Selasa, 05 Februari 2013

Antara Basa Basi dan Blak-blakan?


Manusiakan manusia. Jika dia butuh senyum, maka berikan senyum. Bila dia ingin sanjungan, pujilah ia. Seandainya dia membutuhkan perhatianmu, maka berikan perhatian untuknya”.
 

Dilema
Sering sekali saya merasa tergoda oleh nya. Setiap kali melihat pengumuman facebook di sisi kanan halaman beranda saya. Mungkin Anda tau. Itu, di sisi kanan atas, ada gambar persegi-empat berwarna pink. Di tengah bagian atas dan sisi kiri agak masuk ke dalam. Ada pita berwarna merah.

Pertemuan antara sisi kiri dan kanan saling menyilang, berhiaskan bunga terbuat dari lipatan pita tersebut. Biasanya sering orang hias untuk sebuah kado. Dan, bisa jadi, gambar itu sendiri mendeskripsikan—akan pengumuman itu sendiri—yakni, pemberitahuan ulang tahun.

Adapun godaan dalam diri saya berupa, keinginan untuk mengklik link berakun fulan tersebut. Namun, bersamaan itu. Ada sisi dalam diri saya, enggan melakukannya. Keengganan itu berbentuk suara dalam pikiran saya. Asal suara di sisi kanan atas. Persis di atas telinga kanan saya.

Buat apa menyampaikan ucapan basa basi ini. Kamu tidak mengenal sedikit pun tentang orang itu. Terkecuali membaca info yang bersangkutan”. Saat itu pula, ada sisi yang berhasrat mengklik dan memberi komentar—bentuknya berupa suara juga, posisinya dari sisi tengah dada saya—membalas, ”Inikan hari kebahagiaannya. Meski tidak kenal, ya sampaikan saja ucapan selamat ultah. Kan, ada pahala membuat orang lain senang”.

Sekedar basa-basi
Itulah yang sering sekali terjadi dalam diri saya. Terkadang, si enggan (saya menamai yang tidak suka basa-basi) menang. Jadi saya tidak mengklik dan kemudian tidak mengomentari apapun. Dan sering pula, si ”hasrat” mengungguli si ”enggan”. Sehingga, ucapan selamat ulang tahun terukir di kolom komentar teman saya. Bahkan, tidak jarang, terkadang saya hanya melakukan sebatas basa basi saja. Supaya dianggap orang peduli. Padahal, tidak tulus.  

Namun, akhir-akhir ini, pertengkaran sengit antara si enggan dan hasrat mulai berkurang dalam diri saya. Hal ini terjadi, semenjak saya mempunyai pola pandang baru mengenai ”basa-basi”. 

Memangnya ada apa dengan basa-basi, sampai seolah-olah itu menjadi sebuah persoalan bagi saya? Sebenarnya, kalau saya mau menjadi diri saya apa adanya, tidak ada yang keliru dan salah dengan basa-basi. Yakni, saya tidak suka yang namanya basa-basi. Karena, saya lebih suka blak-blakan saja.

Mengubah sudut pandang
Akan tetapi, perjalanan waktu. Saya pernah berjumpa dengan beberapa orang teman, di mana baginya, basa-basi itu sungguh sangat penting. Karena, tolak ukur peduli sesama, permukaan awalnya, ya basa-basi itu menurutnya. Bagi orang seperti ini, saya pernah mempunyai pengalaman. Perhatian yang sekedar pemanis saja (basa-basi palsu), baginya sudah sangat luar biasa. 

Dari pengalaman inilah, saya menyimpulkan. Basa-basi itu perlu saya lakukan untuk orang lain. Jika ada orang basa-basi kepada saya, maka saya harus menghormati pola hidup orang tersebut. 

Kejadian ini membuat saya teringat dengan pesan sang Guru. ”Manusiakan manusia. Jika dia butuh senyum, maka berikan senyum. Bila dia ingin sanjungan, pujilah ia. Seandainya dia membutuhkan perhatianmu, maka berikan perhatian untuknya”.

Semenjak cara pandang saya seperti ini. Terkadang saya bisa basa-basi tanpa rasa berat. Demikian pula dengan blak-blakan. Saya hanya perlu menyesuaikan, kapan, di mana, dan kepada siapa saya butuh berbasi-basi? Juga, kepada siapa pantas untuk terang-terangan (blak-blakan).

Ciganjur, Rabu, 18 Juli 2012
Bagikan