Hari ini, Rabu
6 Juni 2012. Pukul 07.30 wib. Saya sudah menyalakan laptop. Saya tunggu sejenak
proses kesiapannya. Kemudian, saya arahkan kursor menuju tombol warna hijau
pojok kiri. Dia berada tepat di sudut 90 derajat sisi kiri. Ada tulisan dari
lima huruf. S.t.a.r dan t. Start. Kemudian muncul kotak berukuran 2 cm lengkap
dengan beberapa list yang menghubung dengan program pc ini.
Saya memencet
link all program. Keluarlah semua
program yang terinstal pada notebook berukuran 12 inci. Akhirnya saya
memutuskan program Microsoft office,
selanjutnya memilih Microsoft word. 5
detik kemudian, muncullah layar sisi kirinya seperti ada urutan huruf
penggaris. Demikian juga pada sisi atas. Dan lengkap dengan item-item lain,
yang mana saya tak mampu mendeskripsikannya.
Azospermi
Sebenarnya,
pagi ini, saya mempunyai tugas yang mesti segera saya tuntaskan. Tugas tersebut
menjadi agenda saya hari ini. Bahkan, tujuan saya menghidupkan notebook saya,
sebenarnya untuk mengerjakan tugas tersebut. Akan tetapi, entah mengapa, naluri
melaksanakan pekerjaan itu, hasratnya belum membara dalam diriku.
Sebenarnya,
saya bukanlah orang yang harus menuruti mood baru bisa bekerja. Namun, khusus
pekerjaan yang berhubungan dengan kreatifitas—bila naluri kreatifitas itu belum
ingin saya lampiaskan—maka, saat saya mengerjakannya, terasa seperti terpaksa.
Efeknya, sang kreatif jadi mandul. Ya. Idenya benar-benar hampa. Orang biologi
menyebutnya azospermi.
Terapi menulis
Dari pada tidak
mengerjakan apa pun. Akhirnya, saya memutuskan mengamalkan lagi gagasan yang
saya posting di blog kemarin “Inilah
Cara Mengatasi Galau”. Pada catatan tersebut saya bercerita tentang
manfaat menulis untuk mengusir galau. Dan saat menulis ini, saya tidak
menetapkan tujuan apa-apa. Sehingga, saya tidak tau, seperti apa wujud akhir dari
catatan ini. Karena, saya menulis mengikuti emosi yang bergejolak di dalam
diriku.
Itu pula
alasan, mengapa saya memberi judul catatan ini—Tanpa Judul. Tapi, kalau Anda
simak seksama, mungkin Anda setuju dengan bagian dalam diri saya. Tulisan ini
lebih cocok dijuduli—Curhat.
Nah, sampai
pada paragraph ini, saya mulai miskin kata. Sebab, emosi yang ingin keluar,
mulai tidak jelas bentuknya. Bukan karena ragam warna, akan tetapi, lantaran
pergejolakan dalam diri tadi, sudah mulai memudar. Secara visual tergambarkan
seperti acak-acak. Lebih parah lagi, abstrak. Acak-acakannya tidak jelas.
Mungkin, sudah
waktunya bagi saya mengakhiri masa hidup tulisan ini. Alasannya, dada saya
serasa sudah plong. Tidak ada yang tertahan. Oh ya, satu hal lagi. Saya anggap ini
wajib saya beritakan kepada Anda. Ketika mau menamatkan karya ini, ada bisikan
terdengar dalam kepalaku. Suaranya tidak terlalu keras, juga tidak kecil.
Tetapi sangat jelas bunyinya terbesit, “Sepertinya, judul tulisan ini lebih
cocok dinamai—writing therapy”.
Ciganjur, Rabu,
6 Juni 2012
Bagikan
