Minggu, 17 Februari 2013

Berkah Silaturahim; Dari Tau Cara Handling Objection Sampai Melek Finansial



"Allah ’azza wa jalla berfirman: Aku adalah Ar Rahman. Aku menciptakan rahim dan Aku mengambilnya dari nama-Ku. Siapa yang menyambungnya, niscaya Aku akan menjaga haknya. Dan siapa yang memutusnya, niscaya Aku akan memutus dirinya." (HR. Ahmad 1/194, shahih lighoirihi).

Tiada yang meragukan
Tidak sedikit orang yang tidak meragukan, bahwa yang namanya menyambung silaturahim itu banyak membawa manfaatnya bagi si pelakunya. Entah dari aspek finansial, kesehatan, karir, pengetahuan dan cinta. Iyakan? 

Atau mungkin Anda masih mempunyai aspek lain dari hal yang telah saya catat ini. Sila menambahkan sendiri atau mengomentari tulisan ini. Agar menambah khazanah saya dan orang-orang membacanya. Bersediakan?

Bertemu pendakwah
Itulah kira-kira hal yang saya alami setelah bertemu dengan shahabat saya Ibnu Permana. Jumaat, jam 14.30 saya menemui seorang teman di restoran lobby Cilandak Mall. Pertama-tama kami saling membahas perihal aktifitas sehari-hari. Seperti saya yang masih tetap istiqamah menjadi pembicara untuk bercuap-cuap tentang Public speaking, motivasi, Komunikasi Effektif, dan Change paradigm (breaking mental block in-selling & presentation).

Demikian pula dengan shahabat saya ini. Selain aktif menjadi pedakwah—istilah dia menglabelkan dirinya terhadap aktifitas jualan yang dia kerjakan—dia juga menjadi lelaki panggilan—istilah untuk kata pembicara—ke perusahaan, yayasan atau intansi tertentu.

Kami bercakap-cakap selama 3 jam. Sungguh sangat tidak terasa waktu berjalan. Karena, banyak hal yang kami diskusikan. Mungkin karena diskusi itu menarik bagi saya juga baginya. Sehingga, tak terasa berlalu. Hal yang kami bahas tentang penjualan. Tehnik-tehnik handling objection

Siapa penjual handal?
Dari pertemuan itu, saya belajar banyak hal. Jika saya simpulkan, penjual yang handal bukan karena dia tau banyak hal tentang mempersuasi pelanggannya. Bukan pula karena produk maupun jasa yang dia tawarkan kualitasnya luar biasa bagus. Akan tetapi, mindset dan attitudenyalah yang menentukan.

Jika Anda beraktifitas sebagai penjual, saya yakin Anda setuju. Betulkan? Meskipun hal lain, seperti; pola bahasa, pilihan kata, intonasi, dan produk juga menentukan. Namun, pengalaman pribadi saya baik saat mengajarkan program pelatihan Breaking Mental Block in Selling maupun melayani konsultasi. Saya menyimpulkan. Mindset dan Attitudelah yang utama.

Inilah manfaat yang saya peroleh menyambung silaturahim dengannya. Yaitu mendapatkan banyak pelajaran tentang handling objection.  

Kopdar milist TMI
Sementara itu, Sabtu 5 Januari 2013. Saya mempunyai dua agenda silaturahim. Pertama kopi darat atau sering disebut kopdar milist The Manager Indonesia. Acara ini diprakarsai oleh salah seorang moderator milist. Kami bertemu di Green Tebet jalan MT Haryono. Dekat stasiun Cawang.

Pertemuan ini tidak terlalu resmi. Ngobrol santai. Bahkan, yang dibicarakan pun hal umum yang berdekatan kehidupan sehari-hari. Seperti pendidikan di Indoensia dan bisnis property. Bukan mentang-mentang milist The Manager Indonesia, maka hanya membahas khusus topik managerial. 

Meskipun yang hadir hanya 6 orang. Tapi tidak mengurangi sedikit pun energi semangat membangun kebersamaan antar anggota secara off line. Rencananya, ke depan kopdar ini terus berjalan rutin. Minimal dua bulan sekali. 

Melek finansial
Ada pun manfaat pribadi saya peroleh dari pertemuan ini. Saya menjadi tau tentang bisnis property. Selain itu, melek finansial agar bisa pasif income. Karena salah seorang yang hadir adalah bisnisman—owner—telah menjalankan prinsip tersebut. Beliau punya 7 usaha. Di antara 7 usaha tersebut hanya 2 usaha intens beliau tangani. Selebihnya beliau serahkan kepada orang lain dan beliau menikmati hasilnya saja (pasif income).

