Belajarlah dari durian, meskipun kulitnya berduri, tetapi isinya banyak diminati.
#NasehatDiri
Nasrudin dan gurunya mendapat undangan dari 4 orang warga desa sekitar madrasah mereka tempati. Para pemilik rumah mengharapkan, agar Guru Nasrudin mendoakan rumah mereka, supaya tempat tinggal mereka aman dan terhindar dari musibah. Guru Nasrudin mengiyakan undang tersebut dan menyanggupinya. Sambil menganggukkan kepalanya. Kemudian, sang guru mengajak Nasrudin untuk ikut bersamanya. Hingga, sampailah mereka ketempat tujuannya.
Rumah pertama
Rumah pertama yang mereka
kunjungi, dari depan
pintu pagar bisa terlihat, terdapat sampah dan rumput liar memenuhi halaman
rumah tersebut. Seperti tidak pernah terawat. Sesampai di depan rumah,
lantainya terlihat kotor karena jarang dipel. Sehingga, jejak bekas orang
berjalan, jelas terlihat di sana. Tatkala masuk ke dalam rumah, Nasrudin
melihat isi perabotannya, seperti
lemari, sofa, dan meja. Ruangan tersebut juga tidak kalah tidak terurus seperti
halaman depan, bahwa kalau tempat itu jarang di sapu. Kemudian mereka duduk di
pojok rumah, dan memulai doa keberkatan. Setelah selesai mendoakan, mereka
melanjutkan kerumah berikutnya.
Rumah Kedua
Rumah kedua yang mereka
kunjungi, berbeda dengan yang sebelumnya. Bagitu sampai di depan pintu pagar,
Nasruddin memperhatikan. Rumah tersebut terdapat perbedaan yang signifikan,
setelah membandingkan dengan yang telah mereka kunjungi sebelumnya. Rumuputnya
terpotong rapi dan sejajar. Bunga-bunga tertata dengan rapi. Di
halaman juga terpajang lampu tuk merengi halaman di malam hari.
Tatkala mendekati pintu depan,
Nasruddin memperhatikan, sebagian dinding terukir artsitektur berbentuk kulit
dan akar pepohonan. Ada kolam kecil, tertata batu alam seperti
pasukan berbaris, tersusun rapi. Sungguh indah dan menggoda. Lantainyapun,
sangat bersih. Ukiran di pintu dan gagangnya, juga dipenuhi ukiran-ukiran
bintang zamrud. Namun, yang membuat Nasrudin terkejut. Isi dalam rumah ini
tidak ada perbedaan sedikitpun dengan rumah pertama yang telah dia kunjungi
sebelumnya. Hanya depannya saja yang berbeda.
Kemudian, Nasrudin dan gurunya
mencari tempat duduk dalam ruangan tersebut. Sebagaimana tujuan menuju kerumah
itu, mereka melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, membacakan doa
keberkatan. Setelah selesai membaca, baru melanjutkan ke rumah selanjutnya.
Rumah Ketiga
Kali ini, Nasrudin mengunjungi
rumah yang sederhana. Perbedaan yang mencolok dari rumah pertama dan kedua, terutama dari kondisi halaman. Pekarangan
raumah yang ditinggali oleh pemilik ketiga ini, tidak terlalu kotor, juga tidak
seperti rumah yang kedua. Rumputnya terpotong sekedar saja, tidak rapi, namun
juga tidak menganggu padangan olehnya. Sampah nya tertumpuk di satu sudut, yang
setiap sehari sekali ada yang memindahkannya.
Dindingnya tidak terukir oleh
hiasan apapun. Polos saja, seperti rumah lain pada umumnya. Persis
seperti dengan yang pertama. Namun, rumah yang ketiga ini lebih bersih.
Lantainya tidak mengkilat, namun tidak membuat pakaian kotor bila diduduki.
Sederhana dan biasa-biasa saja. Kotor tidak, mewahpun tidak masuk katagori.
Akan tetapi, tatkala Nasruddin
membuka pintu memasuki rumah tersebut. Hidungnya langsung mencium aroma yang
membuatnya menjadi segar. Di dalam nya terisi dengan sofa yang empuk. Di
dinding sebelah kiri, tergantung foto keluarga. Ada kaligrafi, dan gambar abstrak
karya pelukis ternama.
