Senin, 07 November 2011

4 Hikmah dan Pembelajaran Dari Berqurban


Tradisi Meugang

Waktu saya masih berusia 7-12 tahun. Sehari sebelum memasuki hari raya Idul Adha. Saya sangat menyukai hari tersebut. Bukan hanya saya, tetapi, teman-teman sepermainan yang seumuran dengan saya, juga menikmatinya. Karena, di Aceh ada budaya pemotongan hewan, sapi atau kerbau. Tradisi ini di sebut hari ”Meugang”.

Hampir seluruh wilayah Aceh melaksanakan tradisi ini. Saya tidak tau apa maksud dan tujuan nya. Tetapi ini sudah berlaku hingga sekarang. Saya pernah mendengar, tradisi meugang ini, sebagai cara masyarakat Aceh mengungkapkan kebahagiaannya menyambut hari agung Idul Adha. Karena memang, pada hari itu, hampir semua rumah ada masakan khas Aceh, yang isi nya dari daging. Bila tidak mampu sapi, kerbau, maka para orang tua akan mengusahakan ayam.

Selain itu, saya pernah juga mendengar, meugang adalah momen bagi masyarakat untuk menikmati daging. Sampai ada istilah ”Si thon dua goe, tapajoh sie lemo atau kebeu”. (Minimal, setahun dua kali, bisa menyantap daging sapi atau kerbau). Karena, biasanya makanan sehari-hari pedamping nasi adalah ikan, sayur mayur, atau telur.

Persepsi makan daging

Dulu ada persepsi, makan daging itu hanya orang tertentu saja (Saya tidak tau sekarang). Makanya, setiap ada syukuran, hajatan, atau ada tamu yang silaturahim. Si empu hajatan, pasti berusaha menghidangkan daging. Sebagai tanda memuliakan tamu. Karena, daging memiliki makna khusus. Makanya, saya sangat senang, bila mendapat kabar, teman almarhum bapak saya, akan bersilaturahim ke rumah. Karena itu pertanda, saatnya makan daging.

Sekarang, setelah saya mencoba memahami. Saya mengerti. Ternyata meugang bukan hanya itu. Tetapi tradisi itu membuat seluruh masyarakat Aceh untuk bisa berqurban sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Seperti salah satu dari 4 hikmah atau makna berqurban.

4 hikmah dan pembelajaran melalui Qurban.

Pertama, Qurban mengajarkan menepati janji

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, kisah Nabi Ibrahim ’alaihi salam. Beliau seorang rasul yang Allah berikan ujian di awal-awal pernikahannya, tanpa ada tanda-tanda kehamilan pada istrinya. Tetapi, kondisi itu sedikitpun tidak menggoyahkan kemimanan dan keta’atan beliau kepada Allah. Sampai, untuk membuktikan ketaqwaannya, Nabi Ibrahim pernah berucap dalam tangisnya. ”Seandainya aku memiliki seorang anak, dan Allah memintaku menyerahkan kepada Nya, akan aku serahkan sebagai tanda keimanan ku”.

Nabi Ibrahim mengucapkan itu, saat Allah belum mengkaruniai seorang anak kepadanya. Tiada suatupun yang mustahil bagi Allah. Singkat cerita, Allah meniupkan ruh dalam janin istri Nabi Ibrahim. Dan lahirlah seorang putra yang diberi nama Ismail. Namun, setelah Ismail lahir, Nabi Ibrahim mendapat perintah dari Allah untuk menjalankan misinya. Maka, beliau meninggalkan istri dan anak kesayangan yang berpuluh tahun dinantikannya. Itu semua karena Allah lebih utama bagi beliau.

Setelah Ismail berusia 9 tahun, baru Nabi Ibarahim pulang kembali dari misinya. Beliau memeluk istri dan bertanya ”Mana anak kita Ismail?”. Sambil menunjukkan keseorang anak, Siti Hajar memberitahukan ”Itu Ismail”. Nabi Ibarhim sangat senang. Dan hari-hari setelahnya, mengisi waktu dengan anaknya yang lucu itu. Tiba-tiba suatu malam beliau bermimpi, suatu perintah untuk mengqurbankan anak kesayangannya Ibrahim. Sebagaimana beliau pernah berjanji ”Seandainya aku memiliki seorang anak, dan Allah memintaku menyerahkan kepada Nya, akan aku serahkan sebagai tanda keimanan ku”. Singkat cerita, Nabi Ibrahimpun melaksanakan perintah tersebut.

