“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan”
(QS Al-‘Alaq ; ayat 1)
The
Art of Reading
Dua hari
yang lalu, saya jalan-jalan ke tempat wisata pikiran (baca toko buku). Saya
melihat beberapa petugas menggenakan baju kaos berwarna hitam. Di dada mereka
terkutip kata-kata seirama dengan judul buku, “The Art of Reading”. Hal yang menggelitik saya, subjudul buku itu
sangat provokatif. “Mengapa 90% buku yang
dibeli tidak habis dibaca?”.
Tema
(subjudul) ini, entah penelitian nyata atau hanya majas semata. Akan tetapi,
seorang penulis buku menyampaikan kepada saya. Buku karya beliau termasuk buku
yang habis dibaca oleh kebanyak pembeli. Karena, biasanya, perilaku pembeli
hanya membaca bab satu dua saja. Dan bab terakhir (baca; mulai membaca dari
belakang).
Buku
ramah otak
Saya mencoba
memahami, apa yang menyebabkan saya sendiri malas membaca buku sampai habis?
Rupanya, alasan saya tidak menyelesaikan sampai tuntas buku yang saya beli
karena, saya hanya mau membaca yang ada hubungan spesial—secara personal—dengan
diri saya. Atau yang saya sebut—bermakna. Dan saya yakin, Anda memiliki
pengalaman pribadi masing-masing.
Semetara itu,
menurut para ahli pendidikan anak. Penyebab utama anak-anak di kelas 4 mulai
malas membaca buku paket mata pelajaran karena, buku-buku tersebut tidak ramah
otak. Maksudnya, model tataletak (Layout)
buku, hanya menstimulus “mesin” logikanya saja. Sementara “mesin” kreatifitas,
gambar, emosi, dan warna—cuma 10% dari keseluruhan buku tersebut. Akibatnya,
“mesin” cepat lelah, akhirnya mati (baca; tidur).
Namun coba
perhatikan, apa yang menyebakan anak-anak bisa mengkhatamkan komiknya
berjilid-jilid dalam hitungan minggu bahkan hari? Jawabannya Anda dan saya
sudah barang tentu tau. Komik tercipta sangat-sangat ramah otak. Begitu juga
dengan buku-buku yang menyeimbangkan keseluruhan kinerja otak. Pasti habis
dibaca. Meski waktunya lama.
Mengikat
Makna
Demikian
halnya dengan ulasan Pak Hernowo dalam buku “Mengikat Makna Update”. Dalam buku
inspirational ini—(saya menyebutnya inspirational, karena gara-gara buku ini
saya kecanduan menulis. Saya sangat merekomendasi Anda membacanya
perlahan-lahan)—Pak Hernowo Hernowo menihilkan proses mengikat makna tanpa
membaca. Karena, antara membaca dan menulis, dua hal yang tak terpisahkan.
Saling menstimulus satu sama lain. Seperti peluru dan pistol FN9.
Bahkan, pak
Hernowo melampirkan kisah seorang gadis yang kehilangan minat membacanya. Sebut
saja namanya Intan. Padahal, dia pertama-tama sangat rajin sekali membaca buku.
Tidak hanya buku pelajaran sekolah, tetapi juga buku lain sesuai kegemarannya. Namun,
perjalanan waktu. Intan mulai merasa ketiadaan makna dalam aktifitas membaca
tersebut. Sampai akhirnya dia menjarangkan diri membaca—kecuali terpaksa.
Seperti desakan ujian.
Penulis buku
produktif ini (Hernowo) menjelaskan. Itulah pentingnya proses mengikat makna.
Yaitu menulis apa yang telah kita baca. Dan membaca apa yang telah kita tulis.
Kedua aktifitas ini memang sudah dijodohkan dari semenjak lahir. Maka, harus
disatukan dalam ikatan suci pernikahan “memaca dan menulis” supaya bisa
melahirkan “mengikat makna”.
Inspirasi
menulis
Setelah saya
membadankan apa yang Pak Her sampaikan. Memang tidak bisa terbantahkan, dan
terbukti benar. Menulis semakin mudah setelah membaca. Dan membaca kian
menggairahkan karena mau menuliskannya.
Saya sering
sekali, setiap membaca buku atau apapun. Biasanya sering muncul ide-ide briliant. Di mana ide-ide tersebut, hal
yang bermanfaat bagi diri saya. Sayangnya itu terbuang begitu saja. Tidak hanya
itu, buku-buku yang saya baca—kurang berbekas di memori, karena saya tidak
mengikatnya.
Akan tetapi,
bila setiap saya membaca satu paragraf sampai satu halaman—kemudian saya
menuliskan hal yang saya anggap bermakna bagi saya dari bacaan tersebut—maka,
cenderung ingatan saya merekam dengan kuat informasi tersebut. Karena, pada
saat kita menulis, sebenarnya kita sedang merecall langsung apa yang sudah
terekam. Sehingga terjadi pengulangan di sana.
Ayo
mengikat makna
Oleh karena
itu. Agar apa yang Anda baca teringat selamanya. Dan Anda bisa menggairahkan
diri untuk membaca. Mulai saat ini putuskan supaya selalu menuliskan atau
menyampaikan walau hanya satu kalimat saja. Tentunya, hal tersebut yang Anda
nilai bermakna bagi Anda. Pak Her mengartikan hal “bermakna” itu—sesuatu yang
penting dan bernilai.
Saya sudah
membuktikan, setelah mengamalkan ini perlahan-lahan. Lama-kelamaan, menbaca
menjadi sesuatu aktifitas tidak boleh saya tinggalkan seperti shalat fardhu.
Ciganjur, Senin, 9 April 2012
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist I 270fe9b7
Bagikan