Siapa di antara
Anda yang pernah mendengar nasehat, entah dari orang tua, paman, guru, teman,
atau orang terdekat Anda. Yang berbunyi ”Lebih
baik kaya hati miskin harta dari pada kaya harta miskin hati”. Izinkan saya
Selanjutnya, kapan pertama sekali Anda mendengarnya? Atau mungkin, saat ini Anda memiliki keyakinan seperti pilihan kata-kata
yang tersusun dalam kalimat yang saya sampai di atas?
Dan bila saya
melemparkan pertanyaan, pilih kaya harta miskin hati, atau kaya hati miskin
harta? Apa yang akan Anda pilih?
Terinspirasi dari status facebook
Tadi siang,
setelah pulang dari mengantar istri ke sekolahnya. Saya membuka gadget
blackberry saya. Kemudian saya pilih icon berlogo huruf f berwarna putih,
dikelilingin biru langit sekitarnya. Setelah saya masuk, saya membaca update
status terbaru dari teman-teman saya, yang jumlahnya hampir 5000 itu. Yang
mengesankan bagi saya, sehingga terinspirasi menuliskan cerita ini. Status
seorang teman. ”Jangan takut untuk mengatakan
kepada nya siapa tentang dirimu. Katakan, meskipun kamu miskin, tapi
kamu kaya hati...” saya tidak hafal
keseluruhannya.
Keuangan kurang sehat
Entah kenapa?
Setelah membaca status tersebut, di dalam diri saya terasa seperti ada sesuatu
yang menganjal dengan susunan kata-kata itu. Bukan karena salah benar. Tetapi,
saya merasakan, kalimat itu akan memiliki dampak yang begitu besar, bagi
kehidupan orang yang meyakini akan kalimat ”meskipun
aku miskin, tapi aku kaya hati”. Terutama dalam hal keuangan. Biasanya,
secara keuangan kurang sehat.
Pengalaman pribadi
Perasaan ini
menyala-nyala dalam diri saya, mungkin karena saya pernah mengalami, gara-gara
keyakinan yang keliru akan uang, menyebabkan saya kurang bershabat dengan uang.
Akibat keyakinan yang tertanam ”Setiap saya memiliki uang lebih dari cukup,
maka saya akan bermaksiat”. Program itu sungguh membuat kehidupan saya
mejadi berantakan. Saya tidak menyukai bisnis, kurang nyaman dengan negosiasi. Setiap
buku ada kata-kata; bisnis, kaya, keberlimpahan, dan yang berhubungan dengan
uang. Saya pasti menghindar dan tidak suka. Tapi, sekarang saya
sudah tobat. Karena bagi saya saat ini, uang adalah alat. Berkat
pemahaman,
Hanya satu cara
mengatasi kemiskinan di Negeri ini.
Saya harus
menjadi kaya. Karena dengan demikian, sudah berkurang satu orang miskin. Yaitu
saya.
#Rahmadsyah’s Money Mindset
Apakah benar?
Kemudian,
perasaan yang mengganjal itu berubah menjadi suara ”Apakah benar, orang miskin harta (kurang dari memenuhi kebutuhan) bisa
menjadi kaya hati? Atau, apakah betul, orang yang kaya hartanya tidak memiliki kekayaan hati?
Memangnya, apakah ada hubungan antara keuangan dengan suasana hati?” Semua pertanyaan itu, terjawab dengan kata ”Tidak” dengan tegas terdengar dalam diri saya.
Bahkan, ada
suara berasal (posisi) jantung saya berkata ”Dari pengalaman yang ada, sepertinya sedikit orang yang kaya harta
miskin hatinya. Tetapi, kebalikannya, orang-orang yang miskin hartanya, tidak sedikit lebih miskin lagi hatinya”. Ini hanya pendapat saya saja. Saya tidak tau bagaimana dengan pengalaman
hidup Anda. Dan, suara itu menyebabkan saya terus berpikir penuh tanda tanya. ”Apa yang menyebabkan seseorang meyakini
lebih baik miskin harta tapi kaya hati. Dari mana hadir itu?”
Teringat masa lalu
Pikiran saya
melayang-layang, seperti menelusuri lorong waktu. Kembali kemasa kecil. Apakah saya
pernah mendengar kalimat itu sebelumnya? Hemmm. Ternyata, dari semenjak saya
usia 9 tahun, saya sudah pernah mendengar kalimat itu. Kemudian, saya
menghayati perlahan-lahan memori saya. Kapan saja saya mendengar, dan siapa
yang mengatakannya? Bahkan sampai ke memori waktu saya menuliskan note ini.
Pola pembenaran supaya wajar
Ternyata ada yang
menarik, Mau tau?
Setelah saya
menganalisa dan membandingkan, saya menemukan sebuah pola. Pola apakah itu? Yaitu
pola pembenaran terhadap kondisi
diri yang sekarang. Pola itu hadir, karena manipulasi emosi. Berusaha untuk
menutupi, tidak mengakui, dan perasaan malu. Sehingga, terbungkuslah dengan kalimat yang mengandung
unsur hipnotik amat dalam. Dan menganggapnya
sebagai kewajaran, bahkan lebih wajar.
Kok bisa
seperti itu? Karena, kalau kita analisa dari cara menggunakan susunan kata-kata
”Lebih baik miskin harta tapi kaya hati, dari pada kaya harta tapi miskin hati”. Sebenarnya
hanya untuk pembenaran supaya wajar.
Sebagaimana kita sadari bersama. Siapapun pasti menginginkan sesuatu hal yang
lebih baik bagi kehidupannya. Dan, pola lainnya, statemen ”lebih baik...” itu, rata-rata bersumber dari orang-orang yang
sama-sama secara financial, belum termasuk katagori orang kaya (memiliki uang
lebih dari kebutuhan, bahkan sudah mampu memenuhi keinginannya).
Hukum tarik menarik
Oh ya, dalam buku I can make you rich. Paul Mckenna
menjelaskan alasan, mengapa orang kaya, makin bertambah kaya? Karena, mereka memiliki kedamaian hati, kenyamanan perasaan yang sangat
kuat terhadap uang. Sehingga, uangpun semakin berdatangan terus kepada mereka. Hal
ini sesuai prinsip semesta, hukum tarik menarik. Like attract like. Mungkin, ini penjelasan, mengapa orang-orang
kaya yang
pernah saya temui, rata-rata memiliki kekayaan hati.
Jadi, apa yang akan Anda pilih, lebih baik
kaya hati atau kaya harta (uang)?
Note : Analisa
ini hanya berdasarkan pengalaman empiris yang saya alami. Bukan bermaksud untuk
menggeneralisir semua nya sama. Bila Anda memiliki pengalaman berbeda, mari
kita diskusikan bersama.
Ciganjur, 28 Oktober 2011
Ikuti Workshop KOMUNIKASIH, 28
januari 2012
Mari
bersilaturahim, follow @mind_therapist
Dapatkan
e-book “Explore Your Potentials”
Gratis, Klik download
