Selasa, 06 Maret 2012

Aku Malu Aku Iri Pada nya


Ada satu amalan yang tak dapat mengganti dan menebus dosa, bahkan dia berhaji, kecuali bekerja keras (berikhtiar menjemput rezeki yang Allah takdirkan).
#Alhadits

Menjemput Rezeki

Berbicara mengenai rezeki, sudah menjadi ma’fum dan lumrah bagi pemahaman kita. Bahwa, ia sudah tertakdirkan. Allah telah menentukan semenjak meniupkan ruh dalam tubuh kita. Pada masa pembentukan di alam kandungan dalam rahim ibunda kita. Meski sudah ditetapkan, tetapi kita masih memiliki andil untuk merealisasikan dan memantaskan, supya apa yang telah terjatahkan, bisa tergengam pada tangan kita.

Sehingga, salah satu cara nya, dengan berusaha. Dengan cara menggunakan pikiran, tenaga, waktu, dan cara-cara yang pas, sesuai dengan tujuan yang kita inginkan. Bila kita merujuk ke sejarah kehidupan para Rasul. Tidak satupun dari pesuruh-pesuruh Allah, tanpa berusaha dengan tangannya sendiri, supaya bisa meraih rezeki. Nabi Daud As memanfaatkan keahlian beliau memuai besi. Sementara Rasulullah saw sendiri, berdagang mendapatkan ma’isyahnya.

Karena, sebaik-baiknya rezeki adalah yang diperoleh melalui tangannya sendiri. Begitulah makna satu hadits.

Bisa bila mau

Terkadang heran juga, bila ada orang-orang yang hanya berpangku tangan dan mengharapkan perhatian, bahkan mengiba supaya orang lain mau menyedekahkan hartanya kepada mereka—mengemis. Padahal, semuanya telah tersedia, dan manusia hanya butuh sedikit saja menggerakkan tangannya. Supaya, rezeki yang telah Allah tetapkan, berhak menjadi miliknya.

Seperti kisah-kisah orang pinggiran di sebuah stasiun tv swasta. Kehidupan mereka seadanya, tetapi tidak pernah menyerah, tidak mengeluh, dan berputus asa. Mereka terus berikhtiar sampai batas akhir kemampuannya. Ada yang berusaha melalui memecah batu, mencari paku menggunakan semberani (magnet), memanjat pohon kelapa, ada juga yang bekerja dengan memanfaatkan kedua tangannya sebagai tukang urut dan mijit panggilan.

Saya iri pada mereka

Panas terik matahari sampai bermandikan keringat, sudah terbiasa bagi mereka. Siraman hujan, bukan suatu yang baru, semua lumrah. Menyaksikan kisah mereka, ada perasaan malu, dan iri. Malu karena terkadang masih saja ada kemalasan dengan kenikmatan pemahaman, ketrampilan, jaringan, dan kemudahan berusaha yang saya miliki. Rasa iri ingin seperti mereka, karena daya juang, semangat dan motivasi, melebihi teori motivasi apapun. Sebab, mereka menasehati dengan perilaku.

Seperti saat perjalanan ke Bandung tadi siang. Cuaca sangat-sangat panas. Terik matahari menyengat sampai ke dalam mobil, meski sudah menyalakan AC. Tetapi, saat tiba di KM 97, saya melihat ada seorang lelaki, badannya membungkuk, karena di bahu sampai melewati kepalanya, sedang memikul lemari susun. Dari raut wajah sekilas terlihat, usianya sudah melewati 50. Saya malu dengan nya. Malu karena usaha saya memantaskan rezeki yang Allah takdirkan masih belum optimal. 

Bukan hanya itu, 4 km kemudian. Tepatnya di KM 102, saya melihat di bahu jalan sebelah kiri, ada seorang anak kecil, memegang payung melindungi kepala dari sengatan matahari. Setiap mobil lewat dia melambaikan tangan kirinya, berharap ada yang berhenti dan membeli dagangannya—buah rambutan. Begitu mobil menjauh darinya, dia menghentikan lambaian tangannya, menanti mobil selanjutnya. Dia juga melakukan, terhadap travel yang saya tumpangi. Padahal seharusnya dia berada di sekolah.

Saya bangga kepada mereka

Selain perasaan malu, ada juga rasa bangga dengan karakter pantang menyerah pada kedua orang yang saya jumpai selama perjalanan di tol cipularang. Bahkan, menginspirasi saya, supaya mensyukuri semua nikmat yang ada pada diri saya sekarang. Mari kita doakan, semoga Allah selalu merahmati kita. Dan memudahkan kita menjemput rezeki yang sudah Allah jatakan untuk kita.

Ciganjur, 7 februari 2012
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist BB 270fe9b7
Bagikan