Kedua, mengqurbankan cinta kepada makhluk

Juga telah kita ketahui bersama. Dalam sejarah tertulis, saat Nabi Ibrahim melaksanakan perintah menyembelih Ismail, anaknya tercinta. Ternyata Allah menggantikannya dengan seekor hewan qurban. Kemudian, Nabi Ibrahim bersujud sambil menangis. (Ada yang menjelaskan. Peristiwa itu, Allah ingin mengajarkan langsung kepada Nabi Ibrahim ”Sesungguhnya Allah tidak menginginkan Nabi Ibrahim menqurbankan anaknya. Melainkan, mengqurbankan cinta kepada makhluk, anak, istri, atasan, guru, dan siapapun. Dan pembelajaran itu, juga kepada kita sampai sekarang”.

Ketiga, mengqurbankan sifat kehewanan

Jumaat, 4 november yang lalu. Di mesjid Al-Syifa, kuthbah jumaat disampaikan oleh ust. Zainuddin. Beliau menyampaikan. Diantara maksud perintah qurban itu berupa onta, sapi, atau kambing. Sebenarnya itu pembelajaran bagi kita, agar saat berqurban, sekaligus bisa mengqurbankan sifat kehewanan pada diri kita. Seperti sifat hewan jantan kawin dengan sembarang betina. Maka, qurban itu mengajarkan supaya sifat suka menganggu rumah tangga orang lain, tidak ada lagi pada diri kita. Dan sifat-sifat kebinatangan lainnya. 

Keempat, berqurban yang terbaik sesuai kemampuan

Kisah qurban lainnya. Biasanya sering diceritakan tentang kehidupan Qabil dan Habil. Kisah ummat pertama hidup di dunia ini, sungguh sangat menakjubkan. Peristiwa itu terjadi, tatkala Qabil berseteru tidak mau menikahi Lubuda yang di jodohkan dengan nya. Lantaran dia mau menikahi adiknya sendiri, Iqlima, yang dijodohkan dengan Habil. Maka, Nabi Ibrahim memberikan perintah berqurban kepada keduanya. Qurban yang akan diterima, maka berhak menikahi Iqlima.

Habil seorang peternak. Maka, beliau berusaha memberikan yang terbaik sesuai kemmapuannya. Maka, Habil menyerahkan hewan terbaik yang dimilikinya, sesuai kemampuan beliau. Sementara Qabil, ahli pertanian. Beliau tidak memberikan gandum terbaik yang dimilikinya. Tetapi, gandum yang kecil dan mutu kurang baik. Setelah qurban diletakkan di atas sebuah bukit yang disyaratkan. Ternyata, hewan qurban milik Habil yang diterima oleh Allah. Sementara Gandum kecil tak bermutu, masih tetap berada di sana.

Indahnya tradisi meugang di Aceh

Kembali dengan cerita meugang di Aceh. Saya memahami, tradisi itu sebenarnya, supaya masyarakat Aceh bisa berQurban pada idul Adha. Bila tidak mampu mengqurbankan sapi, atau kambing. Maka orang-orang, akan berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuannya. Biasanya akan membeli daging di pasar 1 kg. Atau yang terendah, berupa ayam yang akan disembelih. Namun, apabila ada yang tidak mampu untuk berqurban dan meugang. Maka, tetangga sebelahnya, akan mengirimkan separuh daging yang dimilikinya atau semangkok masakan Aceh yang sudah siap saji. Supaya, hari itu, semua rakyat Aceh, bisa menikmati daging.

Sungguh indahkan? Selamat hari raya Idul Adha.

Ciganjur, Minggu, 6 November 2011

Mari bersilaturahim dengan saya @mind_therapist
Tele-Therapy & Coaching, Mau?
Bagikan