Kamis, 22 Desember 2011

Jangan Jadikan Pekerjaan Sebagai Tujuan, Tapi… (1)


Jabatanmu saat ini, bukanlah kondisi permanen, melainkan pembukti bahwa kamu pantas. Oleh karena itu, segera pantaskan dirimu lebih baik lagi. 
#NasehatDiri

Curhatan seorang teman

Suatu hari, saya mendapat pesan di BBM (270fe9b7), ”Mas tolong di cek inbox nya ya? Mohon masukkannya, thanks”. Pesan tersebut datang dari teman dekat saya, yang sedang galau dan bimbang dalam membuat keputusan. Sebut saja namanya Ibu Diana, 33 tahun. Setiap hari beraktifitas di sebuah perusahaan swasta multi national. Di tempat kerja nya yang sekarang, Alhamdulillah karirnya berada di posisi lebih bagus dari sebelumnya.

Beberapa bulan yang lalu. Ibu Diana mendapat tawaran bisnis dari seorang temannya. Bisnis yang ditawarkan, dari segi finansial sangat menjanjikan. Karena bisnis ini tergantung kepada pribadi yang mengerjakannya, maka produktifitas sangat tergantung dari usaha yang dilakukan oleh si pelaku bisnisnya.

Problem yang di hadapi

Nah, problemnya sekarang, Ibu Diana sudah lama menjadi praktisi sebagai karayawan (employee). Apalagi sudah mendapatkan posisi yang lumayan nyaman, dari segi kepastian dan kejelasan pendapatan (keuangan). Sehingga, untuk melakukan penjualan dan penawaran, agak berat beliau lakukan (Sebenarnya belum terbiasa menjual). Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa bisnis memiliki seorang ibu bernama menjual dan menawar. Maka, untuk mendapatkan anak berupa pendapatan, sang ibu wajib ada.

Namun di sisi lain. Suatu hal yang tak terpisahkan dari kondisi menjadi seorang pegawai adalah keterikatan waktu, mengikuti aturan yang berlaku, dan harus mengikuti sesuai kemauan atasan. Bila mengingat kondisi ini, membuat ibu Diana berpikir kembali, tawaran dari temannya, sepertinya lebih menyenangkan.

Kemudian ibu Diana meminta saran kepada saya. Bagaimana cara, agar beliau bisa “tune-in” menjiwai pekerjaannya, atau bisnis yang ditawarkan oleh temannya tadi? Saat saya membaca curhatannya, saya sempat terkejut. Karena shahabat saya yang satu ini, setiap hari wajahnya selalu terisi dengan senyuman. Aura wajahnya seperti orang tanpa beban. Tapi kita menyadari bersama, selama kita masih bisa menghirup O2 yang lepas di udara, maka, masalahpun selalu ada bersama kita.

Inti masalah

Saya membaca kembali sampai 3 kali, pesan di inbox tersebut. Saya berusaha untuk memahami emosi di balik kata-kata yang teman saya sharing kan itu. Tiba-tiba ada rasa sesuatu hadir dalam diri saya. Sehingga, ide, jawaban yang akan saya balas pun, hadir dalam pikiran saya.

Pertama, saya teringat dengan tulisan shahabat saya seorang bisnis coach, bapak Johny Rusly. Beliau pernah membagikan idenya tentang ”Do what you love, love what you do” dan ”Menjadi karyawan atau pengusaha?”. Saya mengambil ide pemikiran beliau, sebagai pembanding untuk teman saya ibu Diana. Harapan saya, mudah-mudahan ide tersebut bisa memperluas wawasan beliau.

Cintai pekerjaan Anda

Pada artikel do what you love, love what you do, untuk memperjelas maksudnya, Pak Johny menceritakan pengalaman beliau bertemu dengan pamannya. Saat Pak Johny bertanya “Apakah paman mencintai pekerjaan yang paman lakukan?”. Mendengar pertanyaan itu, paman beliau tertawa, lalu berkata;

”John, saya tidak seberuntung kamu yang mendapat pendidikan tinggi. Kamu dapat memilih pekerjaan yang kamu cintai. Jika tidak suka, kamu dapat pindah sesuka hati. Saya orang yang tidak berpendidikan. SD saja tidak tamat. Saya harus menerima pekerjaan saya apa adanya. Jadi, saya belajar mencintai pekerjaan saya! Suka atau tidak suka, jika harus, ya saya lakukan saja.”

Jawaban sang paman, membawa pak Johny keperenungan mendalam. Kalau selama ini mungkin ada orang hanya berfokus kepada apa yang mereka sukai. Tapi, jika tidak suka, maka pindah. Seakan kalau berkarir tidak sesuai passion, maka kesuksesan tidak berpihak bagi mereka. Sangat berbeda dengan pamannya, beliau suka tidak suka, mencintai apa yang ia kerjakan. Mungkin itu menjadi rahasia kesuksesannya.

Apa yang Anda inginkan, menjadi karyawan atau pengusaha?

Sementara pada artikel kedua, Menjadi karyawan atau pengusaha? Dengan sangat indah pak Johny menjelaskan. Sebelum melihat mana yang lebih asyik menjadi karyawan atau pengusaha?  Mungkin lebih baik kita menyimak apa sebenarnya yang Anda inginkan? Kawan, jika yang Anda inginkan adalah kekayaan dan keamanan, mungkin Anda tidak perlu menjadi pengusaha. Anda juga dapat menjadi kaya melalui jalur karyawan. Para karyawan puncak menikmati gaji dan fasilitas yang memungkin mereka hidup mewah. Mereka juga memutarkan kelebihan uang ke saham, properti dan franchise”.

Kemudian beliau menambahkan ”Jika Anda menginginkan kekayaan, keamanan dan rutinitas, hidup yang tdiak banyak berubah, sedikit tabungan hari tua, menjadi karyawan sudah cukup. Sebuah survey menunjukan, 41% orang di Amerika Serikat menginginkan kehidupan seperti ini. Jadi Anda tidak sendiri”.

Bersambung... Jangan Jadikan Pekerjaan Anda sebagai Tujuan (2)

Ciganjur, 22 Desember 2011
Mari bersilaturahim, follow @mind_therapist

Dapatkan e-book “Explore Your Potentials” Gratis, Klik download
Bagikan