Kursi dan mejanya terbuat dari
kayu jati, ada ukiran yang mempersepsikan cita rasa mahakarya seni. Di
tengah-tengahnya, terhampar permadani mesir. Tata letak perabotnyapun, semakin
membuat penghuni merasa lebih betah tinggal. Sungguh sangat berbeda dari
sebelumnya. Rumah ketiga ini, luar nya biasa saja, tetapi di dalamnya sungguh
menggoda. Kemudian, sang guru dan Nasrudin membacakan doa yang sama seperti
rumah sebelumnya.
Rumah keempat
Akhirnya, Nasruddin dan Guru
nya, tiba juga di rumah tujuan terakhir. Setelah menjumpai berbagai macam model
dan bentuk rumah yang telah mereka kunjungi, Nasruddin berkata-kata kepada diri
nya ”Entah seperti apa lagi akan aku
temui?”. Begitu memasuki pintu pagar halaman depan. Rumah yang terakhir
mereka kunjungi, seperti pada rumah kedua. Ada lampu taman yang cantik, rumputnya
terpotong dengan rapi. Ukiran di dinding terukir sangat indah, keramik yang
menempel di latai bernilai tinggi. Semuanya serba bagus dan mewah.
Kemudian, saat masuk kedalampun,
juga demikian. Keindahan dan kemewahannya, tidak hanya di luar. Tetapi,
juga di dalam. Seperti rumah ketiga yang mereka kunjungi sebelumnya. Permadani,
sofa, lemari, jam dinding kuno, lengkap semua kemewahan rumah tersebut. Rumah
terakhir mereka doa kan ini, sungguh menawan hati Nasrudin untuk berlama-lama
di sana. Tetapi, waktu tidak bisa dicegah dan terus berlalu, doapun berakhir
dibacakan. Mereka pun pulang ke Madrasah nya kembali.
Nasehat Guru kepada Nasruddin
Setelah selesai memenuhi semua
undangan dan menunaikan permintaan pengundang. Dalam
perjalanan, sang Guru bertanya kepada Nasruddin.
”Din, apa yang kamu pelajari hari ini, dari keempat rumah yang kita
kunjungi tadi?”
(Sambil mengerutkan dahinya,
kemudian Nasrudin menjawab). ”Rumah-rumah
yang baru saja kita kunjungi tadi, ada yang bagus tampilan luarnya saja, tetapi
di dalamnya tidak. Ada juga yang luarnya kurang bersih dan sekedar saja, tapi
di dalamnya sangat betah ditinggali karena kenyamanan dan keindahannya. Ada yang kedua-dua bagus di dalam dan
di luar. Ada juga kebalikannya, kotor di luar, di dalamnyapun demikian”.
Setelah itu, sang Guru
melanjutkan “Din, masih ingatkah engkau,
bahwa semua penciptaan di bumi tidak ada yang sia-sia? Termasuk diantaranya
peristiwa yang telah kita jalani. Bila demikian, apa pembelajaran lain yang
Allah inginkan kamu ketahui?” Tanda tanya berputar-putar memenuhi kepala
Nasrudin, dengan mengerutkan dahi sekali lagi, “Apa Guru, aku belum tau?”
Perumpamaan manusia
”Din, keempat rumah tadi adalah perumpamaan sifat dan karakter manusia.
Allah mentakdirkanmu mengikutiku mengunjungi empat rumah tadi, agar engkau
tidak heran dengan perilaku manusia. Tabiat manusia, tak ubahnya seperti rumah
tadi. Ada yang sibuk untuk mempercantik tampilan luar, sehingga lupa dengan di
dalam. Ada juga tidak mau tau dengan halaman rumahnya, yang penting di dalamnya
bagus. Ada pula kedua-duanya tidak memperdulikan, sehingga, baik diluar maupun
di dalam, sama buruk nya. Namun, kebalikannya, di luar indah, di dalampun
demikian”.
Sang guru melanjutkan ”Din, dalam kehidupan ini, berusahalah kamu
menjadi seperti rumah terakhir yang kita jumpai. Apa yang terlihat di luar
dirimu (indah dan bagus) merupakan cerminan yang terdapat dalam dirimu. Namun,
bila kamu belum mampu seperti itu. Menjadi seperti rumah yang ketiga, cukup.
Biarkan luarmu sederhana, tetapi dalam dirimu penuh kecantikan yang mendalam”.
Termasuk yang manakah kita? Maafkan mengakhiri cerita ini dengan pertanyaan.
Ciganjur, 1 Oktober 2011
