Jumat, 18 November 2011

Ini Dia, Cara Menaklukkan Marah

Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya. 

(HR. Bukhari dan Muslim)

Inspirasi Avatar The legend of Ang
Tadi pagi, saya menyaksikan film yang biasa saya tonton di salah satu stasiun tv swasta, yang berkantor di Sudirman. Dulu setiap pagi jam 08.00, stasiun tersebut memutar film Naruto, film kartun kesukaan saya.  Namun, kini yang menjadi penggantinya The Legend of Ang. Kisah Avatar bersama teman-teman nya.
Dan tadi pagi yang saya saksikan, tentang chapter, Earth. Pada episode ini mengisahkan tentang petualang Ang mencari bison tunggangannya, Apha. yang sempat dicuri saat mereka masuk ke perpustakaan bawah tanah. Para pencuri menjual Apha ke pemain sirkus. Sehingga memaksakannya untuk mengikuti sebuah atraksi. Tapi, saat itu dia berhasil lolos. Selama masa pelarian diri itu, Apha juga mencari-cari temannya, Ang. Sang Avatar.
Apha terus terbang dan terbang, hingga dia memutuskan berhenti pada sebuah kuil di atas bukit, gunung utara. Setelah Apha mendarat, ternyata di kuil itu ada seorang petapa sedang bermeditasi. Yang nantinya menjadi guru yang mengajarkan Ang cara mengelola energi dan membuka pintu-pintu cakra pada diri manusia. Pembahasan tentang energi oleh petapa tersebut kepada Ang, sama persis seperti materi kelas “Energy and Healing Paradigm” yang pernah saya ikuti. 
Karena Apha belum mengenal sang petapa, maka dia bersikap kurang bershahabat. Sang petapa melihat reaksi dari hewan yang besar di depannya, tidak bersikap tenang. Maka dia berbaring saja tidak bergerak. Sementara Apha, bertahan pada posisinya, tetap memantau, Apha khawatir sang petapa, sama juga dengan orang-orang yang dia jumpai sebelumnya. (yang menangkap, menjual dan memaksanya bermain sirkus).
Saya menyukai scene ini
Yang saya suka dari scene tersebut, cara petapa menaklukkan Apha yang belum bershahabat. Sang petapa tidak bergerak hanya diam berbaring, sambil sesekali memperhatikan posisi Apha. Namun, Apha tetap berwajah kurang bershahabat. Hal itu terjadi sampai 2 hari. Apha tetap berdiri, dan petapa berbaring saja.
Tetapi, lama-kelamaan, Apha tertidur juga, karena kelelahan. Setelah tertidur, baru sang petapa mendekati Apha. Kemudian, mendeteksi emosi bison raksasa tersebut. Dia memahami emosi Apha, dengan menyentuh kaki hewan tersebut. Seperti para praktisi energi, memahami kondisi emosi orang-orang yang sedang berkonsultasi kepada mereka.
Cara menaklukkan marah
Setelah menyaksikan reaksi petapa terhadap Apha. Bawah sadar saya mendapat ide tentang cara menaklukkan marah. “Apa yang dilakukan sang petapa adalah esensi dari mengelola emosi, terutama emosi marah”. Ketika ide itu hadir, gerbang memori terbuka. Kemudian, pemahaman-pemahaman mengenai cara mengelola emosi berterbangan satu-persatu mengisi kepala saya.
Menurut saya. Cara sang petapa bisa kita aplikasikan kedalam segala hal. Terutama yang berhubungan dengan emosi takut, marah, kecewa, cemas, malas dan sebagainya. Karena, cara dia menghadapi Apha seperti yang saya ceritakan di atas, merupakan esensi dari mengelola emosi. Apa itu?
Ini esensi mengelola emosi
Saat melihat reaksi Apha belum bershahabat dengan nya. Sang petapa tidak melarikan diri, juga tidak melawan. Begitu pula sewajarnya kita memperlaukan emosi yang hadir entah secara tiba-tiba atau karena ada pemicu tertentu pada diri kita. Tidak melawan, juga tidak mengabaikannya. Apalagi berpura-pura, seolah emosi itu tidak ada.
Sudah saya coba
Sementara itu, Allah sungguh sangat mengerti apa kita mau ya? Setelah selesai film avatar, dan mengkonsepkan tulisan ini. Saya berniat untuk menerapkan kepada diri saya terlebih dahulu, baru membagikan kepada Anda. Dan, tadi sore. Allah mengizinkan saya mengalami tehnik ini. Dengan menghadirkan peristiwa yang membuat emosi saya tidak seimbang. Bayangkan kalau Anda sedang marah, apa yang terpikirkan oleh Anda?
Saya tidak tau, apakah Anda juga muncul pemikiran-pemikiran, yang akan berdampak kurang baik bagi Anda. Seperti, entah putus hubungan kerja, pershahabatan Anda menjadi renggang, bahkan mungkin terjadinya perceraian. Akibat hasutan di dalam diri Anda, sehingga membuat Anda tidak mampu mengontrol diri. Tadi sore, begitulah yang saya alami. Tetapi, saya langsung mengambil sikap, untuk memanfaatkan momen itu, menggunakan tehnik yang saya bagikan kepada Anda ini.
Langkah sederhana
1.    Saya mengambil posisi duduk bersila sambil menyadari sensasi rasa marah dalam diri saya.
2.    Saya berusaha memahami, dari mana saja arah suara-suara hasutan yang muncul yang mengisi kepala saya. Suara itu Mengajak untuk melakukan tindakan yang kurang baik bagi diri saya.
3.    Setelah merasa keberadaan si marah dan posisi suara-suaran hasutan itu. Saya hanya diam saja. Saya tidak menolak atau berusaha memindahkan rasa marah tersebut. Dan tidak mengecilkan suaranya. Juga, tidak membantah.
4.    Saya membiarkan saja rasa seperti tergenggam di dada saya. Dan suara-suara yang terus mendengung mengisi kepala saya. Tetapi saya tidak mengikutinya.
5.    Saya terus berdiam diri hingga beberapa menit. Sehingga berakibat, terdengarlah suara sang bijaksana dalam diri. “Untuk apa aku marah ya? Inikan, tidak ada manfaatnya?”. Setelah suara sang bijaksana hadir, suara-suara hasutan tiba-tiba menghilang tak terdengar lagi. Kemudian, secara spontan rasa seperti tergenggam di dada sayapun, juga ikut berubah. Seperti orang yang membuka tangan habis mengenggam sesuatu. Sayapun menjadi lega.
6.    Dan terakhir, saya mengucapkan “Terima kasih, aku mencintaimu”…
Setelah selesai, tidak lupa saya bersyukur kepada Allah (hamdalah). Karena tanpa izin dan Ridha dari Allah, saya tidak akan mungkin sanggup mengontrol diri. Sehingga suasana emosi kembali stabil dan lega. Kemudian saya bangun dari tempat duduk mengambil handuk di lemari dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri saya. (Take bath).
Inti tehnik sederhana ini
Jadi, inti dari cara ini adalah tidak mengikuti juga tidak menolak, tidak menahan juga tidak melawan, tidak lari juga tidak mengabaikannya. Tetapi, hanya menyadari saja, bahwa ia ada. Selamat menyadari, menghayati dan melakukan sekarang.
Ciganjur, Senin 14 November 2011 (19.30 – 20.45)
Bagikan