Tatkala seseorang telah loyal. Maka pekerjaan bukan
lagi tugas, bukan pula kewajiban. Tetapi persembahan.
#Kesadaran
![]() |
| Loyal, 1 diantara 7 prinsip Bushido |
Topik
Hangat; Motivasi & Loyalitas
“Anda harus loyal
dalam menjalankan tugas, kerjakan dengan benar, dan berikan yang terbaik untuk
perusahaan.” Mungkin kalimat tersebut sangat sering
terdengar dari pimpinan Anda. Namun, apakah loyalitas bisa diciptakan?
Semenjak
saya memutuskan bergerak di dunia pelatihan dan pengembangan diri—tahun 2007
hingga sekarang—saya semakin banyak bertemu dan berinteraksi dengan pemilik
usaha, kepala cabang, dan para profesional di bidang human resources development (HRD).
Bermacam
ragam perihal saya alami. Baik membantu memberikan pelatihan maupun berdiskusi
dengan pihak berwenang, dalam rangka meningkatkan produktifitas timnya.
Hal
paling sering menjadi perbincangan kami adalah, motivasi dan loyalitas pekerja.
Dan ketika kami membahas loyalitas, maka gap pemahaman di sana. Gap ini
bagaikan uang Rp.50.000,-. Bagi mereka yang memiliki pendapatan di atas 10 juta
perbulan. Tentu tidaklah terlalu bernilai. Namun, bagi mereka yang mempunyai
uang 700 ribu perbulan. Maka 50 ribu sangatlah bernilai.
Beda
orang, beda makna
Demikian
pula dengan loyalitas. Biasanya, interpretasi antara manajemen dan pemilik
usaha, berbeda dengan mereka yang membantu para manajemen (pemilik usaha) untuk
mewujudkan visi mereka (karyawan).
Dan
tentunya, pihak management yang saya maksud di sini, akan berbeda lagi
pandangannya mengenai loyalitas, ketika saya bertemu dengan orang tidak sama
namun menjabat dan mempunyai wewenang serupa dalam suatu organisasi.
Sebut
saja, shahabat saya ini bernama Yusuf. Dia kepala cabang sebuah perusahaan
bergerak di bidang jasa. Suatu ketika kami janjian bertemu di restoran cepat
saji Botani Square Bogor. Kami berbincang-bincang tentang pendidikan anaknya. Kota
Bogor yang tidak lagi sedingin dulu kini mulai panas serta jarang hujan. Sampai
dengan pengembangan diri karyawan di kantornya.
”Aku heran dengan anak muda jaman sekarang.
Loyalitas kepada perusahaan rendah sekali”. Katanya. Lalu saya menimpali, ”Maksudnya rendah seperti apa Bro, dan
loyalitas menurutmu sendiri seperti apa?”. Saya mengklarifikasi maksud
pernyataannya.
”Gini lho Bro”. Dia mulai menjelaskan
sambil menyandarkan punggungnya di sofa restoran cepat saji itu dan meletakkan
kaki kanan di atas kaki kirinya. ”Bagiku
loyalitas itu tidak hanya bekerja sesuai tugas yang diembankan kepadaku
berdasarkan gaji yang aku terima. Namun, lebih dari itu”. Dia berkata.
Kemudian
saya melanjutkan bertanya, ”Maksudnya
lebih dari itu?”. ”Ya, contohnya,
jika suatu ketika aku bekerja lebih dari waktu yang ditentukan, tidak menjadi
masalah bagiku. Dan aku tidak membandingkannya dengan nilai tambahan uang yang
akan aku peroleh. Karena itu tanggung jawabku”. Dia menegaskan.
Sementara
itu, di lain waktu saya pernah mendengar curhat seorang teman. Sebut saja
namanya Sayuti. Dia bekerja sebagai staff IT di sebuah perusahaan bergerak di
bidang keuangan. Dia menjelaskan kepada saya makna loyalitas saat saya
mengajukan pertanyaan apa itu loyalitas baginya?
”Susah Mad untuk menjadi loyal di tempat
kerjaku sekarang. Meskipun aku sudah melaksanakan tugas dengan sebaik mungkin
dan siap untuk lembur. Namun karena aku tidak menjalankan keinginan pimpinanku
(manager), tetap saja aku dianggap tidak loyal”. Dia menjawab.
Kembali
ke makna loyalitas. Inilah yang saya maksud, loyalitas di mata karyawan berbeda
dengan pimpinannya. Meskipun shahabat saya Yusuf menjabat sebagai kepala
cabang. Kalau kita mengamati kembali, makna loyalitas baginya hampir sama
dengan teman saya sebagai karyawan staff IT, Sayuti.
Dan
lebih menarik lagi, pimpinan Sayuti, baru menganggapnya loyal, jika dia mau
mengikuti kemauan pimpinannya. Dan ini membuktikan, beda orang, maka akan
membedakan lagi makna loyal. Meskipun jabatannya sama.
Apakah Loyalitas
Bisa Diciptakan?
Lantas,
pertanyaan selanjutnya. Apakah loyalitas bisa diciptakan? Menurut Mariko A.
Yashihara, Managing Director, PT. JAC Indonesia, ada 3 hal yang menyebabkan
karyawan bisa loyal.
Pertama,
kenyamanan kerja. Selain dari suasana dan budaya kerja, termasuk didalamnya
peningkatan gaji, bonus dan tunjangan. Kedua, kesuksesan senior. Karena,
kesuksesan jenjang karier para pendahulu (senior) sangat menentukan semangat
para junior.
Dan
yang ketiga,
transparan. Jika perusahaan kurang terbuka mensosialisasi pada ranah yang bisa
dikonsumsi oleh karyawan menyangkut keuangan perusahaan. Hal ini justru membuat
karyawan menjadi was-was, dan ini berdampak kepada loyalitas mereka.
Ironisnya,
meskipun perusahaan telah menjaga dengan baik kenyamanan kerja, kejelasan karir
dan transparan. Namun, masih tetap saja loyalitas itu tidak terbentuk. Apa
penyebabnya?
Menurut
saya loyalitas itu tidak bisa diminta atau dibentuk. Mengapa? Karena, saat kita
berbicara loyalitas, sebenarnya sedang membahas tentang value. Value adalah sesuatu yang dianggap penting dan bermakna
bagi seseorang. Oleh sebab itulah, mengapa ada orang yang tanpa dibayar
lebih, namun mau bekerja optimal? Namun ada juga sebaliknya.
Jadi,
loyalitas itu tidak akan pernah bisa diminta, diciptakan atau dibentuk oleh
pimpinan atau perusahaan. Melainkan, karyawan
sendiri itulah memutuskan dirinya untuk menjadi loyal. Yaitu, dengan cara
menyadari hirarki value nya dalam bekerja.
Ciganjur,
27 September 2012
Ikuti
Workshop "Explore Your Potentials With NLP" tentang cara
merumuskan Visi Hidup, menemukan Passion dan mengoptimalkan Potensi Diri.
Minggu, 17 Februari 2013, @Hotel Syahida Inn Komplek Pasca UIN
Jakarta. Hubungi 0878.7603.7227 Sekarang.
