Pada awalnya, kita yang memaksakan diri untuk
membiasakan diri. Lama-kelamaan kebiasaan itu membimbing kita menjadi karakter.
Apa itu sukses?
Baiklah. Sebelum saya
melanjutkan cerita ini kepada Anda. Ada baiknya saya membingkai terlebih dahulu
kata “sukses” yang saya maksud pada catatan ini. Seperti lumrah kita ketahui,
kata sukses itu bentuknya abstrak. Tidak konkrit. Bisa mengandung multi tafsir.
Iyakan?
Khusus untuk kali ini, saya mau
menyinonim kata sukses dengan keberhasilan kita dalam hal melakukan apa yang
kita rencanankan, dan tercapai apa yang kita targetkan. Dua hal inilah tolak
ukurnya. Jelaskan?
Barangkali, Anda bertanya, “Apa yang membuat saya mengkerucutkan sukses
dengan dua standar di atas?”. Kalau pun Anda tidak penasaran akan hal itu,
saya mohon Anda mau mengizinkan saya menceritakan latar belakang lahirnya
pernyataan ini. Bolehkan?
Gara-gara posting
Ceritanya, hari ini, Selasa, 5
Juni 2012. Saya memposting artikel yang saya tulis di blog ke milist yang saya
ikuti. Juga ke beberapa group facebook, di mana saya menjadi member di sana. Inti
dari catatan itu, menulis bisa mengatasi galau. Itu saja. Kemudian, seorang
teman membaca tulisan tersebut. Dia chat dengan saya via obrolan gmail.
Teman : Berarti ide-ide
mas Rahmad selama ini hasil dari kegalauan mas ya?
Saya : Beberapa iya. Kebanyakan karena memang ada
ide hadir, kemudian saya langsung menuangkannya ke dalam tulisan.
Teman : Semacam the
power of kepepet dong mas?
Saya : Bukan kepepet sih, tapi saya memepetkan
diri.
Seperti itulah, kira-kira
percakapan kami. Sebenarnya, ada beberapa isi chat lain. Tapi, saya menganggap,
itu tidak ada hubungan dengan naskah ini. Sementara empat chat di atas,
kebalikan dari chat lain. Ya. Sangat kuat kaitannya. Mengapa? Justru gara-gara
chat ini, lahir ide tulisan ini.
Ada pun kata yang
menginspirasi, yakni saat saya membalas, “Bukan
kepepet sih, tapi saya memepetkan diri”. Ya. Kepepet yang saya ciptakan,
malahan mengandung paksaan. Saya memaksakan diri dalam hal menulis. Tujuannya,
supaya aktifitas menulis menjadi kebiasaan bagi saya. Seperti kata pepatah, ala
bisa karena biasa. Dan pembiasaan pun, konon katanya, bisa berubah menjadi
karakter.
Cara memepetkan diri
Bukankah Anda mau tau, apa
langkah yang saya tempuh untuk memempetkan diri? Saya menerapkan salah satu
tehnik NLP (neuro-linguistic programming)
yang saya pelajari. Terkadang, saya juga mengajarkan aplikasinya. Seperti Breaking Mental Block with NLP. Tehnik ini
bertujuan, agar saya bisa mengenali alasan terkuat melakukan sesuatu.
Alasan terkuat di sini, seperti
kisah para pelaut Jepang. Mereka sempat bingung terhadap perilaku pembeli ikan
di tempat penjualan ikan. Mengapa hasil tangkapan yang mereka bawa pulang dari
laut, kurang diminati? Menurut mereka, hal itu terjadi karena ikannya sudah di-es-kan.
Alasan terkuat
Lalu terpikir ide oleh nelayan
Jepang. Saat mereka menangkap ikan di laut, tidak mefrezerkannya lagi. Akan
tetapi, membiarkan ikan itu hidup, dan memasukkan dalam aquarium. Jadi, saat
tiba di daratan, ikannya masih segar. Akan tetapi, ikan ini lama di laut dalam aquarium
berukuran kecil. Sehingga, membuat ikannya menjadi malas. Tak bertenaga.
Rupanya, ikan seperti ini pun, tidak disukai oleh pembeli.
Sang nelayan mikir lagi.
Bagaimana caranya supaya hasil tangkapan mereka laris manis? Akhirnya, mereka
menemukan solusi. Yaitu, memasukkan hiu kecil ke dalam aquarium tempat mereka
menampung hasil tangkapannya. Sehingga, ikan-ikan yang terjaring, selalu
bergerak gesit. Lantaran dikejar-kejar oleh hiu.
Nah, alasan terkuat itu, ibarat
hiu kecil bagi ikan-ikan hasil tangkapan nelayan Jepang di atas. Jadi, saya
harus menemukan sudut pandang, di mana, hal itu membuat saya termotivasi terus
untuk melakukan suatu pekerjaan. Dalam hal ini, saya mencari alasan terkuat,
supaya terus semangat menulis.
Push yourself to success
Dari pengalaman ini. Terbesit
di pikiran saya. Terkadang, memaksakan diri itu, justru langkah yang tepat
menuju ke pintu kesuksesan.
Ciganjur, Selasa, 5 Juni 2012
Bagikan
