Senin, 12 Desember 2011

Ketika Tuhan Mengambil Kembali Milik-Nya


Tukang Parkir
Apa yang diberi bersyukurlah….

Begitulah petikan bait lagu dari Brother. Penyandung nasyid asal Malaysia, menyuarakan juga dalam bahasa jawa pada bait lain dalam lagu tersebut. Sayangnya saya tidak menghafalnya. Jadi tidak bisa saya sharingkan kepada Anda di sini bait bahasa jawanya. Kalau kita pikir-pikir, hampir keseluruhan yang kita miliki adalah pinjaman dan titipan sementara saja. Sehingga, analogi tukang parkir, yang sering para ustaz, pedande, biksu, pendeta dan penceramah sampaikan, sangatlah tepat.

Pengalaman pinjaman

Hari (rabu 16 november 2011). Saya mengalami anugerah dari Allah, suatu peristiwa yang erat kaitannya dengan petikan lagu di atas. Saya memiliki barang, di mana barang tersebut belum menjadi hak pribadi saya. Tapi, masih berupa pinjaman. Benda tersebut mendukung aktifitas saya sehari-hari. 

Kemudian, saya meyakini, setiap peristiwa yang terjadi, bukanlah sebuah kebetulan. Anda setuju dengan saya, iyakan? Ceritanya, pada hari itu, saya sangat membutuhkan menggunakan benda tersebut. Tetapi, sang pemilik pun juga demikian. 

Jadi, mau gak mau, saya tidak bisa memakainya. Sesaat, sempat hadir rasa kesal kepada diri saya sendiri. Tetapi, saya yakin. Tidak ada sedetikpun, waktu dan peristiwa yang berlaku untuk saya, tanpa ada manfaat nya. Tiba-tiba saja, pikiran saya teringat akan pinjaman-pinjaman lainnya yang tak tersadari secara nyata oleh saya. Kalau itu sebenarnya termasuk pinjaman.

Dan Tidaklah Aku Menciptakan Jin dan Manusia Kecuali untuk Beribadah Kepada-Ku 
(Adz Dzariyat : 56)

Ingat mati

Seperti itulah pesan Allah dalam kalamnya Al-Quran. Peristiwa bukan kebetulan tadi, membuat saya mejadi tersadarkan kembali. Saya hidup memiliki misi dan amanah yang saya bawa. Yaitu untuk beribadah kepada Allah. Lalu, supaya saya mudah melaksanakannya, Allah memberikan pinjaman berupa; dunia, tubuh beserta perangkatnya, dan segala sesuatu yang ada di alam semesta. Terus, pinjaman itu sewaktu-waktu, bisa saja Allah ambil. Secara tiba-tiba.

Lalu hadirlah sosok imajiner menasehati saya. “Mad, kamu perhatikan apa yang terjadi barusan kepadamu. Orang yang memiliki (pemilik) barang yang dipinjamkan kepadamu, telah mengambil barang miliknya kembali. Dan itu mendadak, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Iya kan? Tapi, tahukah kamu. Sebenarnya peristiwa tadi hanya sentilan dari Allah untukmu. Kalau jasad yang kamu bawa-bawa selama ini, suatu saat juga akan Allah ambil lagi. Dan dunia ini pun, hanya tempat tinggal sesaat saja. Allah pinjamkan untukmu”.

NasehatDiri

Nasehat dari sang imajiner terdengar jelas di telinga saya. Tubuh saya merinding. Kemudian, saya duduk sejenak dan mengucap “Astaqfirullah… ya Allah, seperti apa hamba mempertanggung jawabkan atas pinjaman yang telah hamba gunakan ini. Engkau menganugerahi mata untuk melihat yang halal. Tapi, mata ini masih sering melihat apa yang Engkau larang. Tangan untuk berbuat kebaikan. Tapi masih sangat sedikit yang terbuat. Mulut, supaya saling mengingatkan akan kebenaran dengan penuh kesabaran. Tapi, lebih banyak pembenaran yang terucap dan bahkan, sangat sering menfitnah dan menghibah saudaraku”.

Terkadang saya teringat. Kalau kita melakukan transaksi sewa menyewa. Di dalam surat perjanjian, selalu tercantum hal-hal yang harus dilaksanakan dan tidak boleh dikerjakan. Bahkan, bila melanggar atau menyalahi pada poin-poin perjanjian tersebut. Sanksi kerap menjadi akhir pertangungjawabannya.

Lalu, bukankah sudah sangat jelas, kontrak antara makhluk dengan sang pencipta makhluk (Khalik)? Tapi, betapa sering saya melanggar perjanjian itu?

Ciganjur, kamis 17 november 2011 

Mari bersilaturahim follow @mind_therapist
Dapatkan e-book Explore Your Potentials Gratis, klik download

Bagikan