![]() |
| Tukang Parkir |
Apa
yang diberi bersyukurlah….
Begitulah
petikan bait lagu dari Brother. Penyandung nasyid asal Malaysia, menyuarakan
juga dalam bahasa jawa pada bait lain dalam lagu tersebut. Sayangnya saya tidak
menghafalnya. Jadi tidak bisa saya sharingkan kepada Anda di sini bait bahasa
jawanya. Kalau kita pikir-pikir, hampir keseluruhan yang kita miliki adalah
pinjaman dan titipan sementara saja. Sehingga, analogi tukang parkir, yang
sering para ustaz, pedande, biksu, pendeta dan penceramah sampaikan, sangatlah tepat.
Pengalaman pinjaman
Hari
(rabu 16 november 2011). Saya mengalami anugerah dari Allah, suatu peristiwa
yang erat kaitannya dengan petikan lagu di atas. Saya memiliki barang, di mana
barang tersebut belum menjadi hak pribadi saya. Tapi, masih berupa pinjaman.
Benda tersebut mendukung aktifitas saya sehari-hari.
Kemudian,
saya meyakini, setiap peristiwa yang terjadi, bukanlah sebuah kebetulan. Anda
setuju dengan saya, iyakan? Ceritanya, pada hari itu, saya sangat membutuhkan
menggunakan benda tersebut. Tetapi, sang pemilik pun juga demikian.
Jadi,
mau gak mau, saya tidak bisa memakainya. Sesaat, sempat hadir rasa kesal kepada
diri saya sendiri. Tetapi, saya yakin. Tidak ada sedetikpun, waktu dan
peristiwa yang berlaku untuk saya, tanpa ada manfaat nya. Tiba-tiba saja,
pikiran saya teringat akan pinjaman-pinjaman lainnya yang tak tersadari secara
nyata oleh saya. Kalau itu sebenarnya termasuk pinjaman.
Dan Tidaklah Aku Menciptakan Jin dan Manusia Kecuali untuk Beribadah Kepada-Ku
(Adz Dzariyat : 56)
Ingat mati
Seperti
itulah pesan Allah dalam kalamnya Al-Quran. Peristiwa bukan kebetulan tadi,
membuat saya mejadi tersadarkan kembali. Saya hidup memiliki misi dan amanah
yang saya bawa. Yaitu untuk beribadah kepada Allah. Lalu, supaya saya mudah
melaksanakannya, Allah memberikan pinjaman berupa; dunia, tubuh beserta
perangkatnya, dan segala sesuatu yang ada di alam semesta. Terus, pinjaman itu
sewaktu-waktu, bisa saja Allah ambil. Secara tiba-tiba.
Lalu
hadirlah sosok imajiner menasehati saya. “Mad, kamu perhatikan apa yang terjadi
barusan kepadamu. Orang yang memiliki (pemilik) barang yang dipinjamkan
kepadamu, telah mengambil barang miliknya kembali. Dan itu mendadak, tanpa ada
pemberitahuan sebelumnya. Iya kan? Tapi, tahukah kamu. Sebenarnya peristiwa tadi
hanya sentilan dari Allah untukmu. Kalau jasad yang kamu bawa-bawa selama ini,
suatu saat juga akan Allah ambil lagi. Dan dunia ini pun, hanya tempat tinggal
sesaat saja. Allah pinjamkan
untukmu”.
NasehatDiri
Nasehat
dari sang imajiner terdengar jelas di telinga saya. Tubuh saya merinding.
Kemudian, saya duduk sejenak dan mengucap “Astaqfirullah…
ya Allah, seperti apa hamba
mempertanggung jawabkan atas pinjaman yang telah hamba gunakan ini. Engkau
menganugerahi mata untuk melihat yang halal. Tapi, mata ini masih sering melihat
apa yang Engkau larang. Tangan untuk berbuat kebaikan. Tapi masih sangat
sedikit yang terbuat. Mulut, supaya saling mengingatkan akan kebenaran dengan
penuh kesabaran. Tapi, lebih banyak pembenaran yang terucap dan bahkan, sangat
sering menfitnah dan menghibah saudaraku”.
Terkadang
saya teringat. Kalau kita melakukan transaksi sewa menyewa. Di dalam surat
perjanjian, selalu tercantum hal-hal yang harus dilaksanakan dan tidak boleh
dikerjakan. Bahkan, bila melanggar atau menyalahi pada poin-poin perjanjian
tersebut. Sanksi kerap menjadi akhir pertangungjawabannya.
Lalu,
bukankah sudah sangat jelas, kontrak antara makhluk dengan sang pencipta
makhluk (Khalik)? Tapi, betapa sering saya melanggar perjanjian itu?
Ciganjur,
kamis 17 november 2011
Mari bersilaturahim follow @mind_therapist
Dapatkan e-book Explore Your Potentials Gratis, klik download