Oh ya, apakah Anda mau tau bagaimana tolak ukur sederhana Anda dan saya sudah pasif income atau belum? Ternyata sangat simple. Jika kebutuhan harian kita sebulan katakanlah Rp.5.000.000,- kemudian ada usaha tanpa kita aktif terjun—operasionalnya—menghasilkan senilai kebutuhan kita. Maka kita sudah pasif income.  

Selesai kopdar di Green Tebet, saya melanjutkan ke pertemuan selanjutnya. Arisan alumni kuliah STEI tazkia angkatan 5. Acaranya dekat Taman mini. Di kediaman shahabat kami Anisa. 

Tidak ada yang kebetulan
Ngomong-ngomong, apakah Anda percaya kebetulan? Saya percaya. Akan tetapi, menurut saya, banyak hal dalam hidup bukan kebetulan. Terus apa? Kebanyakannya adalah rencana dan keputusan. Seperti saya berangkat ke Tamini Square janjian sama teman alumni kuliah, Fachrur Rozi. Saya menuju ke sana bersama seorang anggota kopdar yang ada acara juga di Tamini. Jadinya saya ikut bareng beliau deh.

Bagaimana itu bisa terjadi, semata-mata karena komunikasi. Lalu, terjadilah ajakan berangkat bersama. Dan saya memutuskan ya. Alasannya selain menghemat biaya taksi. Juga sekaligus sembari menimba ilmu. Sebab, shahabat ini seorang senior trainer bagi saya. Beliau penulis buku Natural Intelligences. Kang Dadang Kadarusman. (Terima kasih kang ya tumpangannya). 

Akhirnya, saya tiba di tempat tujuan bersama dengan teman saya Fahrur Rozy. Setelah dia menjemput saya di depan Tamini Square. Di rumah Anisa telah hadir beberapa teman, seperti Rima bersama Putrinya, dan Herbi bersama calon pedamping hidupnya.

Jualan atau mencerdaskan?
Adapun hal menarik nan berkesan bagi saya dari arisan ini. Saat teman saya Herbi bertanya ”Broder, para trainer dan motivator eksis di media sosical, FB dan twitter itu benar-benar ingin mencerdaskan masyarakat atau untuk jualan?”. Dia bertanya sambil tersenyum dan menaikkan alisnya.

Mendengar pertanyaan itu, seperti ada hentakan dalam diri saya. Saya jeda selama 5 detik kemudian baru menjawab. ”Pada intinya adalah untuk mencerdaskan. Selain itu untuk personal branding”. Saya jawab. Lalu Herbi menyambut ”Ooo..”.

Entah mengapa, setelah pulang. Saya merenung kembali pertanyaannya. Jika trainer yang dimaksud itu adalah saya sendiri. Apakah benar saya eksis di FB, Twitter dan Blog murni untuk mencerdaskan masyarakat? Saya rasa tidak. Lantas apa yang membuat saya menjawab pada intinya untuk mencerdaskan masyarakat dan personal branding?

Karena, saya tau beberapa orang trainer murni kehadirannya di FB dan Twitter adalah untuk berbagi pengetahuan. Social media baginya strategi mewujudkan visinya. Sehingga bisa saya katakan. Social media adalah sarana menjalankan misi. Selain dari menulis buku.

Kemudian, ”Kalau bukan tujuan utama mencerdaskan masyarakat atau berbagi pengetahuan yang aku ketahui, terus apa?” Saya bertanya kepada diri sendiri. Ternyata kebenarnya, masih ada niat dalam diri saya. Maksud tujuan utamanya adalah jualan. Kemudian personal branding. Baru sedikit benar-benar adalah berbagi ilmunya.  

Alasannya, kalau dulu setiap menulis artikel di blog berharap agar ada yang mengomentari. Kalau sekarang berharap, setiap pembaca catatan yang saya tulis menuntaskan bacaannya. Ada harapan agar mereka menghubungi saya untuk menjadi pembicara pada acara mereka. Atau, bagi mereka ada permasalahan emosi dan mental (pikiran dan perasaan) mau berkonsultasi dengan saya.

Manfaat silaturahim
Setelah menyadari hal ini. Kemudian saya menyentuh dada saya. Persis di tengah-tengah antara kedua paru-paru. Lalu saya usap memutar-mutar sambil mengatakan ”Wahai diriku, aku mencintaimu. Aku menerima mu. Aku ikhlas dan Ridha apa pun perilakuku saat ini”. Saya mengucapkan sampai 5 kali.

Kembali kepada manfaat dari silaturahim. Inilah beberapa hikmah dari tiga agenda silaturahim yang saya lakukan. Dari pengetahuan tentang handling objection, melek finansial—pasif income—, sampai transformasi diri.   

Ciganjur, 6 Januari 2013
Bagikan