Ada satu amalan yang tak dapat mengganti dan menebus
dosa, bahkan dia berhaji, kecuali bekerja keras (berikhtiar menjemput rezeki
yang Allah takdirkan).
#Alhadits
Menjemput Rezeki
Berbicara
mengenai rezeki, sudah menjadi ma’fum dan lumrah bagi pemahaman kita. Bahwa, ia
sudah tertakdirkan. Allah telah menentukan semenjak meniupkan ruh dalam tubuh
kita. Pada masa pembentukan di alam kandungan dalam rahim ibunda kita. Meski
sudah ditetapkan, tetapi kita masih memiliki andil untuk merealisasikan dan
memantaskan, supya apa yang telah terjatahkan, bisa tergengam pada tangan kita.
Sehingga,
salah satu cara nya, dengan berusaha. Dengan cara menggunakan pikiran, tenaga,
waktu, dan cara-cara yang pas, sesuai dengan tujuan yang kita inginkan. Bila
kita merujuk ke sejarah kehidupan para Rasul. Tidak satupun dari
pesuruh-pesuruh Allah, tanpa berusaha dengan tangannya sendiri, supaya bisa
meraih rezeki. Nabi Daud As memanfaatkan keahlian beliau memuai besi. Sementara
Rasulullah saw sendiri, berdagang mendapatkan ma’isyahnya.
Karena, sebaik-baiknya
rezeki adalah yang diperoleh melalui tangannya sendiri. Begitulah makna
satu hadits.
Bisa bila mau
Terkadang
heran juga, bila ada orang-orang yang hanya berpangku tangan dan mengharapkan
perhatian, bahkan mengiba supaya orang lain mau menyedekahkan hartanya kepada
mereka—mengemis. Padahal, semuanya telah tersedia, dan manusia hanya butuh
sedikit saja menggerakkan tangannya. Supaya, rezeki yang telah Allah tetapkan,
berhak menjadi miliknya.
Seperti
kisah-kisah orang pinggiran di sebuah stasiun tv swasta. Kehidupan mereka
seadanya, tetapi tidak pernah menyerah, tidak mengeluh, dan berputus asa.
Mereka terus berikhtiar sampai batas akhir kemampuannya. Ada yang berusaha
melalui memecah batu, mencari paku menggunakan semberani (magnet), memanjat
pohon kelapa, ada juga yang bekerja dengan memanfaatkan kedua tangannya sebagai
tukang urut dan mijit panggilan.
Saya iri pada mereka
Panas terik
matahari sampai bermandikan keringat, sudah terbiasa bagi mereka. Siraman
hujan, bukan suatu yang baru, semua lumrah. Menyaksikan kisah mereka, ada
perasaan malu, dan iri. Malu karena terkadang masih saja ada kemalasan dengan
kenikmatan pemahaman, ketrampilan, jaringan, dan kemudahan berusaha yang saya miliki.
Rasa iri ingin seperti mereka, karena daya juang, semangat dan motivasi,
melebihi teori motivasi apapun. Sebab, mereka menasehati dengan perilaku.
Seperti saat
perjalanan ke Bandung tadi siang. Cuaca sangat-sangat panas. Terik matahari
menyengat sampai ke dalam mobil, meski sudah menyalakan AC. Tetapi, saat tiba
di KM 97, saya melihat ada seorang lelaki, badannya membungkuk, karena di bahu
sampai melewati kepalanya, sedang memikul lemari susun. Dari raut wajah sekilas
terlihat, usianya sudah melewati 50. Saya malu dengan nya. Malu karena usaha
saya memantaskan rezeki yang Allah takdirkan masih belum optimal.
Bukan hanya
itu, 4 km kemudian. Tepatnya di KM 102, saya melihat di bahu jalan sebelah kiri,
ada seorang anak kecil, memegang payung melindungi kepala dari sengatan
matahari. Setiap mobil lewat dia melambaikan tangan kirinya, berharap ada yang
berhenti dan membeli dagangannya—buah rambutan. Begitu mobil menjauh darinya,
dia menghentikan lambaian tangannya, menanti mobil selanjutnya. Dia juga
melakukan, terhadap travel yang saya tumpangi. Padahal seharusnya dia berada di
sekolah.
Saya bangga kepada mereka
Selain
perasaan malu, ada juga rasa bangga dengan karakter pantang menyerah pada kedua
orang yang saya jumpai selama perjalanan di tol cipularang. Bahkan,
menginspirasi saya, supaya mensyukuri semua nikmat yang ada pada diri saya
sekarang. Mari kita doakan, semoga Allah selalu merahmati kita. Dan memudahkan
kita menjemput rezeki yang sudah Allah jatakan untuk kita.
Ciganjur, 7
februari 2012
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist BB 270fe9b7
Bagikan