawai negeri atau pegawai di perusahaan swasta.

2.   Self Employee (bisnis pribadi); Untuk kuadran ini, saya sulit menerjemahkan ke dalam bahasa indonesia. Tapi intinya, self employee adalah mereka yang bekerja menggunakan tenaga, pemikiran, dan kecerdasannya sendiri. Saya biasa mempermudah dengan istilah—orang yang memperkerjakan diri sendiri.


Uang masuk tidak terjatah dan ditentukan oleh orang lain, melainkan dirinya sendiri. Seberapa besar jumlahnya, tergantung usaha yang dia keluarkan. Contoh: Konsultan, Pengacara, Designer, dan lainnya.

3.   Busness Owner (Pemilik bisnis): ini adalah kuadran orang yang memiliki bisnis dari hulu ke hilir. Aspek bisnisnya sudah tersistem. Sehingga, tanpa keberadaannya, bisnis tetap berjalan. Bukan hanya itu, uang yang masuk, terus saja mengalir, walau pemilik sedang jalan-jalan.

Contoh; saya mempunyai seorang teman pemilik pabrik bola di Cibubur. Terkadang saat ada meeting bukan tujuan usaha pabriknya, dia bisa ikut hadir. Bahkan, saya pernah training bareng sama beliau di Surabaya. Sementara bisnisnya tetap berjalan, karena sudah ada orang yang menjalankannya. Mudahnya, kita sering menamai dengan pengusaha.

4.   Investor (Penanam Modal); Nah, kuadran yang terakhir ini, merupakan orang-orang mempunyai uang gak tau harus dibawa kemana. Sehingga, dia menanamkan uangnya sebagai modal untuk bisnis (usaha) menjanjikan keuntungan baginya. Sementara uang yang masuk ke rekeningnya, hasil bagi dari keuntungan bisnis, tempat dia menanamkan modal. 

Nah dari keempat kuadran di atas, maka saya termasuk dalam kuadran kedua. Yaitu self employee. Orang yang bekerja untuk dirinya sendiri. Bosnya, ya saya. Karyawannya juga, ya saya. Sehingga, jenis uang masuknya tidak pernah jelas. Ketidakjelasannya berupa kepastian yang tak terukur. Dan kelemahan kuadran ini, bila saya tidak bekerja, semakin pasti uang tidak masuk (menurut nalar manusia). 

9 dari 10 pintu rezeki

Sementara itu, mungkin Anda pernah mendengar—bahwa 9 dari 10 pintu rezeki itu tersebar dalam usaha perdagangan (berbisnis). Apakah Anda setuju? Selain itu, Allah sendiri telah menjamin. Bila seseorang beriman, maka Allah akan mengkaruniai rezeki untuknya, dari arah yang tak terduga.

Dan, terlepas Anda mau setuju atau membenarkannya. Tetapi, berdasarkan pengalaman saya berikhtiar mendapatkan rezeki berupa uang. Memang uang itu mendatangi saya dari arah-arah yang tak saya duga. Dan besar kecilnyapun, juga tidak terukur dan tak terkira.

Meskipun jenis usaha yang saya lakukan menyelenggarakan pelatihan publik. Atau, menjadi pembicara di organisasi tertentu—untuk memberi motivasi dan mengoptimalkan potensi dan kinerja karyawan—sudah jelas ukurannya. Tetapi terkadang,  jumlahnya di luar nalar saya bentuknya.

Misteri uang masuk

Maksud saya, sangat sering saya mengalami kejutan-kejutan dari Allah dalam hal pemasukan (uang). Bila merujuk ke bayaran yang saya peroleh karena layanan (perjam) yang telah saya berikan. Sungguh berbeda-beda jumlahnya. Ketidak konsistenan uang masuk ini, membuat saya tersenyum sendiri. 

Saya pernah, training untuk 2 jam mendapat bayaran senilai Rp. 500.000,-. Namun di waktu yang lain, durasinya sama, materinya juga sama, cuma berbeda perserta dan organisasinya. Saya mengajar 2 jam dibayar Rp.3000.000,-. Sungguh asyikkan? Bahkan, saya pernah hanya berbicara 30 menit di bayar Rp.500.000,- namun di kesempatan yang lain, saya menerima kwitansi harus saya tanda tangani Rp. 2.000.000,-

Demikian pula durasi sehari (6-8 jam). Saya pernah mendapat transferan sebanyak Rp. 1juta. Namun pernah saya cek di hp saya (sms banking), senilai Rp.13.000.000,-. Memang, beberapa sudah jelas uang akan saya peroleh, karena klien menyetujui dengan jumlah yang saya tawarkan dalam proposal pelatihan. Tapi ada juga yang belum jelas, karena saya tidak mematok harga.

Sedekah pasti bertambah

Dari pengalaman ini semua. Saya menyadari akan keyakinan bahwa janji Allah pasti—dalam hal harta yang telah kita sedekahkan. Seorang teman malahan meyakinkan agar mengajar penuh totalitas, meskipun mengetahui penyelenggara menghargai bukan sesuai jumlah nominal semestinya (gratis). Karena, bila kita tidak dibayar di satu event (tempat), maka itu pertanda, Allah sedang menyiapkannya di tempat lain.

Mungkin, pengalaman yang saya ceritakan di atas tadi. Merupakan bentuk realisasi nyata dari pernyataan shahabat saya ini. Oleh karena itu, mari terus melakukan yang terbaik. Apakah kita akan mendapatkan imbalan atau belum dari pekerjaan itu. Karena, hakekatnya, energi yang lepas, sama dengan energi yang masuk. Dan sesuatu yang telah ditetapkan untuk kita (hak), tidak akan pernah bertukar.

Bandung, 22 April 2012
Bagikan