Kamis, 14 Februari 2013

Inspirasi Kentut



Inpirasi di sekitarku
Sungguh, inspirasi itu bisa hadir dan terjadi karena hal terkecil di sekelilingku. Bahkan yang melekat dan menjadi bagian diriku. Contohnya saja satu kata yang terdiri dari 6 huruf ini. K E N T U T. Fisiknya tak bisa di raba. Matapun tak mampu melihatnya. Kecuali mendengar dan mencium saja. 

Lantas apa I N S P I R A S I yang dapat saya petik dari kentut tersebut? Setiap orang, Anda dan saya tentunya berbeda-beda menyikapinya. Kalau saya pribadi, kentut menginspirasi saya dalam hal;

Sebagaimana kita ketahui bersama, lazimnya (terkadang) kentut yang bunyinya terdengar jelas oleh telinga itu, hanya berbunyi saja menggema. Tapi tanpa menyisakan bau khasnya. Ibarat tong kosong bunyinya nyaring. Respon yang terjadi, paling-paling pikiran saya berkata-kata, Oh ada yang baru selesai membuang gas, alias kentut.

Akan tetapi, ada kentut yang jenisnya, indera pendengaran saya tidak mampu merekamnya, bahkan yang menghembuskannya sendiri juga demikian. Terkecuali dia merasakan semacam ada udara yang lepas dari rongga duburnya

Ghaib tapi nyata
Yang luar biasanya lagi, meskipun kentut semacam ini suaranya tak terdengar, tapi efeknya dahsyat sekali. Ghaib tapi nyata. Tak ubahnya, seperti orang-orang yang datang ke saya yang tujuannya untuk menyelesaikan masalah dendam yang didera. Gara-gara perkataan seseorang membuat jantungnya sakit semacam tertusuk pisau. 

Saat dia menyampaikan permasalahannnya kepada saya “Omongan dia tidak akan pernah saya lupakan pak, hingga membuat saya menderita seperti ini”. Lebih menariknya lagi, sipengucap yang dimaksud klient saya tadi, sudah 10 tahun yang lalu meninggal dunia. Akan tetapi, dalam kepala orang itu, suaranya masih jelas terdengar. Baik redaksi kata-katanya. Maupun intonasinya. Hal itu berulang terus menerus. 

Padahal kalau dipikir-pikir. Orang yang mengucapkan itu telah tiada. Tetapi, bagi klient saya ini seolah-olah masih hidup, dan dia masih mengatakan hal itu lagi kepada si klien. 

Demikianlah kentut tak bersuara itu. Tak kala dia lepas dari selongsongnya. Orang-orang hanya mengetahui, bahwa ada bau yang tak sedap. Namun bertanya-tanya dalam diri, “Siapa yang menyebarkannya?

Sungguh beruntung bagi mereka yang mempunyai rambut hidung nan lebat. Sehingga ada saringannya. Tapi, orang-orang seperti saya yang rambut dalam rongga hidung bisa saya hitung dengan jari. Pasti aroma tak sedap itu langsung menusuk saraf-saraf bau. 

Dan, seketika itu pula, tangan saya meperagakan kelihaian reflektifitasnya dengan menutup hidung saya. Entah menggunakan tisu, atau pura-pura sedang mencium benda terdekat lainnya.
 
Seperti mencium ransel sedang saya gendong. Atau kalau hal itu terjadi saat saya membaca buku. Tiba-tiba saja saya membaca buku dengan jarak kurang lebih 20 cm dari pandangan saya. Bukan huruf pada buku cetakan tersebut kecil-kecil. Akan tetapi, agar hidung mampu menghirup bau kertasnya.

Antara berbuat baik dan kentut
Kembali ke inspirasi kentut. Bagi saya, konteks melakukan kebaikan itu lebih tepat apabila mampu saya lakukan seperti kentut tak bersuara itu tadi. Meskipun dia tidak jelas terlihat oleh mata, dan tak terdengar oleh telinga. Akan tetapi dampaknya sungguh terasa. Dan biarkan saja orang mencari-cari, siapa sebenarnya yang telah melakukannya? 

Tak ubahnya kentut tak bersuara tadi. Setiap kita mencium baunya, maka reaksi kita terkadang pura-pura gak tau. Atau melirik ke kanan dan ke kiri. Saling berbicara dengan bahasa tubuh masing-masing. Atau lewat tatapan mata yang mengandung sejuta makna. Mungkin, pandangan di sana mengkomunikasikan “Apakah Anda mencium bau yang saya cium? Siapa yang mengeluarkannya ya?”.

Cilegon, Selasa 12 Februari 2013
Bagikan